24. Teman Lama

210 26 4
                                    

Matahari dengan malu-malu keluar dari persembunyian nya dan memancarkan sinar matahari. Gorden pun segera menepi ke pinggiran jendela dan membiarkan kamar Aidan dipenuhi mentari.

Aidan segera membuka mata kala mentari mengenai matanya, ia sedikit terkejut karena Andrew sudah menunggunya terbangun dengan sebuah senyuman tanpa dosa nya.

"Kenapa? Tidak biasanya kau menungguku bangun." Ucap Aidan dingin, Andrew hanya tersenyum dan menjawab.

"Ada seseorang yang menunggu anda di luar kamar." Ucap Andrew membuat Aidan mengerutkan dahi bingung.

"Anda pasti senang bertemu dengannya."

Aidan duduk di kepala kasur, menyuruh tamu yang dimaksud Andrew tadi ke dalam kamar.

Tamu membuka pintu dan memasuki kamar Aidan, Aidan hanya mengangkat alis mengetahui siapa tamu nya.

"Abshari?"

"Yo, lama ga ketemu sobat." Ucapnya setelah menutup pintu dan berjalan mendekati sohibnya.

Hening, hingga pintu kamar Aidan di dobrak dengan sangat kencang, Aidan dan Abshari hanya menatap ke arah orang yang membuka pintu paksa itu.

Sebuah senyuman di keluarkan oleh orang yang membuka paksa pintu itu, lalu mendekati kedua pria yang menatapnya.

"Kalian lupa padaku nih?" Ucap wanita yang mendobrak pintu itu, Aidan hanya menghela napas pelan.

"Asta, Abshari, apa yang kalian lakukan?!" Ucap Aidan kesal. Asta, wanita yang mendobrak pintu hanya menjawab dengan senyuman khasnya.

"Bukan kah sudah jelas? Kami mau mengganggu hari libur mu Aidan!" Ucap Asta berlari ke kasur, untung Aidan segera menarik kakinya agar tidak mengenai tubuh Asta.

"Kau tahu, adikmu itu tidak akan suka melihatmu murung terus-terusan." Ucap Abshari membuat Aidan sedikit kesal.

"Jangan menghubungkan sikapku dengan Ariella. Mau minjam uang?" Ucap Aidan kesal sendiri, Asta dan Abshari hanya saling menatap dan tertawa.

"Kan sudah ku bilang, aku mau mengganggu hari libur mu! Abshari ngapain?"

"Bertemu teman lama."

"Lalu kenapa ga pernah menemui ku? Aku bukan sohibmu gitu?!"

"Kamu hanya serangga yang akan ku injak sampai mati!"

"APA?!!!"

Asta dan Abshari pun berakhir dengan adu mulut, sementara pemilik kamar sudah menghilang dari tempatnya dan menuju kamar mandi.

Dalam diamnya di kamar mandi, Aidan hanya memikirkan tentang Ariella yang bahkan belum pernah ikut debutante sama sekali, padahal sudah 17 tahun.


Meski sebentar, Aidan merindukan senyuman Ariella yang dulu merupakan penyemangat nya. Ariella yang selalu menjadi alasan nya untuk terus berjuang, yang kini terlelap dalam dinginnya kamar Aidan.

"Jika Ariella menikah nanti, aku bagaimana ya? Haruskah aku menikah juga?" Gumam Aidan ketika sedang memakai baju formalnya seperti hari-hari biasa, meskipun hari itu adalah hari libur nya.

"Ariella."

Gumaman yang terdengar menyedihkan, namun memiliki beberapa makna mendalam, selalu berharap agar Ariella membuka mata saja, rasanya sangat sulit.

"Jika tuhan memang ada, kumohon... Buat Ariella membuka mata dan tersenyum lagi."

--

Helaan napas kembali terdengar dari mulut Aidan yang kini berada di taman belakang istana. Aidan sedang mendengar ocehan kedua teman lamanya.

"Aidan akan pergi mengelilingi kota bersama ku!" Ucap Asta kesal, sementara itu, Abshari sudah tampak kesal, sangat kesal.

"Tidak! Aidan akan bersama sobatnya ini mengunjungi berbagai toko makanan!" Ucap Abshari yang membuat kedua teman lama Aidan yang merupakan saudara beda rumah itu kembali berselisih.

Kesal dan juga sudah bosan mendengarkan teriakan-teriakan kekesalan dari Asta dan Abshari, Aidan langsung memegang kedua kepala teman lama nya itu dan menarik rambutnya agar wajahnya menghadap ke atas.

"Diam, kalau begitu kalian pergi sana berdua." Ucap Aidan dingin, namun sudah tidak berpengaruh bagi kedua temannya ini.

"Pergilah, aku sedang pusing." Ucap Aidan sukses membuat kedua teman lama nya itu merinding ketakutan.

Aidan memasuki Mansion Nya dan masuk ke kamar dimana Ariella tidur berada, ia memasukkan setangkai mawar ke pot kaca di nakas sebelah kasur, mengganti mawar yang sudah layu ke mawar yang baru dan segar.

"Ariella, bangun lah." Ucap Aidan duduk dan memegang tangan kanan Ariella yang berada di pinggiran kasur, Aidan menggenggam tangan adiknya erat namun tidak menyakitkan.

"Aku lelah..." Aidan pun terlelap dalam duduknya dengan badan menyender ke kasur, setengah wajahnya tertutup lengannya dan rambut, dan sebelah tangan lagi untuk menggenggam tangan hangat Ariella.

Baru beberapa menit Aidan mencoba terlelap, lalu teringat ada dua pengacau di Mansion nya. Dengan langkah berat, ia pergi ke arah suara dua orang yang beradu mulut dan menepuk belakang kepala teman lama nya itu.

"Kalian bersaudara tapi kenapa tidak pernah akur sih? Aku pusing, jadi pergilah keluar dari Mansion ku."

Mendengar itu, Abshari dan Asta saling menatap, lalu mengernyit kesal mendengar Aidan mengatakan saudara.

"Huh! Saudara kayak dia mana ada yang mau!" Ucap Asta sambil menunjuk-nunjuk Abshari kesal, sementara Abshari sudah menyiapkan kata-kata balasannya.

"Heh! Cewek sialan kayak kamu mana ada yang mau nikah!" Ucap Abshari kesal.

"APA?!!! Kau... Sialan!" Kembali beradu mulut, Aidan hanya memegang kepalanya lelah.

"Cukup atau ku bunuh kalian."

Asta dan saudaranya langsung diam mendengar kata-kata Aidan, yang selalu ia lakukan sesuai yang dikatakannya, kenyataan yang menyakitkan.

"Baiklah." Asta dan Abshari langsung duduk berlutut dengan kedua tangan menghadap ke atas, seperti sedang dihukum ibu mereka.

"Andrew, siapkan sarapan dan suruh kedua bersaudara ini pergi, aku mau tidur."

"Baik tuan." Ucap Andrew memasuki ruangan.

.
.
.
.

...?

Author - 1121!

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang