Episode 5

16 4 0
                                    

Rombongan mahasiswa itu tiba di Anyer saat hari mulai senja. Mereka semua segera turun, menuju ke lokasi camping yang telah disiapkan oleh panitia.
"Yang bawa tenda, segera disiapkan. Yang gak punya, panitia udah nyediain. Ingat, pria dan wanita, gak boleh nyampur!" Begitulah intruksi dari Tiara.

Beruntunglah, Tyo sering mengikuti kegiatan seperti ini. Ia bawa tenda dan bisa memasangnya. Amar membantu. Ia melakukan apa yang ia bisa. Namun ... Anaya terlihat hanya berdiri tak jauh dari mereka. Kenapa dia tidak pasang tenda?
"Gue aja yang nanyain." Tyo menangkap niat dan kekhawatiran Amar di saat yang sama.

Tyo menghampiri Anaya. "Naya, kok gak pasang tenda?"
"Mm ... Gue gak bawa tenda," jawab Anaya.
"Bisa minjem ke panitia, kok. Gue pinjemin, ya?"
Anaya mengangguk. Gadis itu membiarkan Tyo memasangkan tenda untuknya. Sedangkan dirinya mendekati Amar. "Sibuk amat lo?"
Amar terlihat memasukkan ranselnya, juga ransel milik Tyo ke dalam tenda.
"Ee ... Tidak juga." Amar terlihat gugup.
"Gue perhatiin, ya..." Anaya menunduk, lalu berjongkok di samping Amar. "Setiap kali gue deketin kayak gini, lo tuh jadi gugup, kayak cancing kepanasan, trus kayaknya lo ill-feel sama gue. Ada apa sih, sebenernya?"
Kenapa tiba-tiba Anaya bertanya demikian? Bagaimana Amar menjawabnya? Pria itu tak tau caranya mulai menjawab. Ia khawatir Anaya jadi salah paham.

Penolong tak terduga pun datang.
"Nay, tenda lo udah siap?" tanya Bertrand.
Anaya berdiri, dan menjawab, "Bukan urusan lo!"
"Yee, kok gitu? Gue kan ketua panitia di sini. Gue wajib merhatiin semuanya, termasuk lo," modus Bertrand.
Anaya tahu, cowok satu ini memang perhatian. Terlalu perhatian pada dirinya, dan pasti ada maunya.
"Tuh, tenda gue udah siap." Anaya menunjuk tendanya yang baru selesai dipasang oleh Tyo. "Sekarang gue mau istirahat. Jangan ganggu!"
"Iya, deh. Selamat istirahat, ya..."
Anaya tak memperdulikannya.

Malam itu, semua peserta Ospek diminta istirahat yang cukup, karena besok mulai ada kegiatan.

*

Sekitar pukul tiga pagi, Anaya terbangun. Ia memang tidur sendirian di dalam satu tenda kecil. Tenda itu letaknya tepat di sebelah tenda milik Amar dan Tyo.
Anaya merasa haus. Ia meraba tasnya, mencari botol minum yang telah diisinya sebelum tidur tadi. Tetapi, ia mendengar sesuatu. Arahnya dari tenda Amar.
Tenda Amar terbuka, dan seseorang sepertinya keluar dari sana. Siapa?
Pelan-pelan Anaya membuka resleting tendanya.
Gadis itu melihat Amar memang keluar dari tenda, dan berjalan menuju ke arah bangunan yang agak jauh dari lokasi perkemahan. "Tuh orang aneh. Ngapain, coba?"
Anaya tau, Amar berasal dari kampung. Entah kenapa, terselip kekhawatiran. Takutnya, pria itu tidur sambil jalan, trus nyasar. Maka, Anaya segera mengenakan jaketnya. Ia mengikuti Amar.

Ada sebuah bangunan tak terlalu besar di samping beberapa toko dan warung yang sudah tutup.
"Curang! Yang lain pada tidur di tenda, dia mau tidur di Masjid!" gerutu Anaya, sambil terus mengawasi.
Ia agak tercengang sih, karena pria itu ternyata bukan tidur sambil berjalan.
Amar membasuh beberapa bagian tubuhnya di salah satu sudut bangunan masjid berkeramik putih itu.
"Kenapa gak sekalian mandi aja lu? Aneh!" Anaya masih mengawasinya.

Rupanya, Amar sendiri sebenarnya terbangun. Melihat jam di ponsel, ternyata sudah pukul tiga pagi. Ia tadi memang sempat melihat ada masjid. Sehingga ia memutuskan untuk menunaikan Sholat Tahajud. Ia tahu, sedari tadi ada seseorang yang mengikuti dirinya. Ia cuek.
"Kurang kerjaan banget. Memangnya dia tidak pernah melihat orang sholat, apa?" Ia menghampar sajadah yang dipinjam dari masjid. Mulai sholat.

Mungkin Amar benar. Anaya belum pernah melihat orang melakukan gerakan sholat. Buktinya, gadis itu malah keheranan dengan semua gerakan cukup banyak tersebut. "Senam?" Ia hanyut dalam pertanyaan dan semua keheranannya.

Sampai tak menyadari sesuatu...
"Kamu sedang apa?"
Tiba-tiba, Amar sudah berdiri di belakang Anaya.
Membuat gadis bermata belo itu kaget setengah mati. "Gu, gue... anu... Ehm... Mau ke toilet, tapi gak tahu tempatnya." Ia gelagapan. "Lo sendiri, lagi apa?"
Amar tersenyum. "Aku baru selesai melakukan sholat tahajud. Mau lanjut sholat subuh. Nanggung kalau kembali ke tenda."
"Sholat? Tahajud? Sholat subuh? Gue kira tadi lo itu senam malem...." Yup, keceplosan!
Amar menahan tawa. "Kamu tidak tahu apa itu sholat?"
Anaya menggelengkan kepala. "Sholat adalah ibadah wajib bagi umat Islam. Perintah Allah."
"Allah itu siapa?" pertanyaan Anaya sudah kelewat awam soal Islam.
"Allah adalah Tuhan kita. Yang menciptakan kita, yang menciptakan dunia ini." Amar menjelaskan.
"Maksud lo bumi ini? Bumi berasal dari pelepasan gas vulkanik diduga menciptakan atmosfer tua yang nyaris tidak beroksigen dan beracun bagi manusia dan sebagian besar makhluk hidup masa kini."
"Iya. Bener. Tapi yang membuat segalanya itu terjadi siapa? Allah."
Gadis ini butuh bimbingan gak, sih? Tanya Amar dalam hati.
"Udah, ah, gue balik ke tenda dulu." Anaya langsung ngeloyor pergi meninggalkan masjid.

Namun, Anaya tidak bisa tidur. Ia teringat pada kosakata baru yang didapatnya subuh ini. "Allah? Sholat? Subuh? Tahajud? Ini semua apa, sih? Gue ini cewek gaul, yang selalu ngikutin tren. Tapi kok gue baru dengeri istilah-istilah ini, ya?" Ia memeluk jaketnya, pengganti guling.

Matahari mulai meninggikan posisinya. Langit mulai terang. Debur ombak tak lagi begitu garang.

Tiara memimpin acara masak bareng pagi itu. Panitia sudah belanja sedikit bahan makanan. Mie instan, telur, dan sayuran. Tentu saja, yang paling kelihatan parah tidak bisa masak adalah Anaya. Ia memecahkan sebutir telur dengan cukup keras, sehingga kulit-kulitnya ikut hancur, isinya tumpah semua.
"Duh, kok jadi gini, sih?" gerutunya.
Amar menyaksikan itu. Mau bantu. Tapi keduluan Bertrand. "Sini, gue bantu."
Anaya mau menolak, tapi Bertrand sudah lebih dulu mengambil telur dan memecahkannya. Menuang isinya ke dalam mangkuk. Sepertinya Anaya ingin buat telur dadar.
"Thanks," ucap Anaya.

Tyo menepuk pundak Amar. "Heh, zina mata lo!"
Amar langsung melempar pandangannya ke tempat lain. "Opo seh?"
"Halah! Wes tah, lah... koe neng seneng sama dia, nyatain aja!" goda Tyo.
"Astaghfirullaah, ora. Ora koyok ngono," bantah Amar. Mana mungkin dirinya punya rasa pada gadis seperti Anaya yang tidak tahu agamanya apa. Tidak kenal Allah, dan tidak paham apa itu sholat. Berbeda dengan gadis yang telah dijodohkan dengan dirinya, Azizah.
Astaghfirullaah... kenapa Amar jadi mau membanding-bandingkan Azizah dan Anaya. Dari segi mana pun, Anaya mungkin tidak bisa menandingi Azizah. "Jadi kangen... Aku harus sempatkan menghubungi dia. Supaya tidak khawatir. Ya Allah, lancarkanlah segala urusan baik kami." Amar tersenyum-senyum sendiri.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 26, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

CINTA: Berkah atau Musibah?Where stories live. Discover now