2

7 0 0
                                    

Sepuluh menit sudah bel istirahat berbunyi tapi aku tetap diam tak beranjak sedikitpun dari bangku. Orang-orang yang datang dan pergi dari kelas sesekali menyapa bertanya apakah mau ikut ke kantin atau tidak, dan jawabanku sama pada setiap pertanyaan itu 'tidak'. Hari ini aku benar-benar lelah, tak ingin melakukan apapun kecuali diam dan merenung.

"Ra!" Aku mendongak. Reza si KM kelas telah berdiri tegap di depanku sembari membawa dua botol air mineral yang jelas bukan untukku.
"Tadi ada pesan dari Leo. Katanya ditunggu di Koordinat 1-20-1-16 lintang utara."

Aku mengangguk. Itu adalah kode yang hanya di pahami kita berdua.

Setelah perjalanan yang cukup menyenangkan karena menaiki beberapa anak tangga, aku akhirnya menemukan sosok Leo yang tengah duduk membelakangiku. Jas osisnya masih melekat di tubuhnya membuat ia semakin tampan saja jika dilihat dari belakang. Dia nampaknya tidak menyadari kehadiranku.

"LEOO!!!!" Teriakku tepat di telinganya. Alhasil tubuhnya bergetar seperti tersambar petir, matanya memejam kuat dengan kedua tangan menutup daun telinganya. Padahal teriakkan itu hanya di level 5/10.

"Ra!" Dia menatapku tajam

Akhirnya kami saling diam, duduk bersisian di bawah panas terik mentari. Tersaji beberapa camilan dan minuman di atas meja, aku langsung melahapnya. Sepertinya leo seorang cenayang, tahu tentang apa yang saat ini aku butuhkan.

"Bukannya lima menit lagi masuk? Kenapa ngajak ketemu?" Aku membuka suara. Pertanyaan tadi sudah dirangkai sejak perjalanan menuju ke sini.

"Guru-guru akan rapat. Kemungkinan jam kosong"jawabnya sedikit cool. Dia seperti memamerkan kelebihannya sebagai ketua osis. Sombong sekali

"Kamu gak papa Ra?" Tanyanya tiba-tiba

"Maksud kamu? Apa ada sesuatu yang salah dari aku?"

"Mengenai kemarin malam--"

"Uhm.. ya. Seperti yang kamu duga, aku berantem hebat sama mama" aku tertawa hambar. Mengingat kejadian semalam benar-benar membuatku bimbang antara menggelikan dan menyesakkan. Semua kurasakan secara bersamaan. "Aku gak suka kalau mama so peduli pada ayah ataupun aku"

"Terus? Kenapa kamu kabur dari mobil?"tanyanya

"Aku gak kabur. Aku meminta turun dengan baik-baik, meskipun diiringi sedikit teriakan. Ya, aku ngerasa kalau aku terus berada di dalam mobil bersama mama ucapanku akan semakin meracau saja. Lebih baik turun kan?"

Sebagai pendengar yang baik Leo mengangguk seolah memahami situasi itu. Dia menatapku dengan tatapan sendu. Dan tangannya tiba-tiba diletakkan di puncak kepala. Aku mematung sesaat. Ada apa?

"Wanita tangguh" ucapnya dengan lembut. Dan entah kenapa aku merasa sedih mendengar kalimat itu. Hanya Leo yang membenarkan segala tindakanku yang bahkan aku sendiri tahu tindakan itu salah.

"Kamu siap untuk Minggu depan?"

Aku mengangguk patah-patah. Kecanggungan tadi masih sedikit tersisa. Dan aneh saja rasanya Leo tiba-tiba mengubah topik pembicaraan. Hari ini kami benar-benar tidak berada dalam jiwa kami sendiri

"Jangan lupa. Kalo kamu cari orang yang bisa temenin kamu disana, aku ada"

"Ya iyalah kamu. Masa Bi Tuti! Apalagi Mama, gak mungkin kan?"

Kami berdua tertawa terbahak. Dan banyak hal yang kami ceritakan disana. Semilir angin menyejukan kami meski terkadang membawa debu yang memedihkan mata, setidaknya kesejukan bisa singkat tercipta.

***
Hari Minggu akhirnya tiba. Aku menatap diriku di cermin dan terus-terusan mengusap dada. Apa yang kulihat sungguh menyeramkan. Rambut acak-acakan seperti tak disisir satu bulan, mata merah kehitaman, bibir kering dan baju kebesaran yang kusut. Ketika aku mulai berjalan, aku merasa yakin kalau apa yang kulihat di cermin itu adalah zombie. Dan zombie itu adalah aku.

