LTL || Part 20

451 19 0
                                    

Tidak salah mempercayakannya kepada orang lain. Namun, bagaimana jika kepercayaan itu justru dimanfaatkan?

"Aku bisa pulang sendiri, Raka. Lagian 'kan, kamu ada banyak kerjaan."

Tanpa menoleh sedikitpun, Raka tetap dalam pendiriannya. Dia harus mengantar Valenzi selamat sampai rumah.

"Raka ...," ucap Valenzi. Kali ini kedua tangannya memegang lengan kiri Raka yang tengah fokus mengemudi.

"Zizi ..., gue yang nganter lo pulang, titik. Lagian kerjaan bisa gue kasih ke kepala dewan."

Valenzi mencebikkan mulutnya. Dia kembali memperbaiki posisi duduknya.

"Dianter suami kok cemberut?" Tangan Raka terulur untuk mengusap puncak kepala Valenzi.

"Raka ...."

Raka bergumam sebagai jawaban. "Ka-kalo aku gak hamil, apa kamu masih mau sama aku?" cicitnya.

Raka mengubah raut wajahnya. Hanya gurat datar yang terpancar dari sana.

Jantung Valenzi terasa berdegup cepat. Dia tidak akan pernah siap ditinggalkan Raka. Meski hanya mencari wanita agar mendapatkan seorang anak.

Dia tidak tahu pasti, dirinya bisa hamil atau tidak. Yang jelas, dia tidak akan pernah bisa hidup tanpa suaminya.

"Raka--"

"Obatnya tadi udah dibawa, 'kan?" tanya Raka, mengalihkan pembicaraan mereka.

Rasa gelisah menyelimuti perasaan Valenzi.

Valenzi mengangguk pelan. Matanya sesekali melirik Raka yang fokus menyetir dengan raut wajah datar. Bahkan lebih terlihat menakutkan.

"Hati-hati," ucapnya.

Valenzi mengangguk, membuka pintu mobil dengan hati-hati seperti yang diperintah oleh Raka.

"Bisa jalan? Atau mau digendong?"

"Aku bisa jalan sendiri," jawab Valenzi singkat. Dia berjalan memasuki rumah lebih dulu, dan meninggalkan Raka yang masih di halaman.

Raka mengernyit. "Apa gue ngelakuin kesalahan?" gumamnya.


Valenzi selesai mengganti pakaian, dia berbaring di atas kasurnya. Menatap langit-langit, sembari berpikir kesana-kemari.

Hanya gara-gara kejadian hari ini, entah kenapa membuat Valenzi merasa sedih berlebihan. Toh, masih bisa dicoba lagi, dan tidak menutup kemungkinan dia bisa hamil.

"Sayang, lo kenapa?" tanya Raka yang menyembul dari balik pintu.

Valenzi menggeleng, dia justru menggulingkan badannya ke samping, membelakangi Raka.

Raka yang merasa ada yang tidak beres, pun mendekati Valenzi.

"Zi ..., sini deh, duduk samping gue."

Valenzi bergumam pelan, lalu beranjak duduk di samping Raka, di tepi kasur.

"Lo salah paham yang di mobil, ya?"

Valenzi menggeleng. Raka menatap manik mata Valenzi yang menyendu sejak tadi. Dengan gerakan cepat, dia merengkuh tubuh Valenzi, menariknya hingga menubruk dada bidang miliknya.

"Gini ya, istriku tersayang. Kalo ngomong itu yang bener," ucapnya sembari mengusapkan jari telunjuknya di atas bibir mungil Valenzi.

"Gue gak suka lo ngomong kaya tadi, ucapan adalah doa. Lo tau, 'kan?" lanjutnya.

Love To LifeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt