ᴊᴀᴠᴀᴢ 𝟺𝟿

2.9K 416 93
                                    

i wish you guise always happy!

hppy reading yalllll

•••

Abian kembali sehat, begitu pula dengan Rindu. Bayi itu kini tumbuh dengan baik, subur. Dirawat dengan baik oleh orang-orang yang amat sangat menyayanginya. Awalnya yang dikira tidak ada yang menerima Rindu, ternyata semua sangat mencintai Rindu. Begitu pula dengan Qiandra yang tidak bisa jauh-jauh juga dari Rindu.

Bayi itu membawa energy positif yang begitu besar, hingga Doyoung sendiri kewalahan akan rasa cemburunya.

Qiandra sering sekali bermain ke rumah ibunya yang di mana kini Abian di sana beserta bayinya. Meninggalkan kotanya dan restorannya sementara untuk mencoba mengejar cintanya di Surabaya. Qiandra telah memantapkan hati bahwa ia akan berjuang untuk Esther.

Di Surabaya, Qiandra tinggal di apartemen yang baru dibelinya. Tidak tahu mengapa dia bisa mengambil keputusan secepat itu, bahkan ia ingin membuka kafe di Surabaya. Mencoba peruntungan katanya.

"Mas Qi," Doyoung memanggil. Dia menatap malas Qiandra yang tengah menggendong RIndu.

"Iya, Mas Doy?"

"Enggak. Rindu anak saya loh."

"Iya tau."

"Yang kasih kromosom X satunya itu saya loh mas."

"Iya tau, Mas Doy."

"Saya yang bikin loh sama Abian."

Qiandra membuang nafasnya lantas menatap Doyoung datar, "Saya yang tau duluan loh mas kalau Rindu ada sebelum Mas Doyoung." Balasnya datar kemudian kembali berinteraksi dengan Rindu.

Doyoung mendengus sebal kemudian pergi ke dapur, menghampiri Abian yang masih membuatkan teh hangat yang diinginkannya tadi.

"Abian,"

"Kenapa, Kak? Mau ganti kopi? Apa mau ditambahin lemon aja tehnya?"

Doyoung menggeleng kemudian duduk di kursi bar. Dagunya ia tumpu dengan kedua tangannya. Ia menunduk.

"Qiandra bisa enggak sih kamu usir aja?"

Abian terkekeh, "Kak Doy kenapa sih?"

"Saya enggak suka lihat dia deket-deket sama Rindu, sama kamu juga."

Abian membuang nafasnya pelan kemudian ikut duduk di sebelah Doyoung. Meraih tangan kanan Doyoung dan dipijatnya lembut.

"Mas Qiandra lagi ngejar Esther bukan ngejar aku. Jadi kakak kalem aja."

"Gimana saya enggak kalem orang dia tiap hari ke sini kaya minum vitamin aja."

Tangan kiri Abian meraih pipi Doyoung dan diusapnya lembut, "Kok Ayahnya Rindu jadi ngegas gini?"

"Maaf, Ibun."

Abian mengerutkan dahinya tidak suka, "Jangan panggil Ibun ih."

"Yaudah bunda."

Abian berdecak, "Yaudah aku sama Mas Qiandra aja, itu tehnya lanjutin sendiri."

Semenjak berbaikan, Doyoung semakin semangat menggoda Abian yang tidak suka dipanggil dengan sebutan bunda, ibun, atau sebagainya. Menurut Doyoung, mamanya Rindu terlihat sangat menggemaskan ketika marah.

"Jangan gitu dong," Doyoung menahan tangan Abian, "Kamu udah sembilan bulan lebih sama Qiandra. Sekarang gentian lah, sama saya."

Abian duduk kembali, menatap wajah memelas Doyoung.

Abian terkekeh, "Aduh Kak Doy kasian amat, sini-sini aku peluk."

Abian merentangkan tangannya dan memeluk Doyoung. Menepuk-nepuk pelan punggung Doyoung. Laki-laki itu menyandarkan dagunya di pundak Abian yang seolah memang tercipta untuk tumpuan dagunya ketika ia peluk.

Teacher; DoyoungWhere stories live. Discover now