43. Penjara Rahasia

127 27 0
                                    

Matahari telah terbit dari ufuk timur, seperti perkiraan Alister pagi-pagi di kerajaan Dynamid sudah terjadi keributan di ruang kerja raja.

Di sana berkumpulah permainsuri, dua pangeran, Akira, Alister serta Kino raja kerajaan barat.
"Lihatlah betapa tidak bermoralnya ini!"
Sorot mata murka tampak berapi-api dari mata raja yang diwujudkan dengan nada suara yang meninggi.
Semua orang berlutut kecuali permainsuri yang mendekati raja untuk menenangkannya.
Alister, Akira, Kino dan dua pangeran menjejakkan lututnya di lantai, dalam kondisi setengah berdiri di hadapan raja dan permsinsurinya.

"Ini surat terkait perekonomian negeri bagaimana bisa mereka melakukan ini!" Semakin tinggi nada suara sang raja.
"Kalau begini bisa-bisa aku menyatakan perang padanya!"
"Mohon ampun Yang Mulia raja, belum tentu benar-benar kerajaan Jiramda yang melakukannya," ujar Alister menyatukan kedua tangan ke depan dengan kepala dan pandangan yang tertunduk ke bawah.
"Bagaimana bukan mereka? Ini jelas-jelas hanya mereka yang bisa melakukan sihir kertas dan cahaya biru khas ini!"
Sang raja mulai memegang jantungnya.
"Suamiku tenang dulu, mari kita bicarakan dengan petinggi lain, jangan marah di depan anak-anak, lebih baik kita cari solusinya," saran sang ratu.

Raja dan ratu pun meninggalkan ruang kerja itu, mereka berempat lalu bangkit dari setengah duduknya.
Alister menatap tajam dua pangeran yang merasa tak bersalah itu.

Di kerajaan Jiramda pun sama, pagi itu terjadi kericuhan.
"Lancang!"
Amukan raja Jiramda seperti terdengar ke seluruh penjuru istana.
Sontak ketiga putrinya, Ervan, Riski dan Akio datang ke sana, mereka semua berdiri di hadapan raja yang tengah memegang lembaran kertas basah, yang mana airnya terus menetes ke lantai.

"Ada apa ayahanda?" tanya Diona, si putri bungsu.
"Mereka merusak berkas penting pertahanan negara, pangeran kerajaan barat bagaimana menurutmu? Apa masih perlu kami berdamai?" tanya sang raja dengan nada merendahkan.

Riski dan Akio dari kerajaan barat berlutut di hadapan raja, melihat dua pangeran berlutut lantas semua yang ada di sana ikut berlutut di hadapan raja.
"Ampun Yang Mulia, hamba tidak bisa memberi jawaban," jawab Riski.
"Ampuh juga Yang Mulia, hamba hanya tahu es beku itu hanya dikuasai anggota keluarga kerajaan Dynamid, selebihnya hamba tidak bisa memberi prediksi," sambung Akio.
"Maaf Yang Mulia, masalah ini lebih baik diusut lebih dalam, belum tentu kerajaan Dynamid yang melakukannya," timpal Ervan.

Sang raja mengibas jubah keemasan yang saat itu tengah ia pakai sebelum ia bicara.
"Jika kubiarkan begini terus, mahkota ini tak akan ada artinya," ujar sang raja sembari memegang mahkota di kepalanya yang terbuat dari emas dihiasi berlian.
Semuanya hanya terdiam, tak mengerti akan maksud raja.
"Gawat, apa dua kerajaan akan berperang?" batin Ervan.
"Pergilah kalian semua!" tegas raja tak lama setelah Ervan bergumam sendiri.

Alister di setiap detik tak pernah melepaskan pengawasan dari dua pangeran, pagi sampai sore tak ditemukan kejanggalan pada dua pangeran sampai tibalah saat matahari mulai menuju ufuk barat, cahaya kekuningan senja yang akan menjadi gelap telah hadir di pandangan Alister saat itu.
Alister melihat gelagat aneh dari kedua pangeran, ia kembali mengikuti pangeran dengan kemampuan yang ia miliki.
Pangeran menuju sel bawah tanah tempat dimana para penjahat di kurung, di sana terdapat banyak tahanan pria yang mana bajunya compang-camping dengan tubuh kurus serta borgolan di kaki dan tangan mereka, beberapa dari mereka rambutnya panjang dan sangat tak terurus.
Membentuk lorong sel-sel yang berjejer cukup panjang itu dengan orang di dalamnya seperti monster yang tak terurus.

Dua pangeran memasuki sel paling ujung, di sana tak ada orang.
Kedua pangeran membuka kunci sel itu lalu masuk ke dalam sel kosong.
Ternyata di balik tembok itu terdapat ruangan rahasia, Alister hanya menunggu di luar sampai dua pengeran kembali lagi.

