-SEMBILAN-

3.7K 329 5
                                    

"And I've moved further than I thought I could.
But I missed you more than I thought I would."

-
🍃
-


Nadia menatap lekat mata Tara. Kemudian dia berdiri tegak, memegang kedua tangan Tara yang masih menempel di pipinya. "But we can't, Tara."

"Kalau kita nggak bisa, kenapa kamu nyuruh aku untuk tetap disini?" Tanya Tara. "Kalau kamu tersiksa dengan keadaan kita sekarang, kenapa kamu nggak membiarkan aku pergi aja?"

Nadia kembali memejamkan matanya, mengatur emosinya dan menata hati dan pikirannya. Walaupun dia mau, tapi dia tidak bisa. Ia tidak ingin menghancurkan hubungan orang lain, terlebih orang itu adalah orang yang masih dicintainya.

"Fine." Nadia mundur selangkah, membuka pintu apartemennya. "I'll let you go."

Tara terbengong, tidak menyangka Nadia akan membiarkannya pergi begitu mudahnya. Tapi dia sendiri tidak bisa menyangkal sakit hatinya ketika Nadia mengusirnya seperti ini.

"Kenapa? Bukannya kamu mau pergi?" Tanya Nadia, melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Itu yang kamu minta, 'kan? I do what you want, Tara. Now, please."

"Seriously?" Tara mendengus.

"Aku cuma melakukan apa yang kamu mau." Nadia berkata dengan kalem. "Kamu mau pergi, silakan. Aku nggak akan nahan kamu."

"Kamu kenapa sih selalu jadi orang yang nurut apa kata orang lain? Dari dulu pas kita masih pacaran kamu selalu iya-in apa yang aku mau tanpa mikir dua kali. Dan selalu begitu. Ketika aku pengen putus dari kamu juga kamu ngebiarin aku pergi gitu aja tanpa ada usaha menahan atau mengejar aku. Sekarang juga sama." Ucap Tara, maju selangkah sambil menunjuk-nunjuk Nadia.

Nadia menghela nafas panjang, menatap langit-langit apartemennya dan menggigit bagian dalam pipinya. Sebelum Nadia sempat menjawab, HP Tara berdering dan itu kesempatan Nadia untuk menyingkir, namun masih sempat mendengar obrolan Tara.

"Iya, besok aku jemput." Jeda sejenak, Nadia lalu menuju dapur dan mengambil bir-nya. "Bye. I love you."

Setelah Tara menutup sambungan telponnya, ia melihat Nadia baru saja keluar dari dapur dan berjalan menuju balkon apartemen ditemani sebungkus rokok dan beberapa botol bir.

"Just go, Tara. Go." Kata Nadia lelah. "Ingat kamu itu pacar orang dan kamu nggak harus se-kepo ini sama 'teman' kamu. Just let me do whatever I want. Tolong tutup pintunya pas kamu keluar. Makasih."

"Unbelievable." Tara bergumam namun Nadia masih bisa mendengarnya dengan jelas.

°•° °•° °•°

Nadia membutuhkan amunisi untuk menemani hari-harinya yang sepi semenjak dua tahun belakangan ketika dia sedang tidak ingin melakukan apa-apa. Ia pergi ke Gramedia untuk membeli buku-buku tentang bisnis, kuliner, kopi dan novel-novel ringan untuk bacaan kala santai.

Setelah dia rasa cukup, dia mampir ke Ambarrukmo Plaza yang satu jalur ke arah apartemennya untuk membeli beberapa makanan dan minuman sebelum ia bawa ke kedai.

Nadia sering sekali memberikan makanan atau minuman kepada karyawannya. Jika shift siang mendapat hadiah dadakan, kalau shift malam mendapat traktiran makan-makan. Hal ini Nadia lakukan untuk lebih mendekatkan diri ke karyawannya.

Memang tidak asal dia melakukan itu, takut juga jika disalah-artikan kebaikannya, tapi selama mengenal mereka, mereka semua tidak pernah aneh-aneh dan malah menaruh respek lebih kepadanya.

