Hanya berdamai dengan masa lalu

1K 177 1
                                    

Rion menurunkan standar motornya tepat diparkiran khusus motor dengan cc diatas 250. Salah satu keuntungan yang dimiliki para bikers cc besar, motor dapat diparkir di depan pintu mall. Ya tentu saja dengan harga yang berbeda, tetapi jika lebih mudah kenapa tidak.

Hari ini Rion memang sengaja memilih memakai motornya, sebenarnya karena terlambat bangun tadi. Rionpun tak sempat menjemput Alula, perempuan itu bilang ia harus sampai sebelum jam tujuh tiga puluh di kampus. Alhasil Rion mengalah dan melesatkan motornya dengan cepat ke kampusnya dari pada harus bertengkar dan Alula tak jadi datang. Rion yang sudah tak memakai jas atau almamaternya turun dari motor setelah memastikan Alula sudah menginjakan kembali kakinya di aspal.

"Sinian, kamu masih musuhan banget ya sama klip helm." Alula dengan pasrah mendongak, membiarkan Rion menyelesaikan tugas wajibnya membukakan helm yang dikenakan Alula. "Dia aja nyebelin. Pilih kasih. Kayaknya helm ini perempuan." Balas Alula asal.

"Siap?" Tanya Rion lembut setelah berhasil memisahkan kepala Alula dari pelukan hangat helm.

Alula mengangguk ragu, "Tadi siap banget. Tapi sekarang aku deg degan."

"Kok Papahmu mau disuruh kesini?" Alula menganggak bahunya acuh. "Kayaknya lagi ada urusan di kantor yang satu, sejak pindah ke Bogor Papah jarang ke sana. Kalo ada urusan aja paling."

"Mungkin aja karena memang mau ketemu kamu." Balas Rion sambil tersenyum. "Nggak mungkin. Ini Donny Bachtiar loh yang kita bicarakan." Rion mengacak rambut si kekasih dengan gemas saat melihat raut aneh tetapi menggemaskan yang ditunjukkan Alula.

"Ayo masuk." Rion mengambil alih tas punggungnya yang berada pada gendongan Alula. Perempuan itu memaksa agar tas Rion dia saja yang pakai, karena didalamnya ada laptop katanya. Takut rusak dan menganggu Rion dalam berkendara jika diletakkan di depan.

Memastikan motornya sudah terkunci, Rion menarik tangan Alula agar masuk kedalam telapak tangannya. Menggandeng perempuan itu memasuki mall yang lumayan sepi karena jam masih menunjuk pada pukul 2 lebih 50 menit.

"Mau langsung atau gimana?" Tanya Rion saat keduanya melewati lobby utama. Di samping kanan dan kiri mereka berjajar restaurant-restaurant dari berbagai negara. "Langsung aja, mereka pasti udah sampe."

Rion mengangguk, dan tanpa komando otaknya kembali mengingat percakapan dengan Alula setelah sesi foto-foto tadi selesai. "Kenapa kamu mau?"

"Bukan karena aku mau kembali sama mereka, tapi lebih ke aku mau semua yang mengganjal di hati dan pikiran aku hilang. Aku capek memerka-nerka, setelah ketemu Mama aku malah makin nggak tenang. Aku juga mau hidupku berjalan tanpa prasangka buruk lagi." Rion tersenyum lega saat mendengar jawaban si kekasih. "Mungkin aku nggak akan bisa secepat itu nerima semuanya, tapi lebih baik begitu dari pada nantinya aku tambah nyesel."

"Aku punya banyak orang di sekitarku sekarang, terima kasih untuk kamu dan Kak Rastya yang punya andil besar. Aku nggak akan bisa berdiri berani seperti sekarang kalau nggak ada kalian." Alula meraih tangan Rion dan menggenggamnya erat. "Maaf karena merepotkan dan terima kasih karena bertahan. Terima kasih udah bawa aku ke keluarga kamu dan bisa ketemu Bunda sama Ayah yang bisa sayang aku seperti mereka sayang kamu dan Bang Ardan. Terima kasih karena mengikutsertakan aku ke lingkungan pertemanan kamu. Terima kasih." Rion membalas genggaman tangan si kekasih sama hangatnya. "Kak Rastya sempet marah dan nggak setuju setelah aku ungkapin niat aku mau ketemu mereka beberapa hari lalu. Tapi setelah aku sampein keinginan aku yang juga untuk kebaikan aku, Kak Rastya ngerti."

"Walaupun aku belum bilang mengenai ajakan Papah ketemu nanti, tapi aku yakin Kak Rastya pasti dukung aku." Lanjut Alula terkekeh. Dengan gemas, Rion menarik Alula mendekat dan mendaratkan kecupan kilatnya pada kening Alula. "Malu Yon!"

end | short story about timeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang