Chapter 5

286 57 36
                                    


'aaah jadi kau' katanya sinis

'jadi kauuuu' tubuhnya setengah berdiri, tangannya mencengkeram kerah jas dokterku. Beberapa perawat mencoba memisahkan tapi aku melarang. Mataku melirik ke arah seorang ahjumma tua yang menangis melihat kejadian ini

'waaaee? Kenapa kau menyelamatkanku waaaaeee?' teriaknya tepat di depan wajahku

'kenapa? Seharusnya kau membiarkan aku mati. Aku tidak mau hidup, aku sudah lelah hidup menjadi manusia tidak berguna' aku masih diam saja

'aku lelah terus gagal dan menjadi bahan olokan. Semua orang menertawakan aku' dia masih terus mengoceh

'tidak ada yang menginginkan aku. Kenapa kau membiarkan aku hidup?' dia menggeram marah, cengkeramannya semakin erat membuatku sedikit kesulitan bernafas

'cih' aku mendecih

'usseo? Kau tertawa?' matanya melotot

'plak' wajahku terlempar menghadap ke arah kanan, perih dan panas begitu terasa di pipi kiriku

'kau pecundang' perlahan aku menoleh kembali ke arahnya

'kau tidak benar-benar berniat mati' kataku remeh

'yaaaaaaah' teriaknya marah

'kalau kau memang berniat mati, kau tidak akan melakukannya di rumahmu, di tempat dimana besar kemungkinan kau akan ditolong' tanganku mengepal

'tidak ada yang menginginkanmu?' aku menyeringai

'ingin sekali aku menjawab benar, tapi lihat...' dengan paksa aku menolehkan wajahnya ke arah ahjumma yang menangis terisak itu

'apa yang akan kau lakukan padanya? Eomma-mu benar-benar tidak beruntung memiliki putera sepertimu' aku berusaha keras menahan untuk tidak memukulnya

'kau bilang kau lelah karena terus gagal?' pasien itu hanya melotot padaku

'han seonsaeng, mianhajiman berapa kali kau harus gagal tes kedokteranmu?' aku melirik ke arah perawat yang berdiri tak jauh dariku

'enam kali, seonsaengnim' jawabnya ragu

'jangan malu, kau hebat. Bisa menahan semua depresi dan rasa malu diolok-olok, terus berjuang sampai mimpimu tercapai. Tidak tergoda untuk mati bunuh diri menyusahkan orang tuamu' tanganku sudah bersidekap saat ini

'kau bilang kau bosan hidup?' tanganku menyuruh kerumunan sedikit terbuka

'kau lihat anak kecil itu?' aku menunjuk seorang anak kecil dengan tutup kepala berwarna merah muda. Seorang pasien penderita leukimia

'minjoo-yaaa, kau cantik sekali hari ini' nada suaraku berubah saat bicara pada minjoo

'terima kasih, jiyeon seonsaeng' jawabnya manis sekali

'apa keinginan terbesar minjoo saat ini?' minjoo nampak berpikir sejenak, lalu dia melirik eommanya

'untuk sembuh, dan bisa hidup bersama eomma dan appa selamanya' aku tersenyum

'kalau kau sebegitu bosannya hidup, berikan sisa hidupmu pada minjoo. Pada orang lain yang begitu mendambakan bisa hidup panjang dengan sehat dan fisik yang sempurna' tidak lagi melotot, pasien itu sudah menundukkan kepalanya

'kalau kau tidak mau hidup demi dirimu, setidaknya hiduplah demi orang tuamu. Kau tak bisa membayangkan betapa hancur hati mereka melihat anak yang begitu dikasihinya menjadi kacau seperti ini' aku menghela nafas

'auuughh aku belum makan siang dan kau sudah mengacaukan hariku' aku mengoceh lagi

'nam ssaem, kalau memang orang ini mau mati berikan saja suntikan mati sekalian' gerutuku kesal sebelum meninggalkan ruangan itu

Intense LoveWhere stories live. Discover now