TERBONGKAR

11.1K 1.2K 36
                                    

Dari yang kudengar dari mbak Astrid, Ibu sudah dimakamkan secara protokol covid siang tadi di pemakaman Pondok Rangon. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan hadir selain petugas yang mengantarkan dan memakamkan. Untukbisa berziarah ke makam Ibu pun, kami tidak tahu kapan akan diperbolehkan, mengingat derasnya arus kedatangan jenazah ke tempat itu setiap harinya.

Seperti yang kita baca di berbagai media, bahkan para petugas pemakaman sudah mulai kewalahan dan banyak yang menjadi korban juga karena mengalami kelelahan yang luar biasa.

Sungguh, virus ini bukan hanya isapan jempol yang main – main. Apalah itu gerakan – gerakan yang mengatakan bahwa covid-19 ini hanyalah sebuah teori konspirasi? Yang mengatakan bahwa sebenarnya virus Covid -19 ini tidak ada? Aku kini sebagai salah satu saksi hidup, yang menyaksikan sendiri, bagaimana covid dengan ganasnya merenggut nyawa Ibu dalam satu minggu perawatan, dan suami ku yang masih harus di rawat. Dan entah kapan akan kembali kepadaku.

Kondisi mas Aksa juga semakin hari tampak sedikit melemah. Wajahnya semakin terlihat kuyu dan pucat. Bicaranya semakin lirih karena nafas yang berat. Tapi dia selalu tersenyum dan mengatakan dia baik – baik saja. kadang panggilan telepon atau pesan whatsapp ku tidak cepat dijawab. Tidak seperti masa – masa awal dia dirawat.

Aku bukan curiga yang bagaimana, apa yang ku curigai dari suami yang sedang dirawat karena sakit? aku lebih curiga kalau penyakitnya semakin menggerogoti kekuatan tubuhnya. Bahkan ketika kami bertelepon atau video call pun, mas Aksa lebih sering memintaku untuk bercerita. Dan dia akan memperhatikan ku berbicara sambil tersenyum dan pandangannya sayu. Sambil tubuhnya bersandar malas pada tumpukan bantal. Paling dia hanya akan tersenyum atau tertawa kecil. Biasanya dia yang aktif menghiburku, tapi sejak dua hari ini, justru dia yang memintaku banyak bercerita.

"cerita apa aja sayang, masa kecil kamu, kamu waktu remaja kayak gimana. Apa aja. Atau kamu nyanyi buat aku. mas kangen di nyanyiin kamu" ucapnya dengan pandangan yang lemah kepadaku.

Sudah 3 hari aku melihat selang oxygen tidak pernah absen dari hidungnya. Kalau waktu awal dia masih berani melepas sebentar untuk meyakinkan ku dia baik – baik saja. sudah 3 hari ini dia pasrah dengan oxygen yang selalu melingkari kepalanya.

Aku juga tidak bertanya lagi, karena aku tahu, itu berarti nafasnya semakin terasa berat. Aku hanya bertanya apakah dia merasa sesak? Dan dia akan mengangguk pelan walau sambil mulutnya bergerak mengucapkan 'mas gak apa – apa' dengan suara yang nyaris tak terdengar.

"ayo sayang, mas pingin banget dinyanyiin sama kamu" pintanya sekali lagi sambil matanya sayu dan terdengar suara batuk yang agak berat. Jantungku rasanya bagai diremas mendengarnya.

Saat ini sudah pukul 8 malam, aku bergelung di balik selimut. Mama dan papa sudah paham kalau aku selalu didalam kamar, karena aku biasanya melayani mas Aksa ber video call.

Aku mengusap lembut perutku 'Hi baby, kita nyanyi ya buat papa, biar papa happy dan cepat sembuh. Kamu kangen kan di cium papa?' aku berbisik dalam hati kepada janinku. Minggu depan jadwal ku untuk kembali kontrol untuk memeriksakan kondisinya.

"aku nyanyiin, tapi mas bobo ya. biar cepet sembuh, cepet pulang, kita cepet kelonan lagi. Okay?" aku mengajukan syarat pada mas Aksa, dan dia hanya menanggapi dengan senyuman saja.

I've been awake for a while now ... You've got me feeling like a child now

'Cause every time I see your bubbly face ... I get the tinglies in a silly place

It starts in my toes ... Makes me crinkle my nose ... Wherever it goes .. I always know

You make me smile ... Please stay for a while now ... Just take your time

semua serba kilat (pandemic love story)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt