36🌚

6.3K 426 69
                                    

Tandai kalo ada typo ya

Kalian jangan sider ya, komen dong biar Tii kenal 😬

Vote dulu udah?

_____________________________

Kanaya berjalan dengan gontai di koridor sekolah, dia bahkan mirip seperti mayat hidup sekarang. Rambut acak-acakan seperti tidak pernah disisir, wajah pucat, mata panda yang menghiasi matanya dan jangan lupakan pipi Kanaya yang menirus. Murid yang berada di koridor itu menatap Kanaya seperti biasa, mereka tidak heran lagi. Kabar Devano koma sudah menyebar di SMA GARUDA.

Hari ini tepat sebulan Devano koma di rumah sakit.

Kanaya memasuki kelas, lagi-lagi dengan tatapan kosong. Alana dan Mauren yang sudah datang duluan itu menghembuskan nafas mereka. Turut prihatin melihat keadaan Kanaya sekarang, dia bahkan sudah seperti mayat berjalan.

“Lo nggak boleh terlalu larut gini Nay,” Ujar Alana menasehati temannya itu.

Sudah sebulan ini Kanaya seperti kehilangan jiwanya, Kanaya lebih suka diam dan tidak berbicara sama sekali. Alana tau dari Papa Kanaya kalau dia jarang makan dan tidur. Setiap malam Kanaya terus duduk di balkon kamarnya menatap bintang yang ada di langit dan berakhir menangis.

“Hm.” Kanaya hanya berdeham menanggapi nya.

Bara dan Dion menghampiri bangku Kanaya, “Neng Naya udah sarapan?” Dion mencoba mengajak Kanaya berbicara.

Kanaya mengangguk. Mereka menghembuskan nafas pelan. Selalu saja seperti itu jika di tanya, Kanaya hanya menjawab dengan mengangguk dan menggelengkan kepalanya. Mereka hanya khawatir jika Kanaya terus-menerus seperti ini.

Bara, Dion, Mauren dan Alana kembali ke mejanya ketika guru datang mengajar ke kelas mereka. Kanaya mengeluarkan bukunya.

Dia semakin tidak bersemangat.

Bel istirahat baru berbunyi sekitar 5 menit yang lalu tetapi kantin sudah penuh dengan murid-murid kelaparan. Seperti teman-teman Kanaya ini.  Di saat temannya asik untuk menghabiskan makanan yang ada di depan nya, tetapi Kanaya hanya menatap kosong siomay yang ada didepannya.

“Makan dong Nay, baju lo sampe kegedean gitu,” ujar Mauren. Yang dikatakan oleh dirinya memang benar, berat badan Kanaya seperti nya menurun.

“Kalo lo sakit, siapa yang bakal jaga Vano di rumah sakit?” Perkataan Bara itu sukses membuat Kanaya menoleh padanya. Di detik kemudian Kanaya meraih sendok dan memakan siomaynya.

Alana, Mauren, Dion dan Bara tersenyum lega. Setidaknya, perut Kanaya sudah diisi walaupun hanya sedikit.

“Kira-kira Vano kapan bangun ya,” Ucap Dion memasang wajah sedihnya. 

Mata Kanaya memanas, ia memang sangat sensitif ketika berbicara soal kapan Devano akan bangun. Alana dan Mauren refleks memelototi Dion karena mengucapkan kalimat itu. Dion yang seakan baru sadar apa yang di ucapkan nya, menutup mulut nya rapat-rapat.

Kanaya terisak, lalu bangkit menuju kelasnya meninggalkan ke empat temannya.

“Lo sih Yon!” Cetus Mauren lalu menyusul Kanaya. Di ikuti oleh Alana di belakangnya.

“Gue keceplosan,” cicit Dion.

“Makanya mikir!” Bara menepuk pundak Dion keras. “Coba kakinya lurusin dulu. Itu kasian otak didengkul ketekuk jadi nggak bisa mikir kan,” lanjut Bara lalu bangkit menuju ke kelas.

“Deep anjir,” Kata Dion kemudian menyusul mereka.

Mereka akan kembali menjenguk Devano nanti sepulang sekolah.

Kanaya & Devano [END]Where stories live. Discover now