57. Persiapan Camping

102 15 2
                                    

Sudah satu pekan sejak hari itu, dan sejak hari rapat itu pula, OSIS menjadi lebih sering rapat untuk urusan camping, hingga tidak terasa, Senin kembali datang, hari dimana orang-orang kelas 11-1 menjadi tersiksa kembali lagi, Aidan pun kini memiliki mood yang buruk soal Senin, bahkan baru beberapa jam, ia sudah menghela napas lebih dari biasanya hanya karena mengingat pelajaran dan hari apa ini, 'Senin sialan', pikirnya.

Kemudian upacara dilaksanakan di lapangan yang sejujurnya tidak panas karena memiliki atap, tapi meski begitu, itu adalah lapangan outdoor. Lalu setelah upacara hampir selesai, ketua OSIS sendiri –Aidan naik ke podium dengan empat serangkai yang selalu setia dibelakang nya.

Dengan beberapa lembar kertas yang sudah di print di tangan sang ketua OSIS, Aidan berdiri mendekati meja tinggi di podium dan mengetuk-ngetuk mikrofon yang menempel di meja tinggi podium itu untuk mengetes apakah sudah menyala, lalu ia memperkenalkan diri setelah yakin mikrofon menyala.

["Halo, nama saya Aidan selaku ketua OSIS, akan menyampaikan pengumuman akan diadakannya camping setelah penilaian tengah semester yang akan diadakan selama 2 pekan ini."]

Mendengar itu, para siswa dan siswi langsung berteriak kegirangan, ada beberapa siswi yang teriak senang hingga berteriak dengan kata-kata yang terkenal bagi para perempuan, 'kyaaa', karena mendengar suara seorang Aidan yang sangat jarang berbicara.

Aidan yang sudah hafal mengenai situasi itu segera mengangkat tangan membentuk simbol tenang, lalu jari telunjuk kanannya di dekatkan ke bibir tanda diam dan mendengarkannya. Setelah semua diam, Aidan kembali mendekati mikrofon dan bersuara kembali.

["Maka, camping akan dilaksanakan pada hari Jum'at hingga hari Minggu pagi setelah PTS berakhir. Saya ingatkan bagi para peserta yang ikut camping, diharapkan datang jam 7 untuk mengabsen atas kehadiran nya."]

Entah kenapa, sepertinya siswa-siswi yang berdiri di lapangan sangat serius mendengarkan dan setelah kalimat itu selesai, mereka menjawab dengan serempak, 'baik!' dengan sangat keras, hingga Aidan lelah dibuatnya.

["Adapun barang bawaan dan keperluan, setelah upacara selesai, anggota OSIS akan datang ke kelas dan menjelaskan, lalu kalian akan mendapat surat perizinan untuk ikut camping. Sebisa mungkin, besok kalian sudah harus mengembalikan suratnya lagi ke ruang OSIS, paling lambat waktu pengumpulan adalah pada hari jum'at pekan pertama PTS."]

Lalu Aidan berdiskusi sebentar dengan keempat orang kepercayaan nya dan mengangguk, lalu kembali untuk menyampaikan beberapa patah kata terakhir.

["Baik, jika ada pertanyaan, harap ditanyakan saat anggota OSIS datang ke kelas masing-masing, dan dimohon tidak menanyakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan acara camping ini. Jika ada kesalahan atau menyinggung perasaan, saya mohon maaf, terima kasih atas waktunya, permisi."]

Aidan dan keempat orang lainnya segera turun dari podium dan mendekati anggota OSIS yang sedang berdiskusi di barisannya. Memang di sekolah itu, setiap upacara para anggota OSIS berbaris pada barisan OSIS dan tidak dengan teman sekelasnya.

Lalu semua kembali ke kelas masing-masing kecuali para OSIS dan guru-guru yang berdiskusi, lalu semua anggota OSIS segera datang ke kelas-kelas yang menjadi tanggung jawab mereka untuk memberitahu dan membagikan surat.

Aidan sendiri mendapatkan kelasnya serta kelas 11-2 dan 11-3 IPA, ia pertama memasuki kelas 11-3 IPA.

"Baik, saya akan menuliskan apa-apa saja yang dibutuhkan serta yang harus dibawa. Tolong di perhatikan dan di salin oleh kalian."

Ucapnya dan menulis di papan putih itu dengan spidol hitam, tulisan yang sangat rapih untuk seorang pria dan membuat tidak bosan dipandang.

Setelah selesai menulis apa saja yang diperlukan, Aidan menatap seisi kelas satu persatu hingga ia mengerutkan kening, tatapannya tertuju pada seorang gadis yang juga sedang menatapnya, ah... Ia kenal dengan gadis itu. Gadis itu dikenal sebagai wanita tercantik di SMA nya.

Sungguh, jika saja Ariella 'masih ada', ia yakin, Ariella yang akan mendapat posisi pertama sebagai wanita tercantik, membayangkannya saja membuat Aidan tersenyum, meski dalam hati.

Tentu dalam hati, kalau ia tiba-tiba tersenyum saat masih menatapnya, banyak yang akan salah paham, ia takut akan hal itu, jadi ia hanya menatap wanita itu sengit dan kembali menatap kertas-kertas yang sudah dibawanya, serta ada pula surat yang kini ia pegang.

"Baik, selagi kalian menyalin, saya akan memberikan surat permohonan ini." Ucap Aidan lalu pergi dan menaruh surat tersebut di setiap meja yang ditempati masing-masing siswa.

Kemudian surat terakhir, pada wanita yang terus menatapnya itu, Aidan cukup risih hingga akhirnya membuka suara. Bertanya apakah wanita itu tidak menyalin yang ia tulis di papan tulis, namun jawaban dari wanita itu membuatnya sangat kesal, hingga ia berbalik dan membereskan kertas yang ia bawa.

"Tentu saja aku 'meminta' temanku untuk menuliskannya, jadi aku bisa leluasa menatap mu, Aidan '-san'." Ucapnya dengan suffix -san yang kalau di Jepang adalah memanggil dengan formal seperti 'tuan' atau 'nona' secara formal.

"Jangan membuat ku tertawa, jalang." Bisik Aidan sebelum pergi ke meja guru, wanita itu menatapnya horor, hei, siapa yang tidak marah jika disebut jalang? Namun itu memang julukan yang cocok untuknya yang menggunakan wajah dan tubuhnya untuk melakukan hal tidak baik, seperti merayu contohnya.

"Baiklah, jika sudah selesai menyalin nya, tolong papan tulis segera dihapus. Saya permisi." Aidan segera pergi setelah mengucapkan itu, menggeser pintu dan kemudian menutupnya, kini kelas 11-2 IPA dan terakhir kelasnya.

Kelas 11-2 IPA cukup normal, semua menulis dan patuh, tidak ada yang bersuara kecuali untuk menjawab pertanyaan darinya atau bertanya mengenai masalah camping, membuat Aidan tersenyum senang, meski hanya senyuman tipis yang tidak disadari oleh siapapun.

Terakhir adalah kelasnya, setelah menuliskan yang dibutuhkan, Aidan memberikan surat pada orang sekelasnya dan kemudian duduk di mejanya, tidak ada pertanyaan, itu bagus. Hingga tidak terasa, istirahat pertama datang, Aidan segera membawa bekalnya menuju ruang OSIS. Bung, harap kau tahu, di meja OSIS terkumpul banyak sekali kertas yang harus ia cek. Hingga ia bahkan tidak yakin, apakah ia sempat memakan bekalnya.

Pintu terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah keempat orang lainnya yang bernasib sama dengannya, Aidan hampir saja tertawa jika tidak ingat akan tumpukan kertas di mejanya, jadilah ia sendiri sibuk.

"Bang, mau ku mintai izin gak buat pelajaran selanjutnya, kertas di meja mu sangat banyak." Kata Revan yang membuat ketiga orang yang mendengar terdiam dengan satu pikiran yang sama, 'kemana Revan yang cuek dan tsundere?!' pikir ketiga orang itu, Aidan hanya mengangguk karena di mulutnya ada makan siangnya yang dibuatkan oleh Aretha.

"Tolong ya." Ujar Aidan yang sibuk dengan kertasnya setelah menelan makanan nya. Revan hanya mengangguk dan pergi, tapi kemudian kembali lagi.

"Bang, guru pelajaran mu selanjutnya siapa?" Tanya Revan kemudian, ketiga orang lainnya tersedak minum, sementara Aidan hanya menjawab dengan tenang karena masih fokus pada kertasnya.

"Pak Dewi." Ujarnya kemudian.

"Oke." Pintu kembali di tutup dengan suara langkah kaki yang cepat, sepertinya Revan berlari, hingga akhirnya Aidan menyadari sesuatu yang janggal dan menatap ke pintu yang tertutup, kacamata khusus membacanya masih bertengger di wajah tampan nan mulusnya.

"Tumben si Revan baik." Ucap Aidan yang mendapat tatapan tak percaya dari orang yang mendengarnya, ia –Aidan baru sadar?! Lalu mereka hanya menggeleng-geleng maklum, jika Aidan sudah fokus pada suatu hal, ia tidak akan memperhatikan hal lain.

"Si abang emang deh." Ucap si energik, Frank lalu dibalas kekehan dari Robin.




Vote sama komen jangan lupa.

Author - 2021

TwinsWhere stories live. Discover now