PROLOG

132 22 23
                                    

Seorang gadis terdiam di dalam kamar seraya menutup telinganya rapat-rapat di luar begitu berisik, sampai terdengar benda jatuh. Ia semakin meringkuk ketakutan.

Brak! Brak! Prangggg!

Hingga suara itu berhenti dengan sendirinya. Sang gadis mencoba mengintip dari celah pintu, di luar sangat gelap. Ia terjatuh ke lantai menangis sesenggukan, sudah belasan kali orangtuanya bertengkar sampai membanting barang sangking parahnya.

Angelita Keyra akrab dipanggil Tara. Meski usianya tujuh tahun ia sudah tahu bahwa orangtuanya berubah. Setiap malam meributkan hal-hal kecil sampai tak ada yang peduli padanya. Tara menjadi gadis pendiam. Tidak ada tempat untuknya berlindung. Di sekolah selalu dijahili oleh teman-temannya bahkan membuatnya tak memiliki teman. Tara si gadis kesepian.

------

Tara menyembunyikan kertas ulangannya di balik badan. Kakinya melangkah ke dalam rumah. Usai dari sekolah Tara langsung pulang dan ingin memperlihatkan nilainya  kepada kedua orangtuanya.

Baru saja kakinya menginjak lantai, di depan sana kedua orangtuanya kembali cekcok.

"Aku selalu salah di mata kamu, dahlah kita cerai saja," putus Arya–Ayah Tara.

"Yaudah, aku sudah nggak kuat hidup sama kamu," kata sang istri–Tiara–Ibu Tara.

Usai bertengkar mereka semua pergi meninggalkan Tara. Tangan kecilnya meraih tangan Ibunya. "Ibu, jangan pergi ...," lirihnya dengan mata berkaca-kaca. Tiara menepis tangannya kasar.

"Aku bukan Ibumu dan satu lagi, sebaiknya kau mati saja sana! Ini semua karena kehadiranmu yang tak berguna," celanya dengan tatapan sinis. Tara menangis.

Tiara menulikan telinganya, tangan putihnya menarik koper keluar rumah, mengendarai mobil meninggalkan semuanya. Tara menatap kepergian Ibunya nanar.

"Kau liat, Ibu macam apa yang menelantarkan anaknya? Dasar perempuan gila," timpal Arya.

"Kalau kalian pergi, aku gimana?" tanya Tara sendu.

"Hiduplah seorang diri. Kau sudah besar bukan? Aku tidak sudi merawatmu karena kau bukan anakku," katanya cuek.

Tara ditinggalkan seorang diri di rumah besar. Ayah dan Ibunya memilih pergi,  meninggalkannya dengan banyak luka yang tak akan pernah pudar.

Tak seorang pun tahu bahwa dirinya hidup atau tidak. Orangtuanya pun memilih pergi kini hati dan perasaannya mati rasa.

-----

Di sebuah klub malam

Seorang gadis menari riang gembira di lantai dasar, bergonta-ganti pasangan. Pakaiannya terbilang seksi, dengan dress ketat sepaha menampilkan dada mungilnya yang berisi, parasnya yang cantik membius kaum adam.

Sang gadis duduk sambil minum alkohol, ia menenggak minumannya sampai habis. Seorang pria mendekatinya.

"Hay cantik, sendirian aja," godanya dengan tatapan genit. Sang gadis mendelik sinis. Tangan nakalnya sudah mulai menjelajahi tubuhnya. Sang gadis menepisnya kasar.

"Enyah kau," desisnya tajam.

Sang lelaki tertawa. "Temani aku bermain setelah itu akan kubayar semuanya," bisiknya merayu sambil memainkan rambut hitamnya.

Sang gadis menarik kerahnya, berniat menggoda lelaki tersebut, gadis itu berbisik, "Berapa pun?"

Sang lelaki mengangguk. Keduanya saling merangkul keluar bar, sang gadis berjalan sempoyongan akibat minuman yang diminum. Lelaki itu menatapnya minat. Mereka mengendarai mobil meninggalkan area tersebut.

Di sepanjang jalan, lelaki itu mengusap paha mulusnya, sambil menyetir. Matanya meneliti dari atas ke bawah menikmati keindahan. Sang gadis terhanyut akan sentuhan lelaki tersebut. Mobil diberhentikan di tengah jalan. Lelaki itu mulai mendekatkan wajahnya.

Namun, tidak berhasil. Seorang pemuda mendobrak pintu sambil menarik lengan si gadis yang hampir ternodai.

Ia menatap tajam. "Pergi atau gue ancurin ini mobil!"

Lelaki itu berwajah pucat karena pemuda di depannya membawa senjata tajam. Mau tidak mau lelaki itu pergi.

Sang gadis digendong kemudian, dimasukkan ke dalam mobil putih. Melaju dengan kecepatan tinggi dan mereka sampai di apartemen.

Gadis itu didorong ke tempat tidur. Matanya terbuka sayu. Pemuda itu mendekat seraya mencengkeram dagunya. "Bangun sialan!"

Kedua tangannya dikalungkan ke leher pemuda di depannya, wajahnya mendekat dan langsung ditempeleng. Sang gadis meringis dengan sedikit tenaga ia membuka mata.

"Lo itu kasar banget banget sih jadi pacar," gerutunya kesal.

"Bodo amat! Lo ngapain tadi hah? Jalan sama om-om pedofil. Jual diri lo," hinanya dengan perkataan kasar.

Sang gadis menatapnya sinis. "Bukan urusan lo!"

Sang gadis berjalan dengan linglung ke kamar mandi, memuntahkan isi perutnya lalu mencuci wajahnya serta mandi menyegarkan tubuhnya.

Ia keluar kamar dengan menggunakan piyama, berjalan santai menghiraukan tatapan pacarnya yang ingin menceburkan dirinya ke sumur.

Duduk di tepi ranjang. Pemuda yang berstatus pacarnya ini mendekat. "Apa lo udah gila? Clubbing sampai lupa waktu. Benar-benar murahan," celanya dengan nada rendah.

Ia bersidekap dada sambil menatapnya malas. "Sejak kapan lo perhatian sama gue? Geli bangsat! Ini hidup gue dan nggak ada satu pun orang yang berhak mengaturnya."

"Cih, susah ngomong sama orang gak waras. Minggir gue mau tidur!" usirnya tanpa rasa kasian.

Sang gadis mencubit lengannya kuat tapi sayangnya ia sendiri yang termakan.

"Sebaiknya lo tidur atau gue buang lo ke kandang anjing."

"Hish!"

Mereka memutuskan tidur bersama dalam satu ranjang.

------

Gimana prolognya?

Kira-kira gimana ya nasib Tara?
Dan siapa sepasang kekasih ini?

Penasaran?
See you next part ~

Tentang Rasa [END] Where stories live. Discover now