Semua yang nampak di cermin adalah hasil dari begadang semalam. Bahkan lebih tepatnya tidak tidur semalaman. Aku tidak bisa memejamkan mata sedetikpun. Aku terus memikirkan perihal apa yang akan terjadi besok. Aku sungguh takut jika keberhasilan tidak berada di pihakku padahal banyak hal yang ku korbankan untuk meraih itu. Dan juga bayang-bayang ayah tiba-tiba muncul di pikiran. Senyumannya, suaranya, pelukannya aku sangat membutuhkan itu saat ini. Dan mama, aku tidak tahu bagaimana kabarnya setelah keluar rumah sakit Minggu lalu. Karena setelah kejadian di mobil malam itu, mama tidak menghubungiku sama sekali. Mungkinkah dia marah padaku? Mungkin saja. Tapi tak apa, sebentar lagi akan ku tampar mama dengan sebuah kesuksesan dengan catatan jika aku lolos dalam tahap final ini, jika tidak.. ya aku akan tetap menjadi pecundang.

***

Aula atlet dipenuhi oleh para atlet yang membawa serta merta keluarganya. Mungkin karena seleksi ini akan membawa para atlet ke luar negeri dengan mengatasnamakan Indonesia, setiap keluarga memiliki peran penting dalam setiap prosesnya. Bahkan ada seorang atlet renang yang cukup akrab denganku, Mita namanya. Dia berbisik ketika kami berpapasan di ruang ganti dan mengatakan bahwa keluarga yang datang sebanyak tiga puluh orang. Dan keluarganya menyewa sebuah bis hanya untuk mendengarkan keputusan final ini. Dan Mita benar-benar khawatir jika ia tidak lolos dan mengecewakan anggota keluarga sebanyak tiga puluh orang itu.

Sementara aku? Dimana keluargaku? Aku tidak peduli akan hal itu.

Acara hampir dimulai. Sorak-sorai dan riuh tepuk tangan terdengar sampai ke ruang ganti para atlet. Kami-para atlet telah bersiap dengan memakai jaket seragam kebanggan. Kami menunggu dipanggil ke aula besar tempat dimana keluarga kami seharusnya berada.

Giliran atlet lari memasuki ruang aula, awalnya aku merasa biasa saja. Tapi ketika langkah kaki masuk ke aula dan langsung disambut oleh tepuk tangan yang meriah entah kenapa nuansa haru tiba-tiba menyelimuti diri. Dan ketika teman-teman yang lain berlomba-lomba mencari keluarga mereka lantas melambaikan tangan dengan penuh kasih sayang, aku hanya bisa menunduk sembari menahan air mata yang entah sejak kapan sudah terkumpul di kelopak mata.

"LARAAAAA!!!! I'M HERE! ARAH JAM TIGA DARI TEMPATMU BERDIRI!"

Teriakan itu! Aku langsung menatap ke kursi penonton arah jam tiga. Tapi aku tidak menemukan Leo disana. Aku terus mengelilingi pandangan ke arah jam tiga, berharap bisa melihat batang hidung leo. Tapi nihil, leo tidak ada disana.

"LARAAA DI BAWAH! 11-15-19-20-13!!!"

Kode itu! 11untuk K. 15 untuk O. 19 untuk S. 20 untuk T. 13 untuk M. KOSTUM? Sebuah beruang biru raksasa yang berdiri disamping coach melambaikan tangannya. Aku menatapnya dengan seksama, apa Leo berada di dalam sana? Kenapa bisa? Ketika aku masih bimbang mengenai siapa yang berada di balik kostum itu, Beruang biru raksasa melepaskan kepalanya. Dia memperlihatkan wajah Leo yang merah kepanasan. Ia tersenyum lebar lantas berjoged ria dengan kostum itu. Kenapa perlakuan Leo malah membuatku semakin sedih? Air mata sudah tak tertahankan kali ini.

Di balik keharuan atas sikap Leo yang tak terduga, ada satu hal yang mengganjal. Bagaimana dia bisa berada di dalam beruang raksasa dan duduk bersama para coach dan orang-orang penting lainnya? Mungkin akan kutanyakan setelah acara ini usai.

LARAWhere stories live. Discover now