41. Perselisihan Dua Kerajaan

132 23 0
                                    

Sementara Alister di kerajaan Dynamid, si Ervan pun telah disambut di depan pintu gerbang dengan tiga orang putri kerajaan yang mana mereka bertiga mengenakan gaun berbentuk duyung yang menampakan lekuk ketiga putri.
Gaun berwarna biru berpadu putih itu sangat apik terlihat tatkala maniknya terpantul sinar matahari, ujung gaun yang terseret ke lantai membuatnya tambah estetik dengan lengan ketiga putri yang terbuka indah.

Meskipun ketiganya tampak sangat cantik-cantik tapi Ervan hanya terfokus pada satu wanita yang sedang berada di tepi paling kanan.
"Silahkan masuk pangeran," ujar gadis paling tengah yang rambutnya dikepang rendah ke belakang.
"Ayah dan ibunda kami sudah menunggu di dalam," lanjut wanita yang disebelah kiri yang rambutnya diikat satu ke atas.
Sementara gadis di sebelah kiri yang sedari tadi Ervan perhatikan mengurai rambut indahnya dengan jepitan terselip dekat telinga kirinya.

Ervan pun masuk mengikuti ketiga putri yang langsung mengantarnya ke sebuah meja makan yang sudah terdapat raja kerajaan Jiramda serta permainsurinya.
"Oh ternyata calon raja Memars sudah datang," ujar sang raja yang berdiri saat Ervan masih jauh jaraknya.
Ia pun memperkenalkan ketiga putrinya pada Ervan, kerajaan Jiramda tak memiliki penerus lelaki untuk meneruskan kerajaannya karena ketiga anak adalah wanita.
"Ini anak pertamaku namanya Elisabeth" Raja menunjuk putri dengan rambut di ikat tinggi.
Elisabeth membungkuk badannya layaknya seorang putri, Elisabeth terkenal dengan keberaniannya saat di Medan tempur apalagi teknik pedanggnya sudah sangat terkenal di seluruh wilayah.
"Ini putri keduaku, Hana" Raja menunjuk wanita dengan ikatan kepang.
Hana terkenal akan kepintarannya atau strateginya dalam berperang walau fisiknya terbilang lemah tapi otaknya tak bisa diremehkan, setiap perang pastilah Elisabeth membawa Hana sebagi penasihat.
Sampailah perkanalan pada putri yang sedari tadi Ervan herankan.
"Ini adalah putri bungsuku, Diona"
Diona adalah putri bungsu kerajaan Jiramda, bak pinang dibelah dua wajahnya dengan wajah Diona yang Ervan kenal.
Diona terkenal dengan kecerobohannya tetapi ia berambisi, ia memiliki setengah kekuatan fisik kakak pertamanya dan setengah kejeniusan kakak keduanya.

"Kenapa kau juga masuk ke sini? Apa kau tau identitasmu?" tutur Ervan dalam hati.
Mereka semua makan bersama dalam sebuah meja yang amat panjang sembari sang raja bercerita.
Ia mengatakan bahwa Dynamid baru-baru ini menyerang kerajaan Jiramda secara tidak langsung dengan membunuh perwakilan menteri perang yang dikirim ke sana.
"Memang sangat lancang! Mereka mengirim mayatnya dengan peti ke depan kamarku tapi tetap tidak mau mengaku!" teriak raja saat tengah makan.
Ia sangat menggebu mengungkapkan itu karena menteri itu termasuk orang kepercayaannya.

Sementara itu dikerjakan Dynamid Alister pun merasakan kebingungan sama dnegan Ervan, awalnya yang menyambutnya hanyalah dua pangeran tapi ternyata sang raja memiliki satu anak perempuan lain dari selirnya, selirnya sudah meninggal jadi bisa dibilang ia kesepian dalam istana tetapi sang raja sangat menyanyanginya lain halnya dengan permainsuri dan dua pangeran yaitu Surya dan Suryo yang sangat benci padanya.
Saat makan tiba-tiba sang putri datang memberi salam pada semua yang ada di meja makan.
"Salam Ayahanda"
Alister menoleh ke arah suara sang putri sembari minum dan ia tidak sengaja menyembur pelan minumannya.
"Pelan-pelan pangeran," nasihat permainsuri yang duduk di dekat Alister.

"Kemari nak, duduklah! Ini pangeran dari kerajaan Memars."
Alister langsung beridi dan memberi salam begitu pula sang putri yang tengah mengenakan gaun kembang berwarna ungu muda yang dibagian tepi pingganya terdapat pita berwarna sama, ia mengangkat gaun dan menundukkan tubuhnya, terukir senyum indah dari sana.
"Salam pengeran namaku Akira"

Mereka melanjutkan makan sembari raja memberitahu bahwa besok akan datang juga seorang pengeran dari kerajaan Simo di barat yang akan datang dan membentu menyelesaikan masalah.
"Tapi kurasa tak akan bisa diselesaikan masalah ini!" tegas sang Raja.
"Mereka telah menunduk Dynamid membunuh menteri mereka tapi bukannya aku tak tau apa yang mereka lakukan di belakangku, mereka berniat mencuri peta pertahanan kerajaan kami semalam," sambung sang raja.
"Maaf hamba lancang, bagaimana Yang Mulia bisa tahu kalau kerajaan Jiramda yang melakukannya?" tanya Alister pada sang raja.
"Siapa yang tidak tahu kerajaan mereka terkenal akan sihir kertas biru yang bisa dibilang hebat untuk menjelma bentuk apapun dan menjadi mata-mata, kau pasti sudah tahu kan?" tanya raja dengan tatapan tajam pada Alister.
Alister berdehem sebelum menjawabnya.
"Tentu saja tahu, itu kan sudah terkenal," jawab Alister yang berbohong.
"Meski mereka berniat mencuri tapi pertahananku juga hebat sehingga apa yang dikirim mereka tak berhasil, tapi serbuk biru itu tertinggal di sana," papar sang raja.
"Dia melakukan itu artinya dia telah mengirim sinyal perang pada kerajaan kita," timpal Surya.
Kedua pengeran kembari itu bisa dikenali dari tanda lahir di bahunya juga tinggi badannya.
Surya memiliki tanda bulan di bahunya dan tingginya lebih dari Suryo adiknya.

"Kemungkinan begitu," jawab sang raja.
"Hamba tahu Yang Mulia pasti bijaksana, jangan menyimpulkan terlalu cepat," balas Alister dengan menundukkan kepala.

Di halaman belakang kerajaan yang terdapat rumput hijau, Alister tengah memandang bulan sembari menyender tubuh di penyangga tembok besar malam itu lalu suara langkah kaki mulai terdengar dan ia melihat Akira yang melewatinya.
"Tunggu!"
Akira dengan anggunnya memutar tubuh dengan tangan yang ia tautkan di depan perutnya.
"Ada apa pangeran?" tanya Akira.
"Kau... em... Apakah kau merasa mengenalku?" tanya Alister.
"Saya tak mengerti maksud pangeran," balasnya dengan raut wajah bingung.
Alister dari duduknya lalu berdiri tegak di hadapan Akira.
"Mungkin di kehidupan lain?"
Akira tertawa kecil sembari menutup mulutnya lembut.
"Ini kan hari pertama kita bertemu," balas gadis itu lagi.
"Baiklah, em aku akan tidur dulu"
Alister pun meninggalkan Akira.

Entah mengapa mata Alister enggan terpejam, ia memutari istana yang kala itu setiap sudutnya sudah sepi dan hanya ada beberapa pengawal yang berjaga.
Tak lama terdengar suara musik seruling yang sangat merdu, lantunan demi lantunan terasa menusuk telinga tapi di sisi lain seperti membawa kesyahduan tiada tara.
Alister mulai memperhatikan pengawal yang tiba-tiba tergeletak di lantai, dengan cepat ia menutup telinganya.

Alister memperhatikan sekitarnya, gelap juga terasa sunyi.
Ia tersadar akan sebuah siluet melintas di depannya.
"Siapa itu?" tanya Alister dalam hati.
Alister mengikuti bayangan itu, ternyata adalah sosok seorang wanita lebih tepatnya Akira.
"Mau kemana dia?" batin Alister lagi.

Ia mengikuti Akira memasuki sebuah ruangan, seingat Alister tadi siang ada seorang pelayan yang mengatakan bahwa ruangan itu adalah gudang, Alister dengan sangat hati-hati mengikuti dari belakang agar Akira tak mengetahuinya.
Dalam gudang gelap itu ternyata terdapat ruangan rahasia di balik rak bukunya, untung saja mata Alister bisa melihat dalam gelap.
"Akira juga bisa melihat dalam gelap ternyata," gumam Alister pelan.

Di ruangan itu ternyata ada sebuah kamar yang bercahaya remang, sangatlah minim cahaya dengan kasur yang kelihatan berantakan, sebuah lemari di sudut ruangan yang terdapat ruang untuk sembunyi, Alister bersembunyi di belakang lemari itu.
Di depan kasur tepat menempel di dinding ada sebuah cermin retak dan meja di bawah kaca itu.
Akira perlahan melangkah menuju cermin retak yang mana tiap pinggirannya seperti terdapat bercak darah.
Dengan serius Alister memerhatikan setiap keadaan kamar yang cahanya remang itu juga tentunya terus memperhatikan Akira.

Akira mengambil sisir di atas meja, sisir itu berbentuk memanjang dan terlihat tajam.
Akira yang tengah membelakangi Alister dan menghadap cermin retak menyisir rambutnya perlahan, semakin lama ia menekan sisir itu semakin ke dalam, bukannya rapi rambutnya tapi perlahan cairan kemerahan bercampur dengan pekatnya rambut hitam milik Akira, darah dari kulit kepalanya menyatu dengan tiap-tiap tangkai sisir.

Pupil mata Alister membesar dengan cepat, ia yang masih sembunyi mencoba keluar dari ruangan itu, ketika tengah berlari keluar terdengar suara yang terasa sangat menggema ditelinganya.
"Hihihihihihihi..."
Suara itu masih terdengar jelas namun pelan di telinganya sampai ia masuk di kamarnya.

"Dia sebenarnya siapa?" pikir Alister sebelum ia menutup mata untuk tidur, walau tidurnya tak bisa dikatakan tidur yang sebenarnya.

Death Story!(End)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora