Hanya Lewat

59 1 0
                                    

Di tengah hari yang cukup gersang, anginya membawa kabar petang akan hujan. Entah semua mendengar celoteh angin atau enggan, namun yang dirasakan seperti ini seolahnya. Sepoy angin yang usil, menggelitik anak rambut sekitaran telinga. Seolah kaki tak mau henti, ku terus mengayuh kakiku menuju entah ke mana, antara tempat tinggal sementara - kost atau berbelok ke arah tempat persembunyian. Seperti semut saja, Aku memang punya persembunyian di kampus ini. Lantai atas perpustakaan pojok kanan, kursi baris ke-dua. Jika sudah ada yang menempati, pindah barisan kursi, asalkan pojok kanan lantai tertinggi perpustakaan. Dreet ... Dreet ... Seperti hanya terasa getarnya saja, deringnya terkalahkan oleh suara perdebatan diriku untuk memutuskan ke mana aku akan menuju. "Hallo Zah, kenapa nelpon?" Aku berhenti sejenak sambil menggenggam benda persegi panjang itu untuk ku dekatkan dengan telinga. "Chi ... Ke ruang seminar perpustakaan yuk, aku udah lagi di perpus nih lantai 2." Rasanya separuh dari diriku telah memenangkan perdebatan. "Emang ada apa ke ruang seminar? Tapi aku juga bingung sih mau balik atau mau ke persembunyian, hehe." Jawabku menanyakan ada gerangan apa Azzah mengajakku ke sana. "Sudah ke sini aja, aku tunggu di depan loby perpus! Cepet yaa Assalamualaikum." Azzah menutup telponnya dengan sepihak. Aku mengeluarkan sisa respirasiku, menghembuskan nafas tanda tidak ada pilihan lain selain segera menemui karib seperjuanganku setelah mungkin 4 bulan terakhir. Aku Uchi, anak rantau 4 bersaudara. Hidupku di kampus ini mungkin baru berjalan 4 bulan. Aku tak tahu apa yang harus Aku lakukan di sini selain belajar tentunya.
Pancaran mentari tak lagi setajam di tengah hari, walau masih dalam beberapa menit radiasinya berkurang entah berapa persen menjadi lebih sejuk sedikit. Ya, sedikit, entah berapa persisnya. Aku mendapati seorang wanita dengan jilbab birunya yang sesekali berkibar karena angin. Tidak salah lagi, itu Azzah. " Heeh brooh ada apa sih ke ruang seminar?" Tanyaku ketika persis kakiku diam dihadapnya karena lantai yang menimbulkan gesekan dengan kakiku. Beruntung sekali aku pernah belajar fisika. "Itu loh kamu tau nggak ada seminar gratis. Pembicaranya ada mas Kais juga yang keren itu." Jelas Azzah antusias agar menarik minatku. "Mas Kais yang waktu ospek orasi itu?" Tanyaku sambil mengingat wajah pemilik nama Kais. "Ho'oh itu, ayo masuk." Azzah tanpa permisi menarik tanganku. Apa boleh buat, Aku membuntutinya masuk ke ruang seminar. Mataku minus, tapi aku malas memakai kacamata di luar kelas. Alhasil, wajah pemilik nama Kais yang ada di otakku buram hehe. Entah aku tak tau wajah persisnya, kata Azzah sih tampan saat dia membicarakan mas Kais itu. "Zah aku ke kamar mandi bentaran yaa." Aku izin ke karibku untuk sejenak mencucui muka dan merapihkan rambut, yaa karena ini acara resmi hehe. "Yo, ndang loh. Ojo suwi, tak enteni mlebune". Azzah memang anak jawa, aku suka kalau dia ngomong pakai Bahasa jawa yang sebenernya hanya sedikit yang kumengerti.
Selepas dari kamar mandi, aku terburu-buru, takut Azzah lama menunggu.  Ada sesuatu yang ku rasakan sedikit aneh pada tasku. Tapi sudahlah nanti saja. Kata nanti itu seolah karma atau peringatan, draaak ... Aku berdiri kaku menatap tasku yang jatuh ke lantai karena tali kaitnya terlepas sebelah. Botol minumku menggelinding sekitaran setengah meter dari tempatku. Aku memdengus kesal, tanganku langsung meraih isi-isi tasku yang mayoritas buku berhalaman 300 keatas. Yaa biar terlihat rajin maksudnya. "Mbak sorry ini botol minumnya ya?" Seorang laki-laki menyodorkan botol minumam berwarna hitam ke arahku saat aku sibuk membenahi tali kait tasku. Aku mendongak dan berucap terimakasih. " Bisa mbak ngaitin tasnya?" Orang itu berkata ramah, orang dengan kemeja polos warna coklat susu dengan lengan yang digulung. " Oh bisa mas bisa." Aku langsung menjawabnya, bukan apa-apa tapi aku merasa sedikit malu hehe. Orang itu berpamit mendahului. Aku bersungut sungut masih berusaha memgaitkan tali tasku. Entah mungkin sekitar 5 menit, aku berhasil memperbaikinya.
"Zaaah, maaf lama yaaa." Sapaku mendekati Azzah. "Ndak papa, ayok."! Jawab Azzah sambil mengajak menuju meja registrasi "Zah kamu ga mau tanya kenapa aku lama?" Aku menatap Azzah. "Hah? Ada apa-apa? Kamu kenapa to?" Muka Azzah langsung panik. "Nggak papa kok, tali tasku tadi putus, bukunya jatoh semua. Botol minumku juga menggelinding. Aku malu Zah, ada mas-mas yang nyamperin ngasih botolku terus dia nanya tasnya bisa dikaitin lagi ga? Malu Zah Aku." Aku mendaratkan mukaku pada bahu Azzah yang berada di depanku. "Haha udah nggak papa, masnya berartikan baik mau nolongin." Azzah mengelus rambutku pelan untuk menenangkan. Setelah semuanya baik-baik saja versi Azzah, karena versiku aku merasa masih malu. But it's okay, bener kata Azzah kenapa aku harus merasa malu? Toh masnya punya maksud baik.
Empat pertiga ruangan seminar ini sudah dipenuhi mahasiswa yang hendak menyimak seminar siang ini. Aku dan Azzah terarahkan untuk duduk mengisi kursi kosong yang berada hampir di barisan depan. Mungkin sudah menjadi budaya, yang datang duluan memilih tempat yang ada di belakangan. Hmm yasudahlah.. "Zah emang mulai jam berapa sih? Kok kamu tau ada acara ini? Terus tadi pas regist juga kok udah ada namaku?" Aku bertanya pada Azzah yang sebut saja dia yang bertanggung jawab dalam hal ini. " Dipamflet sih jam setengah 2, tapi ini belum mulai ya. Mungkin nunggu yang lain. Aku tau pamflet ini tadi malam, dari temenku anak Fisip. Kebetulan pendaftarannya juga bisa sampai sebelum dimulai, yaudah kebetulan juga kan Kita udah gak ada kelas. Kalau nama kamu yaa karena udah aku daftarin hehe, aku yakin aja kamu bakal mau." Mendengar penjelasan Azzah, aku hanya memanggut-manggutkan kepala. Memanglah karibku ini begitu besar rasa inisiatifnya. Tak lama setelah aku dan Azzah berbincang terdengar suara dari sound yang kelihatannya sedang mencoba. Dan tepat pukul 13.45 waktu Indonesia bagian barat hehe acara ini dimulai. Setelah beberapa kalimat yang terlontar dari orang-orang yang dipersiapkan untuknya tibalah saat para pembicara memasuki panggung miliknya, tempat kata-katanya akan menari gemulai di sana. Satu persatu dari ketiga pembicara  dipanggil bak raja yang akan memasuki ruangan. Aku mulai memperhatikan suasana panggung, bersiap menikmati tarian kata-kata dari para pembicara. Aku memakai kacamataku dan takzim memperhatikan. "......Selanjutnya pembicara terakhir Kita ada Mas Kais Ahmad Pasai yang akan segera bergabung dengan kita...." Kalimat moderator yang telingaku tangkap seiring mataku menangkap sosok laki-laki berkemeja coklat susu itu, persis dengan lengannya yang digulung dan kacamatanya yang terpajang di depan matanya. Aku bergumam, aku tidak salah lihat kan? Tidak lah, aku pakai kacamata. Atau aku salah lihat orang saat tasku jatuh? Ah tidak, jaraknya hanya beberapa inchi. Aku bisa melihatnya dengan jelas. Lalu, dia Kais itu? Aku melepas kacamataku dan menengok ke sebelahku, Azzah yang mulai khidmat menyimak tarian kata-kata pembicara pertama. "Zah, mas Kais itu bener yang pakai kemeja coklat susu yang berkacamata itu?"Aku mencolek lengan Azzah. "Ho'oh, ngopo tho? Udah pernah liatkan? Kok masih tanya?" Azzah kembali membuat pertanyaan untukku. "Pas ospek itu, aku ga pake kacamataku Zah, aku ga tau mukanya mas Kais. Dan kamu tau ga yang nolongin aku, yang bikin aku malu karena kufikir tasku jatuh ga ada yang tau tiba-tiba ada dia.. itu mas-mas yang itu. Ga tau kalau itu Kais." Aku bersungut-sungut sambil kembali memasang kacamataku dan setengah menutup wajahku dengan note  yang tergenggam di tanganku .
Aku harap hal-hal yang tak disengaja ini hanya lewat untuk hari ini dan seterusnya. Entah kenapa rasanya secara kebetulan terjadi hal-hal seperti ini dengan orang yang keren di kampus cukup menggangguku. Jika ku boleh berharap, aku tak ingin lagi berurusan dengannya, dengan orang yang bernama Kais Ahmad Pasai itu.




-Mohon maaf apa bila banyak salahnya .... Banyak typonya heeh-

By: Inchi

InchiWhere stories live. Discover now