3- SMA Bina Mulia (a)

172 16 3
                                    

“Surga itu tidak bisa diraih hanya dengan bermalas-malasan, kecuali jika kita merasa sanggup menghadapi panasnya api neraka.”

●•••●•••●

Bel masuk sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Halaman depan SMA Bina Mulia yang tadi dipakai sebagai tempat upacara kini beralih fungsi. Siswa-siswi berkaos biru dengan celana training panjang tampak bertebaran di bawah bendera merah putih yang berkibar. Ada juga yang berkelompok-kelompok kecil, menunggu guru olahraga tiba sambil bergosip ria di bawah rindang beringin atau pohon palem yang berjajar di depan pagar musala. Sebenarnya mereka tak perlu menunggu karena seperti biasa Pak Zaenal, guru olahraga mereka, akan menyuruh lari dulu satu kali keliling sekolah. Namun, kalau ada kesempatan buat bersantai, kenapa tidak? 

Keza, Disa, dan Jessie termasuk salah tiga murid yang menganut prinsip tersebut. Sayangnya, di momen kali ini tidak ada tawa di bibir mereka melainkan wajah bermuram durja laksana air kobokan.

"Duhh … udah dong, Kez. Jangan nangis terus," bujuk Disa, satu-satunya cewek berkerudung di antara mereka. Tangannya bergerak naik-turun mengusap punggung cewek berambut panjang di sebelahnya yang sesekali sesenggukan.

"Ha-habis … aku sedih banget, Dis, Lea pergi. Kalo nggak ada dia, siapa coba nanti yang nemenin aku fan girling?” Keza menelusupkan wajah di antara lutut yang tertekuk. Harinya berubah sendu gara-gara kepergian salah satu sahabatnya. Tak berapa lama ia kembali tengadah, menatap nanar langit yang masih berwarna biru, bukannya kelabu apalagi merah jambu.

“Kamu kan A.R.M.Y, aku EXO-L. Si Jessie malah fans garis kerasnya Sharukh Khan. Huwaaaa!” 

Keza makin menjadi, sampai-sampai tangisannya mengundang lirikan teman yang lain. Buru-buru Disa menggerakkan tangan lebih cepat, naik-turun mirip wiper mobil saat hujan angin. Sementara Jessie malah mengedikkan bahu tak peduli. “Emang salah kalo gue suka sama Sharukh Khan?”

Seketika punggung Keza menegak. “Ya iyalah, Jejess … Sharukh Khan itu mungkin udah seumuran bokap kamu! Coba deh sesekali kamu buka mata dan lihat, di dunia ini masih baaanyak cowok-cowok yang lebih muda dan ganteng!” jelasnya berapi-api, seakan pengakuan Jessie adalah sebuah kesesatan yang perlu diluruskan.

“Nah, itu lo tau kalo di dunia ini masih banyak cowok. Terus kenapa sampe sekarang lo masih ngejar-ngejar Ryo? Coba deh sesekali lo buka mata dan lihat!” Jessie membalas dengan telak. Sontak, kedua temannya hanya bisa melongo saat cewek berambut cepak itu melenggang pergi.  

“Ih … Jessie! Kok bawa-bawa Ryo segala, sih?” protes Keza sambil merengut.

Tanpa disadari, seluruh adegan itu menjadi tontonan menarik bagi segelintir murid lain. Salah satunya Bayu yang sedang berjongkok di bawah naungan tingkap gedung kepala sekolah, tak jauh dari sana.

“Cewek-cewek itu kenapa, sih? Ribut banget!” komentarnya pada Sakha yang asyik memutar bola basket di ujung telunjuk.

“Biasalah, cewek kan gitu suka alay. Paling gara-gara Lea yang pergi ke pesantren, kalo nggak gitu ngeributin biasnya,” sahut Sakha tepat sasaran. Padahal sedari tadi ia tak menguping pembicaraan mereka sedikit pun.

 “Buset, tau banget! Pasti cewek lo banyak waktu SMP,” kelakar Bayu yang baru mengenal Sakha saat SMA. Baginya, dengan penampilan Sakha yang terbilang oke, pasti ia sering bergonta-ganti pacar semudah ganti kaos kaki.

Siapa Takut Masuk SMAWhere stories live. Discover now