2. Abu-abu yang Menakutkan

349 51 8
                                    

Menjadi seorang pengangguran dan baru saja patah hati membuat hidup Jonathan berantakan. Hal itu tercermin dari isi apartementnya yang semula selalu rapih, bersih, dan wangi berubah menjadi kapal pecah; barang-barang dan sampah berserakan dimana-mana.

Jonathan bahkan jadi jarang mandi dan hanya makan seadanya—itupun kalau ia ingat. Mata Jonathan yang biasanya selalu terlihat tajam dan penuh sekarang tergantikan dengan tatapan kosong yang mengkhawatirkan.

Keadaan laki-laki bersurai hitam legam itu sangat menggambarkan istilah 'Hidup segan, mati tak mau'.

Suara dering ponsel mengalihkan perhatian Jonathan dari pop mie yang menjadi menu makan malamnya. Nama Loren tertera di sana.

Jonathan buru-buru menenggak habis kuah pop mie hingga tandas, kemudian mengangkat panggilan telepon itu.

"Hallo?" ucap Jonathan sambil menyeka bibirnya yang basah dengan punggung tangan, lalu melempar bungkus pop mie ke tempat sampah namun meleset.

"Zeroness, Joe!" ucap suara dari sebrang sana.

Zeroness adalah nama sebuah kelab malam yang sudah seperti rumah kedua bagi Jonathan, dan Loren. Mendengar ajakan itu, untuk pertama kalinya dalam satu bulan ini Jonathan merasakan sebuah percikan semangat.

"Ayolah, udah lama lo nggak ngumpul," bujuk Loren saat Jonathan tidak juga berusara.

"Oke," ucap Jonathan pada akhirnya. "Ruangan biasa, kan?"

"Gitu dong! Iya, ruangan biasa,"

Sambungan telepon tak lama terputus, dan secepat kilat Jonathan mandi, mengganti pakaiannya dengan jeans, kaos hitam, dan jaket kulit. Setelah memastikan rambutnya tertata rapi dan menyemprotkan parfum, Jonathan melangkah ringan ke luar apartement.

Saatnya bersenang-senang, pikirknya.

Keputusan Jonathan untuk bersenang-senang di Zeroness sepertinya salah besar. Bukannya meringankan pikirannya yang sudah seberat beton di pundaknya, ia malah dibuat jengkel oleh ketiga temannya.

"Hahahaha lo diselingkuhin sama si Mila?" Loren tertawa lebar, setelah Jonathan menceritakan apa yang baru saja terjadi di kepadanya. Laki-laki dengan rambut ikal sebahu itu sama sekali tidak menyadari air wajah Jonathan yang mulai berubah mengeras.

"Udah diselingkuhin, hamil pula. Joe, lo rugi parah, njing! Lo yang jagain dan beliin dia ini itu, tapi yang nyobain perawannya Kamila malah si Jerry." Loren kembali tertawa, "Itu pun kalau tuh cewek masih perawan. Tapi gue sih nggak percaya."

Loren dan Kris saling bertos sambil tertawa meledek.

"Joe," Robin menyentuh bahu Jonathan dan meremasnya. "Udah gue bilang, jangan pernah percaya sama omongan cewek, apalagi yang kaya Kamila. Dia itu cuma sok suci."

"Iya, Joe. Lo jadi cowok bego banget, sih. Cewek tuh jangan pernah diseriusin. Mereka dibuat Tuhan cuma buat jadi mainan cowok."

Mendengar ucapan Kris barusan, Jonathan langsung mengepalkan tangannya menahan emosi.

"Lo bukannya udah punya contoh ya? Nyokab lo kabur sama selingkuhannya dan ninggalin lo sama bokab lo. Dan lo masih aja bego—"

Jonathan berdiri dan langsung menarik kerah baju Kris. "Jangan berani-beraninya lo ngomongin nyokab gue."

Meski kaget, Kris hanya mendengus dan menatap Jonathan tepat di matanya. "Kenapa? Bukannya itu kenyataan? Nyokab lo emang selingkuh terus pergi ninggalin lo dan bokab lo. Terus bokab lo jadi gila gara-gara itu."

Candle Light✔️Where stories live. Discover now