Kebanyakan karyawan Nadia memang mahasiswa yang mencari pekerjaan part time, pekerja full time hanya empat orang yang Nadia percayakan untuk ikut mengawasi kedai.

Sembari memilih roti di Bread Talk karena memang Nadia suka sekali dengan croissant disana, mata Nadia menangkap dua sosok yang berjalan ke arahnya dan ia tahu siapa salah satu diantara mereka.

Tara terlihat mesra sekali menggandeng seorang pria dan pria itu juga menunjukkan gelagat yang sama. Udah tiga hari dan dia masih disini? Anjir gila, puas banget mainnya pasti itu. Batin Nadia. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Eh? Ngapain juga gue mikirin mereka. Ugh.

"Nadia?" For god's sake. "Hey."

"Hai, Tara." Nadia memaksakan sebuah senyuman kepada dua insan di hadapannya. "Fancy to see you here."

"Ehm, cuma iseng jalan-jalan aja." Sahut Tara kaku. "Eh iya, kenalin ini Adam. Adam, ini Nadia, teman SMA dan kuliah aku."

"Adam." Adam mengulurkan tangannya dan Nadia menjabatnya sebentar.

"Nadia." Nadia memaksakan senyum. "Aku bayar ini dulu, ya? You two have fun."

"Thanks, Nad." Adam menjawab Nadia. "Yuk, Sayang."

Tara tidak berani menatap mata Nadia, namun ketika Adam melihat ke arah lain, dirinya sibuk mencari Nadia dan disaat itu juga Nadia sedang menatapnya dengan raut wajah yang sulit sekali Tara baca apa maknanya.

Hal itu benar-benar membuat mood Nadia seketika hancur. Jika kamu sayang sama orang, lepasin dia. Kalau dia kembali, berarti dia memang untukmu. Tapi kalau enggak, berarti memang dia bukan takdirmu.

Kata-kata itu berulang-ulang terputar di otaknya. Ya, Tara memang kembali. Tapi dia kembali bukan untuk dirinya. Nadia menghela nafas panjangnya dan mencoba untuk menerima keadaan yang ada.

Setelah urusannya selesai, Nadia kembali ke kedai, memberikan semua yang dibelinya kepada karyawannya yang bekerja di shift satu itu.

"Mbak, you're the bestest!" Ucap Lingga setelah dia meneguk minuman favoritnya dari Starbucks.

"Lha ngene iki bos sing jos gandos kotos-kotos." Timpal Ade yang dibelikan donut favoritnya dari JCO. (Gini ini bos yang luar biasa baiknya.)

Nadia hanya tertawa mendengar pujian dari semua karyawannya siang itu. Melihat mereka semua senang membuatnya melupakan kejadian tadi di mall dan Nadia sangat bersyukur akan hal itu.

"Jangan keasyikan menikmati kopi produk lain kalo kopi racikan Mbak Nadia nggak kalah enaknya." Celetuk Rani yang sedari tadi Nadia lihat hanya bersandar di pintu dapur yang menghubungkannya dengan bar.

"Kalo itu nggak perlu ditanya." Ghani turut berkomentar. "Aku paling suka sama Regalisasi Kopi a la Mbak Nadia."

"Wee, enak Arena Susu yo!" Sahut Fajar tak mau kalah.

"Ya lebih enak Matchu Pichu!" Terdengar suara Dea dari dapur.

"Wes, wes. Pokok'e enak kabeh!" Suara Lingga meredam perdebatan kecil mereka dan Nadia hanya tertawa mendengarnya. (Sudah, sudah. Pokoknya enak semua!)

Sungguh bahagia rasanya menikmati suasana kekeluargaan yang sangat erat seperti ini. Mengingatkannya kepada masa kecilnya di tengah-tengah keluarga yang harmonis walau saat ini pikirannya sedang berada di tempat lain.

Apa dia mau gituan sama pacarnya, ya?

🌹

Running After You (gxg) (completed)Where stories live. Discover now