28 - Under The Spotlight

9.6K 2.2K 127
                                    

Sungguh hari yang luar biasa. Belum pernah Neri begitu menunggu kehadiran Pra dan menyambutnya dengan kebahagiaan luar biasa.

"Hari ini lancar?" tanya Pra, sambil menunggu Neri hingga duduk dengan nyaman di sebelahnya yang sedang berada di belakang kemudi.

"Lancar, meskipun deg-degan," jawab Neri. "Tapi yang paling bikin sport jantung, aku menunggu kepastian Bu Grace untuk meluangkan waktu siang ini."

"Steven?"

"Aman terkendali."

Neri merasa berhak diapresiasi atas aktingnya pagi ini. Bahkan Steven pun terlihat percaya dengannya. Pria itu muncul di ruangan Neri tadi pagi, sesaat setelah gadis itu tiba.

"Sudah sarapan?" tanyanya lembut, penuh perhatian.

Neri mengangguk. Berusaha menepis bayangan bagaimana pria itu menghabiskan akhir pekan bersama Lidya, kemudian menebar pesona seperti ini kepadanya. Kemampuan Steven berpura-pura memang sungguh luar biasa!

"Ner, urusan bersama Lidya..."

"Maaf, Pak, saya belum berminat membahasnya kambali," potong Neri cepat.

"Pak? Lagi?" Steven menampilkan ekspresi sedih terbaiknya, yang sudah tidak mempan lagi bagi Neri.

"Untuk saat ini, lebih baik kita kembali ke hubungan profesional, Pak. Saya berjanji untuk tutup mulut, kok," kata Neri meskipun dia benci sekali harus menyebutkan hal ini. Tetapi dia selalu ingat saran dari Pra sehari sebelumnya, agar jangan gegabah dalam bertindak. Kamu sudah rugi banyak, Ner. Jangan sampai karena menuruti emosi, kamu rugi lebih banyak lagi.

Steven menghela napas panjang. "Baiklah kalau begitu. Meskipun sebenarnya kita masih bisa melanjutkan hubungan itu, Ner. Aku nggak bohong ketika mengatakan kalau sebenarnya perasaanku sama kamu benar-benar murni. Itu yang membuat Lidya marah besar. Tetapi aku juga mengetahui hubungan kami mungkin tidak akan berlangsung lama. Karena aku..."

"Pak, maaf. Saya tidak ingin mendengarnya," Neri lagi-lagi memotong meskipun kali ini sambil menundukkan kepala. Muak, tahu?

"Ups, maaf kalau aku membuatmu bosan dengan hal ini."

"Iya, Pak," Neri mengangguk.

"Kita makan siang di mana?"

"Ehm ... sebenarnya saya ingin meminta izin siang ini, Pak," Neri menyambar kesempatan ini.

"Kok?" Steven terlihat kaget.

"Minggu lalu saya sudah berusaha keras menyiapkan segala hal sehingga minggu ini semua bisa berjalan lancar. Jadi sekarang saya ingin istirahat sebentar. Setengah hari saja. Setelah makan siang saya nggak balik ke kantor dulu. Bisa, Pak?"

"Kamu makan siang..."

"Kalau Bapak kasih izin saya untuk libur setengah hari, saya akan menghubungi teman SMA yang sudah lama tidak bertemu. Kebetulan dia baru kembali ke Malang karena suaminya cuti," Neri berbohong dengan lancar. "Boleh, Pak?" tanyanya penuh harap.

"Ehm ... baiklah kalau itu maumu," kata Steven akhirnya. "Anggap ini sebagai salah satu caraku meminta maaf atas semua yang terjadi, Ner."

Ini aja? Enak banget! Setelah memorakporandakan hidupku! Neri memuji diri sendiri karena bisa sangat sabar padahal sudah ingin sekali melempar kursi ke wajah Steven yang penuh kepalsuan.

***

Bu grace tidak menutup-nutupi keterkejutannya ketika tadi Neri menghubunginya beberapa jam yang lalu. Sekarang wanita itu semakin terkejut melihat Pra menemani Neri, menemuinya di kantor pribadinya.

Marry Me Marry Me NotDonde viven las historias. Descúbrelo ahora