[25]°Dor!

15 21 22
                                    

┌─────────────────┐

-ˋˏNitrogen dalam DNA kita. Kalsium dalam gigi kita. Besi dalam darah kita. Karbon dalam pie apel, kita terbuat dari dalam bintang yang runtuh. Kita terbuat dari bintang.ˎˊ-
—Carl  Sagan

└─────────────────┘
...

Aku terdiam, memandang jendela. Menikmati rintihan, juga isakan hujan. Beginilah keadaanya. Kesedihan menjelma dalam bahasa hujan. Memperjelas rasa, memperkuat suasana.

Hujan datang dalam isyarat berbeda.  Merintih, berkecamuk, dan bersatu padu. Melambangkan rasa, juga asa yang hancur.

Tak bisakah hujan menghilang saja? Kamu terlalu jelas menampakan perasaanku saat ini. Pergilah, bawa pergi kesedihanku juga. Pergi, kumohon.
Luna F l o e

...

"Awalnya kami sama. Perkumpulan makhluk non-manusia yang memiliki tujuan berbeda, tapi tetap menjunjung kebersamaan. Hanya saja.. Beberapa dari kami mulai memisahkan diri, membentuk aliansi baru, dan membentuk satu tujuan terlarang. Membahayakan kami, juga manusia. Terkadang memanfaatkan hal - hal terlarang hanya untuk mencapai tujuan yang labil. Saeva, bisa disebut seperti itu"

Dengan pandangan kosong, aku tertawa pelan. "Hingga memanfaatkan manusia? Memanfaatkan ibuku? Apa yang mereka lakukan pada ibuku!!"

Teriakan demi teriakan terdengar dari nada bicaraku. Al didepanku hanya menatapku tenang, seakan tidak tertarik untuk menenangkanku.

"Mereka bisa saja membunuh ibumu, dan menganalilis otaknya untuk mengetahui bagaimana gerak - geriknya, cara bicaranya, atau apapun itu. Ini sering terjadi. Bahkan makhluk non-manusia pun banyak yang menjadi korban. Aku turut bersedih, tapi menangis untuk saat ini tidak terlalu berguna. Aku bukan melarangmu menangis hanya saja, kau tidak lapar? Kurasa ini sudah waktunya sarapan" ia tersenyum, menampilkan matanya yang mulai menyipit, dan geliginya yang gingsul. Menampilkan pemandangan manis yang menyejukan hati.

Tanpa sadar kini sesuatu dalam diriku merasa panas dan tidak nyaman. Rasanya ingin segera menjauh darinya. Eh—?

"Ayo masak!" ia menarik tanganku menuju dapur, lalu mulai mengeluarkan telur, roti, margarin, tomat, sawi, keju, dan teflon.

Bisa ditebak ia akan membuat sandwich. Eh—darimana dia mempunyai semua ini?

"Kamu bisa memasak?" kataku sambil mulai menyalakan kompor dan memasukan margarin.

"Hidup sendiri bukan berarti tidak butuh makanan. Memang tidak—hanya saja aku menyukai rasa makanan manusia. Jangan pikirkan—sebenarnya aku tidak butuh makanan" ia tertawa renyah, mau tidak mau aku ikut tertawa juga walau sebenarnya lawakannya tidak lucu.

Al mulai melubangi bagian tengah roti dengan cetakan. Ia bilang itu untuk telur setengah matang agar terlihat imut.

Decisan margarin di kompor mulai terdengar. Harum makanan mulai menyeruak. Membuat siapapun yang mencium ini akan merasa lapar.

Ia mulai menyusun sandwich itu. Roti, sawi, tomat, keju, telur lalu roti lagi. Ia mengulangnya satu kali lagi hingga terdapat dua buah sandwich. Tak lupa ia menuang dua gelas susu sebagai pelengkap. Ah.. Ini makanan yang aku rindukan sejak lama.

 ℂ𝕙𝕠𝕠𝕤𝕖°  ༒【ᴛʜᴇ ᴄᴀᴛᴀꜱᴛʀᴏᴘʜᴇ ʙᴇɢᴀɴ】༒[Completed]Where stories live. Discover now