BAB 21 - Para Pembenci

9.1K 1.4K 226
                                    

"Lihat. Si gadis peringkat pertama ternyata tidak pandai menggunakan sihir. Otak cemerlangnya sama sekali tidak membantu, heh? Haruskah kita mengajarinya cara memakai sihir?"

Tangan Ariel berhenti diudara. Dia menoleh kebelakang, mengerut ketika Jason yang duduk dimeja membentuk kelompok bersama teman-temannya tertawa renyah--selera humornya luar biasa jelek. Dia menyunggingkan senyum, merasa cukup menikmati raut jengah gadis itu.

"Setidaknya Ariel bukan manusia sombong yang suka mengelu-elukan dirinya dan merasa paling benar." Evelyn mencibir, dia mendelik memberikan sindiran tajam pada lelaki itu.

Jason mengangkat kedua alisnya, lelaki itu berdiri. "Oh~ lihat bagaimana teman kucing Marshwan ini mengeong."

"Tuan Gilbert yang terhormat, bisakah anda berhenti? Mengapa anda suka sekali mengganggu kami?" Natasha memberenggut tidak suka. Dia seolah memandang lelaki itu seperti hama.

"Tentu saja karena Tuan Gilbert yang terhormat ini tidak terima atas kekalahannya pada saat kejadian lencana nama itu. Pasti karena egonya yang terlalu tinggi terluka membuatnya bertingkah kekanakkan seperti ini kan?" Ariel berdiri, dia menaik-turunkan alisnya menghampiri Jason yang mulai berubah mimik wajahnya. Teman-teman lelaki itu kontan bersorak, memanasi Jason agar tidak mau kalah.

Alis Ariel terangkat satu. "Kenapa? Aku tidak salahkan?"

Wajah Jason mengeras. Dia melangkah maju, mereka saling berpandangan tajam.

"Jangan asal bicara, Marshwan."

"Lalu apa alasanmu jika bukan karena kejadian itu? Kau hanya tidak mau menerima kekalahanmu dan membalasnya dengan terus-menerus mengusikku."

"Tarik kata-katamu sekarang." Jason menggertakkan gigi. Ariel tak gentar. Intensitas kata-kata lelaki itu menajam. "jika kau tidak menarik kata-katamu sekarang juga. Aku bersumpah, aku akan-"

"Akan apa?" Ariel mengangkat dagunya. Gadis itu menjentikkan jari tak berniat tunduk. "apa kau akan meledakkan tempat ini dalam satu jentikan?"

Atmosfer mulai bersitegang. Kedua mata mereka saling bersitatap sama-sama dengan aura tidak bersahabat. "Atau kau akan menghabisi nyawaku dalam satu kedipan?"

"Seharusnya kau menjaga sikapmu kepada seorang Griffin, Ariel."

"Aku tidak yakin harus melakukannya pada seorang Griffin sepertimu."

Suasana semakin memberat. Jason memiringkan kepala, sorot matanya menggelap kelam. Tangannya sedikit terkepal dengan kedutan dikedua alisnya yang perlahan menukik. Evelyn dan Natasha saling berpandangan,
menyadari jika keduanya harus dipisahkan sebelum terjadi kericuhan.

Sesaat iris lelaki itu melirik kearah belakang tubuh Ariel. Sontak bersinggungan dengan netra kelam seseorang yang memandangnya datar. Keempat pemuda berseragam berjalan kearah tempat mereka. Tidak hanya empat pemuda itu saja, Jason tersenyum miring saat melihat seorang gadis yang membawa keranjang kue menatap dirinya dan Ariel, mengerjap melihat kericuhan yang mereka timbulkan.

"Sepertinya para pelindung sudah berkumpul, eh?" Ariel mengerutkan kening, dia menoleh sedikit. Jason menunduk, mengulas senyum seringai dibibirnya dan berbisik. "dan sepertinya kata-kataku benar, tinggal menunggu waktu saja untuk pertunjukannya, bukan?"

Ariel terdiam. Jason menjauhkan tubuhnya, dia mengajak teman-temannya untuk pergi dan meninggalkan gadis itu yang terpaku dengan senyum menyebalkan dibibirnya.

"Apa yang terjadi?" Nathael sampai kemudian. Melihat Ariel yang terpaku melihat punggung Jason yang terlihat menjauh, gadis itu menggerutu dalam hati.

"Katakan apa dia mengganggumu lagi? Apa dia melakukan sesuatu yang buruk padamu?" Kenneth ikut resah. Ariel berkedip, dia menoleh dan menyunggingkan senyum tipis seolah tidak terjadi apa-apa.

Who Made Me a Villain Onde histórias criam vida. Descubra agora