Saat kedua pangeran sudah pergi dari sana, barulah Alister masuk ke dalam sel itu dengan menghancurkan gembok.
Ia menekan-nekan kombinasi gambar yang tersedia di tembok dan dengan sekali percobaan dia berhasil.

Ia pun masuk ke sana dan langsung mencium bau melati yang sangat menusuk hidung.
Pijakannya adalah jerami, tempat itu seperti gua dengan banyak batu besar yang dapat menjadi sandaran, pada batu besar di depannya ada seorang pria yang sedang terikat.
Pria itu sangat tak asing.
"Dityo!" teriak Alister sembari ia berlari ke arah Dityo yang terlihat sangat kumal dengan bergol dikedua tangan dan kakinya, tak hanya itu tubuhnya pun terlilit rantai.

Ia diikat seolah dia adalah tahanan yang benar-benar tak boleh hilang dari sana.
"Si-siapa kau?" tanya Dityo pada Alister.
"Ba-bagaimana kau tau namaku?"

Dityo bertanya kembali sementara Alister sibuk melepas rantai itu.
"Percuma ini telah dimantrai dan akan terus melekat dalam diriku sampai aku mati, tidak bisa dilepas kecuali berasal dari keluarga kerajaan dari 4 penjuru," balas Dityo.
"Kenapa? Kenapa mereka menyiksamu? Apa dua pangeran yang melakukannya?" tanya Alister.

Alister menutup matanya, ia bersila di depan Dityo dan meletakkan tangan di pahanya, sangat berkonsentrasi penuh akan rantai itu.
Cahaya putih bersinar perlahan keluar dari tubuhnya yang semakin lama cahaya itu semakin benderang.

Seluruh rantai yang ada di tubuh Dityo terlepas, Dityo pun memaksa tubuhnya yang lemah untuk bangun lalu memberi salam.
"Salam Yang Mulia."
Tubuh Dityo seperti orang mabuk yang berdiri pun rasanya tak sanggup, dengan cepat Alister mendekati Dityo dan memapahnya.
"Jangan banyak bergerak!"

Tiba-tiba dari batu sebelah kanan keluar banyak panah yang mengarah ke arah mereka.
"Menunduk!" teriak Alister.
Masih dalam keadaan memapah Dityo ia membawa tubuhnya terbang, menunduk dan menghindar dari panah yang melesat dari segala arah.
"Selamatkan dirimu sendiri!" tegas Dityo.
Alister mendorong kuat tubuh Dityo yang hampir terkena panah.
Tak lama ia mulai menggendong Dityo lagi sembari berkata, "Tidak, kenapa mereka mengurungmu? Apa yang kau tau?" tanya Alister.
"Aku hanya ingat..."
Alister menarik ke belakang tubuh Dityo karena anak panah berganti belati yang melesat hampir mengenai kepala Dityo.
Alister menarik Dityo kembali, mendekatinya melawan berbagi serangan yang dari tadi tak berhenti keluar dari batu-batu itu.
"bahwa Akira...." Dityo bersuara kembali.

Mendengar nama Akira fokusnya sedikit teralih, hampir saja belati mengenai pipi kanan Alister tetapi dengan cepat ia mengelak.
Alister memeluk pinggang Dityo dan membawanya sedikit melayang di udara menghindari serangan.
"Lanjutkan!"
Mereka bicara sembari berputar-putar di gua, di atas udara.
"Akira sudah mati tapi dia dibangkitkan oleh...."
"Dua pangeran?" sahut Alister.
Alister menapak kakinya pada sebuah batu di pinggiran gua dan hendak menempelkan tubuh mereka ke atas langit-langit gua untuk menghindari serangan.
Mereka berdua kini telah menempel di atas gua.
"Aku adalah saksi, bisa dibilang Akira dibunuh oleh dua pangeran tapi sebenarnya..."

Sayang sekali sebelum Alister mengetahui faktanya Dityo sudah mati terlebih dahulu.
Di atas langit-langit gua itu tersembunyi sebuah tombak runcing yang mencegah Dityo mengatakan kebenarannya.
Tombak itu lngsung muncul dan menyentuh bagian belakang tubuh Dityo sampai melewati bagian depan perutnya, darah tersembur dari mulut Dityo dan dia terjatuh ke lantai dengan perutnya melewati lagi sepanjang tombak itu, darah berceceran di perut juga mulutnya.
Saat itulah baru serangan dari segala  arah terhenti.
Alister menatap mayat Dityo yang tengah terbaring di tanah gua dan ia menetes air mata di sana, darah dari tombak runcing yang ada di atas pun turut jatuh setetes demi setetes ke arah wajah Dityo yang ada di bawah tombak itu.

Alister dengan cepat meninggalkan tempat itu untuk mencari Akira ataupun dua pangeran, lagi-lagi instingnya mengatakan bahwa dia harus mencari salah satu dari mereka bertiga.

Death Story!(End)Where stories live. Discover now