8. Apakah Harus Berakhir?

4.4K 450 64
                                    

Debi terhanyut dalam kejadian tadi, di mana dia yang teringat dengan tingkah Dino yang menurutnya sangat aneh. Tidak tau kenapa pikirannya mengajak untuk memikirkan laki-laki itu saat ini. Seperti ada rasa penasaran dalam dirinya. Padahal jam telah menunjukkan pukul 12 malam lebih 15 menit namun cewek itu belum merasakan kantuk justru dia sejak tadi mesem-mesem tidak karuan.

"Lucu banget sih." Tanpa sadar Debi menggulingkan tubuhnya ke arah kanan lalu tersenyum. Tapi sesaat kemudian dia ingat kalau dia itu sudah punya pacar.

"Astagah Debi! Nggak boleh! Inget lo udah punya Revan!" Peringat Debi pada dirinya sendiri dengan memukul kepalanya agar dia tersadar dari apa yang barusan dia pikir kan itu tidak benar.

Debi kemudian memeluk guling yang ada disebelahnya dengan tersenyum, "habis Dino gemesin sih gak kayak Revan."

Kemudian dia menyembunyikan wajahnya yang memerah akibat malu pada guling. "Dino,"

Tak berapa lama kemudian gadis itu terlelap tanpa disangka, memikirkan kejadian tadi membuatnya sampai terbawa mimpi.

  * * *

Keesokan paginya, Dino yang sedang sarapan mendadak dikagetkan oleh kemuncul sesosok yang menganggunya akhir-akhir ini bahkan  semalam kurang puas menganggunya saat dia sedang bersama Debi dan makhluk itu hampir saja membuatnya lepas kendali. Lepas kendali yang dimaksud Dino adalah kesurupan. 

"Apa mau lo sih? Kalau lo mau cepet-cepet ketemu gue nggak bisa. Gue manusia punya aktivitas juga," ucap Dino langsung karena dia tidak bisa bertele-tele dalam menghadapi makhluk seperti itu.

"Kamu tenang saja, saya akan menunggu. Hanya saja saya ingin menampakkan diri saya saja dihadapan kamu agar kamu tidak lupa." Catlin tersenyum sembari merubah wujudnya agar Dino bisa lebih santai saat didekatnya.

"Terserah lo, yang penting jangan ganggu gue."

Dino kemudian buru-buru menghabiskan sarapannya dan bergegas untuk ke sekolah. Namun karena teringat sesuatu dia berhenti sejenak.

"Lo jangan sampai muncul dan nyapa atau ngajak gue ngobrol di sekolah. Bahaya," ucap Dino dengan memperingati Catlin.

"Iya."

Lalu Dino berjalan meninggalkan ruang makan tersebut. Saat di depan rumah dia disambut dengan hangat oleh Bik Eni yang sedang menyirami tanaman milik Laras—-Mama Dino. Wanita paruh baya itu menghentikan kegiatannya saat dia melihat Dino yang baru saja keluar rumah.

"Eh pagi mas Dino," sapa Bik Eni.

Dino membalas sapaan wanita itu, "Pagi juga Bik." Hari ini karena cuaca terlihat mendung membuat Dino lebih memilih menggunakan mobil untuk berjaga-jaga kalau nanti hujan mendadak turun.

"Eh mas Dino, Bibik mau ngomong sebentar bisa? Soalnya ketemu mas Dino baru pagi ini semalem mas Dino juga nggak ada kan."

Dino mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam mobil dan berjalan menuju ke arah Bik Eni.

"Bisa Bik, mau ngomong apa?" tanya Dino.

Bik Eni meletakkan selang yang ia gunakan untuk menyirami tanaman tadi ke tanah lalu dia berjalan mendekat untuk menghampiri Dino.

"Kemarin Bibik ngerasa aneh aja mas, tumben." Bik Eni memperlihatkan raut wajah serius.

"Aneh kenapa Bik?"

"Waktu Bibik bersih-bersih gudang Bibik ngerasa kayak beda banget mas suasananya. Terus habis itu sebelum mas Dino pulang tiba-tiba Bibik kayak bukan Bibik gitu," kata Bik Eni.

Dino menautkan alisnya. Dia berpikir apa hal itu ada sangkut pautnya dengan surat yang diberikan oleh Bik Eni kemarin padanya?

"Bibik kemarin ngasih amplop ke Dino kan? Itu dapet darimana?" tanya Dino memancing.

Dino untuk DebiOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz