Bokutachi no shiranai unmei (Destiny we don't know)

21 2 15
                                    

Suara lantunan musik menggema di dalam mobil seakan menjadi obat pengusir rasa kantuk yang aku rasakan saat ini. Hari dimana yang seharusnya diriku masih bermesraan dengan kasur, namun semuanya sirna karena adik sepupuku satu-satunya memintaku untuk mengantikannya bertemu dengan pihak wedding organizer. Sejujurnya aku malas tapi karena Nacchan yang meminta mau tidak mau aku harus mengikutinya.

Aku masih tidak percaya dia akan mendahuluiku untuk berumah tangga padahal dia tidak pandai dalam soal percintaan namun namanya takdir semua bisa saja terjadi dia yang lemah dalam urusan percintaan malah dia yang terlebih dahulu mendapatkan jodoh, sedangkan diriku harus rela melepaskan orang yang aku sayang bahagia bersama sahabatku sendiri terkadang cinta memang selucu itu.

Akhirnya aku sampai di gedung tempat untuk acara resepsi berlangsung nanti, aku melangkahkan kaki masuk ke dalam untuk menemui pihak wedding organizer, Nacchan bilang pihak wedding organizernya seorang perempuan dan dia sahabat Nacchan. Mataku menyapu kepenjuru gedung mencari ciri-ciri yang tadi Nacchan beritahu, mataku akhirnya menangkap sosok yang ku cari tak perlu waktu lama aku langsung menghampirinya.

"Sumimasen, Matsuda Mayudesu ka?" ujarku sedikit ragu karena aku takut salah orang

"Ha'i, sumimasen anata wa daredesu ka?" tukasnya
Raut wajahnya terlihat kaget mungkin saja dia heran tiba-tiba seseorang yang tak dia kenal menyapanya.

"Watashi wa Sato Taikidesu, Hori Natsuki no itokodesu" jawabku seraya tersenyum lebar.

"Natsuki tidak bisa hadir hari ini karena ada urusan pekerjaannya jadi dia menyuruhku untuk mengantikannya" aku berusaha menjelaskan kepadanya.

Dia hanya menganguk pelan dan mengajak ku untuk duduk disalah satu kursi yang berada di sudut ruangan.

Aku mendengarkan dengan seksama saat dia menjelaskan semua konsep pernikahan yang diinginkan oleh Nacchan dan calon istri, dia menjelaskan dengan begitu luesnya tutur bahasanya pun tersusun rapih jadi mudah untuk dimengerti olehku. Selain aku fokus mendengarkan penjelasan darinya akupun tak luput memandangi wajahnya, dia cukup manis bagiku dengan hidung yang runcing dan bola mata yang berwarna coklat.

"Jadi apa kau paham?"
pertanyaan yang terlontar darinya menyadarkan aku dari lamunan.

"I...iyaa aku paham" jawabku dengan sedikit kaget.

"Baiklah kalau kau sudah paham, ini ada beberapa contoh desain untuk dekorasinya jadi tolong berikan ini pada Natsuki" tukasnya seraya menyerahkan beberapa lembar kertas

"Karena sudah tidak ada lagi yang harus dibahas, saya ijin pamit"
Dia bangkit dari tempatnya dan berjalan meninggalkan ku.

Aku memandangi punggungnya hingga menghilang diujung pintu, tanpa sadar aku tersenyum saat mengingat kembali wajah manisnya. Kenapa Nacchan tidak pernah cerita memiliki sahabat semanis dia padaku.

Setelah selesai dengan urusan perihal pernikahan Nacchan aku tak langsung pulang ke rumah, aku melipir sejenak untuk menemui Sekai di kediamannya sudah lama aku tak pertemu dengannya semenjak dia menjadi mangaka, kita jarang bertemu tak hanya dengan Sekai akupun sudah jarang bertemu dengan Sawamoto.

Aku melajukan mobil menuju rumah Sekai setelah aku menelponnya dan mengabarinya jika aku akan ke apartemennya, jarak apartemen Sekai dari sini tidak terlalu jauh mungkin hanya membutuhkan 10 atau 15 menit kalau tidak macet. Aku melajukan mobil dengan santai sesekali akupun bersenandung dan entah mengapa pikiranku kembali mengingat perempuan tadi, wajah manisnya tiba-tiba terbesit di otak ku. Aku yang sadar ada yang salah dengan otak ku dengan segera menepis semua pikiran tentangnya.

"Tidak, aku tidak mungkin menyukainya" batinku

***
Aku terus memperhatikan Sekai yang masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya sesekali dia juga mengajak ngobrol perihal pekerjaannya maupun kisah asmaranya. Omong-omong kisah asmara, Sekai ini cowok yang sangat beruntung dia mendapatkan perempuan selain cantik dan baik dia juga sangat perhatian pada Sekai walaupun sering sekali di duakan dengan pekerjaannya. Mungkin diantara teman-temanku hanya aku yang masih betah seorang diri di usiaku yang sudah tidak muda lagi, tak jarang kedua orang tuaku juga sudah sering menanyakan kapan aku akan menikah. Aku sudah mencoba berkenalan dengan beberapa perempuan namun semuanya hanya sampai pada tahap perkelanan dan selanjutnya aku akan menghilang karena dari semua perempuan yang berkenalan denganku tidak ada satupun yang menarik perhatianku, aku tidak tahu apakah tipe wanitaku yang terlalu tinggi atau memang aku yang belum bisa melupakan Mitsuko. Aku tidak mau munafik tapi terkadang aku membandingkan perempuan yang dekat denganku dengan Mitsuko, jika dipikir aku sangat bajingan masih memiliki rasa pada istri sahabatku sendiri.

Ai no KatachiWhere stories live. Discover now