19. Aku Dibela

8.3K 171 19
                                    

"Mama kecewa padamu, Mika," ketus Bu Gina berlalu marah.

Aku terhenyak. Semudah itukah Ibu Gina tidak mempercayai aku? Ketulusanku selama ini lenyap hanya karena foto yang tidak jelas itu. Gambar yang kuyakini pasti kiriman dari Tania atau Bian.

Hati ini semakin tertikam perih saat semua orang yang kusayang hanya bergeming. Tidak ada yang angkat bicara. Apalagi mau membela. Baik Bapak Edi dan Ega terbisu menekuri lantai. Dan itu dinikmati sekali oleh Tania. Ekor mataku menangkap senyum kemenangan di sudut bibirnya.

"Ibu Gina, saya bisa jelaskan." Tidak disangka Bian berdiri dan menginterupsi. Membuat langkah Ibu Gina terhenti. Lelaki yang malam ini terlihat sedikit rapi dengan mengenakan kaos putih berbalut blazer hitam mendekati mertuaku. "Saya harap Ibu Gina jangan salah paham dulu," pinta Bian terdengar begitu sopan.

Mata Ibu Gina memincing. "Apa yang mau kamu jelaskan untuk gambar-gambar itu?" tantang Ibu Gina terdengar dingin dan angkuh.

Terlihat Bian terlebih dulu mengatur napas sebelum menjawab. Kemudian berpaling padaku. Tentu saja aku jadi gelagapan.

"Jadi begini, Bu. Saya diutus Ega untuk mengambil ponsel dan berkasnya yang tertinggal di kamar." Bian menerangkan dengan bahasa formal. Tidak menyangka saja dia bisa bersikap sopan seperti itu. "Kebetulan ketika saya datang ke rumah ini, menantu Ibu belum pulang dari berbelanja. Makanya saya lancang masuk ke kamar Ega," terang Bian dengan menunduk. Menunjukkan rasa bersalah.

"Nah ketika saya sedang mengambil hape, menantu Ibu pulang. Dan tentu saja dia marah karena saya memasuki kamarnya tanpa izin. Eum ... di mata saya menantu Ibu terlihat lucu dan sangat cantik jika sedang sewot. Makanya saya ada ide jahil." Aku ternganga mendengar pengakuan Bian. Begitu juga Bapak Edi dan Tania. Mereka menatap Bian heran. Sedangkan Ega, kulihat lelaki itu hanya mendengkus kasar.

"Saya iseng tidak langsung memberikan hape yang diminta oleh menantu Ibu dengan menyuruhnya merebut hape ini dari tangan saya." Bian menjeda laporannya untuk mengambil oksigen. Lelaki itu memindaiku sekilas, lalu kembali menghadap Ibu Gina.

"Menantu Ibu adalah wanita baik-baik. Saya bisa menjaminnya. Jadi jangan pernah meragukan kesetiaannya. Apalagi hanya sebuah foto yang tidak jelas siapa pengirimnya. Saya yakin foto ini dikirim dari seseorang yang ingin menghancurkan biduk rumah tangga putra Ibu," pungkas Bian terdengar meyakinkan.

Di sisi lain, Tania yang sedang menenggak minumannya tiba-tiba saja tersedak mendengar penuturan Bian. Wajah gadis itu juga tampak merah. Entah tengah menahan marah atau malu.

"Benar yang diucapkan pemuda ini, Ga?" tanya Ibu Gina mengerling pada sang putra.

Ega yang sedang termenung tampak sedikit tersentak mendapat pertanyaan mendadak dari ibunya. "Ahhh ... ya." Dia tergagap dan mengangguk, "aku emang nyuruh Bian buat ngambil hape sama berkas yang tertinggal di kamar," ujar mengiyakan omongan Bian. "Dan Mika juga udah cerita kok kalo dia memergoki Bian masuk kamar kami."

Kalimat pamungkas Ega melegakan hati. Kupikir dia akan ikut memusuhi terkait foto tersebut. Ternyata tidak. Sikap abu-abunya yang kadang membuatku dilema untuk memilih bertahan atau melepaskan. Kadang Ega terlihat begitu menjengkelkan. Namun, tidak jarang juga dia membuat hatiku berbunga.

"Jadi semua sudah jelas, Ma. Kamu harus meminta maaf pada Mika karena telah kemakan fitnah!" titah Bapak Edi tegas dan berwibawa.

"Iya. Papa benar." Ibu Gina mengangguk patuh. Perlahan wanita itu kembali lagi ke meja makan. Lalu mendekatiku. "Maafkan mama, Mika," ucapnya sambil meraih tanganku untuk digenggamnya lembut. "Mama terlalu menyayangimu. Jadi ... jadi mama sangat takut kehilangan kamu, Mika."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Disentuh Tanpa Cinta (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang