[5] Rahasia Sang Pujangga

750 183 30
                                    

Lo bener-bener nekat.

Itulah hal yang Raihan katakan pada dirinya sendiri ketika sadar bahwa dia sudah mencium perempuan paling diagungkan oleh lingkaran aktivis Universitas Sabda Palon. Tidak perlu membuka mata untuk merasakan bahwa Janna sangat terkejut, sebab bibirnya tidak bergerak sama sekali walau hangat napas mereka telah bercampur jadi satu.

Mereka lalu dipisahkan oleh kepala rektor dengan menyeret paksa Raihan ke kantor direktorat. Dia sendiri hanya tersenyum meninggalkan kerumunan dan Janna, sama-sama melongo akan kejadian barusan.

Polisi juga ada di sana. Siap membawa Janna sebelum Raihan buka suara, "Coba tanya ke anaknya, kalau dia suka ciuman sama saya berarti dia gak lesbi kan, Pak?"

Raihan mendapat tambahan 5 hari skorsing karena komentarnya itu.

Sebenarnya ada beberapa hal yang tidak Raihan katakan. Terdapat rangkaian kejadian absurd berhasil menuntunnya ke titik ini; dimana dia memilih untuk menjadi tumbal dan berdiam diri di rumah sampai lebih dari seminggu.

Permainan rahasia.

Rahasia pertama: Raihan memang sengaja mengajak Janna pergi ke gudang itu.

Walau sebagian terjadi karena kakinya sudah lelah berlari, bagian lagi dari Raihan membawa Janna sembunyi di gudang karena menginginkan penjelasan. Pengumuman itu datang dengan bukti, sesuatu yang tidak mungkin Janna ucapkan kalau tidak ada alasan di belakangnya.

Raihan Jalakusuma tidak mudah penasaran, tapi kali ini dia benar-benar perlu tahu.

Serak tutur dari Janna di mikrofon kampus menjelaskan bahwa dia dalam tekanan kala itu, sangat bukan sifat seorang kartini muda penguasa Jalan Merdeka. Pekiknya bagai tameng yag menyembunyikan sakit hati, dan ini mudah diidentifikasi oleh ahli psiko-linguistik seperti Raihan.

Terlebih lagi, ini pertama kalinya Janna menggenggam tangan Raihan erat di tengah lari sempoyongan, dan air mata mengalir di pipinya tidak bisa berbohong. Rasanya justru Janna yang sedang dibohongi.

"Kenapa bisa begitu, Jan?"

Di gudang menyesakkan itu satu-satunya kesempatan. Dia sudah bertanya-tanya sejak pertama kali melihat sang gadis; sebenarnya masih adakah sisa-sisa pecahan pilu yang belum sempat dia buang?

"Lo gak akan ngerti pikiran gue, Han."

Hatinya terasa perih. Isak semakin kencang sampai dia perlu menutup mulutnya sendiri agar tidak jauh teriak tangisnya. Kakinya ditekuk untuk menyembunyikan wajah berbalur eye-liner luntur. Janna merasa jelek sekali, tapi mana pernah ia peduli akan hal itu? Menangis ya tinggal menangis, semua orang punya perasaan.

Raihan menggeleng lemah.

"Gue belum ngerti, bukan gak akan ngerti. Gue butuh tahu orang kayak lo mikir kayak gimana."

"Buat apa?"

Dibalik kerah kemeja birunya Raihan mengeluarkan benda bergelinting perak. Kalung menjuntai itu kini dililit di sekitar telapak tangan dan ditunjukkan di depan wajah Janna. Sebuah dog-tags. Tidak dapat dimengerti apa maksudnya.

Perlahan pria itu mengganti posisi duduk agar dapat bersandar di sisi tembok persis. Kepala jadi berjarak dua bahu saja—punyanya dan Janna—sampai tekstur halus jaket si gadis dapat dirasakan oleh lengan Raihan.

Setelah ditelaah lagi, penanda nama itu bukan punya pria di sebelahnya. Seseorang bernama Dugi Poernama, mungkin, tapi bukan Raihan Jalakusuma. Janna selalu memaklumi orang pernah mengoleksi barang, namun mengoreksi dog-tags yang biasa dipakai para aktivis sebagai pengidentifikasi tubuh kalau-kalau mereka menghilang sungguhlah aneh.

Roman Rakyat RepublikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang