17

1.5K 199 322
                                    

Semi terlihat berjalan dengan lemah. Wajahnya pucat. Ketika dia sampai di ruang klub orchestra, dia menaruh tasnya di loker, mengambil kursi, dan duduk membungkuk.

"Sem, kok lemes?", tanya Suga yang udah sampai duluan dan berjalan menuju Semi yang duduk di dekat jendela.

"Datang bulan", ucap Semi dengan lemah. Dia paling benci yang namanya datang bulan, terutama hari pertama dan hari kedua. Hal itu membuatnya lemah. Biasanya nyerinya gak sehebat ini, hanya saja kali ini nyerinya luar biasa, rasanya seluruh badannya pegal, kaki dan pinggang rasanya mau patah. Nyeri perut yang gak bisa diajak kompromi. Semi memang galak, tapi dia gak mau marah-marah atau banyak ngomong selama hari haid nya, soalnya itu malah bikin tambah nyeri dan capek. Yang lebih sialnya lagi adalah dadanya yang sesak karena menahan nyeri dan chest binder sialan yang masih kukuh dipakainya meskipun dia nyeri kayak gitu. Tapi meskipun begitu, dia bebal gak mau minum obat penahan nyeri.

"Kalau begitu kau izin saja. Aku akan mengizinkanmu, Semi. Kau pulang saja", ucap Suga yang khawatir. Semi menggelengkan kepalanya dengan lemah.

"Gak perlu, Sug. Aku butuh waktu untuk istirahat bentar", ucap Semi yang mulai menyandarkan dirinya ke tembok sambil memegangi perutnya.

"Semi, izin aja gak apa. Kalau kau sakit begini, kau tidak akan bisa latihan dengan benar", ucap Suga dengan lembut. Semi menggelengkan kepalanya lagi dengan lemah. Dia malas sekali untuk menjawab Suga. Suga menghela nafas berat. Masalahnya Suga juga datang bulan hari pertama juga, tetapi dia masih bisa menahan nyeri saat menstruasi itu. Suga pun bingung karena jadwal datang bulannya dengan Semi tu selalu sama.

Apakah ini pertanda bahwa kalian kembar????

"Sem, atau ke UKS aja ya. Istirahat sekalian minum penahan nyeri aja ya", Suga masih mencoba meyakinkan temannya yang keras kepala ini. Semi menggelengkan kepalanya lagi. Suga kembali menghela nafas.

"Ya udah, kalau misalnya benar-benar gak tahan, bilang aja ya Sem", Semi akhirnya menganggukkan kepalanya pelan. Akhirnya, Suga memutuskan untuk mengambil kotak clarinet Semi dan stand book.

"Sem, aku buka tasnya ya", Semi menganggukkan kepalanya. Dia udah gak sanggup buat ngomong.

Suga mengambil partiture music dari map Semi dan meletakkannya di stand book itu. Tidak berapa lama, Kita, Daichi, dan Suna masuk.

"Suga, kenapa Semi?", Kita bertanya karena jarang melihat Semi yang selemah itu.

"Datang bulan, Kit", ucap Suga dengan wajah yang khawatir.

"Kalau gitu, lebih baik dia pulang aja. Biar istirahat", ucap Kita.

"Aku udah bilang gitu, cuma Semi gak mau"

"Emang sesakit itu ya kalau datang bulan?", tanya Daichi. Kalau Suna udah biasa ngeliat yang gituan, sebagai abang yang baik, dialah yang membantu adiknya untuk melewati datang bulan pas awal-awal baru mulai.

"Sakit banget, Daichi. Adikku aja sampai lemes banget pas awal-awal baru datang bulan", ucap Suna.

"Aku coba ngomong aja ya ke Semi", Kita mengajukan diri.

Suga dan yang lainnya menganggukkan kepalanya setuju.

Kita berjalan menuju Semi dan mengelus bahunya.

"Sem, pulang aja ya kalau gak tahan atau ke UKS ya"

"Eh, Kit. Gak perlu. Ini latihan pertama kita. Aku masih bisa tahan. Kasih aku waktu aja untuk istirahat", ucap Semi dengan lirih.

"Sem, jangan paksakan dirimu. Gak apa kok kalau kamu gak ikut", Semi kukuh tidak mau pulang. Sebenarnya Kita mau memulai ceramahnya, hanya saja melihat Semi yang kayak gini, bukannya didengar, malah Semi bisa marah.

BenangWhere stories live. Discover now