🍇 13

780 129 10
                                    

Bukan tanpa alasan Erkan berada di panggung. Ia dipaksa Zhillan karena obrolan mereka sebelumnya membahas tentang Erkan yang bisa bermain alat musik.

Erkan mengambil gitar lalu duduk di kursi tanpa sandaran. Jarinya lalu memetik senar sebelum menyetem gitarnya lebih lanjut. Sedikit diotak-atik, akhirnya Erkan pun menemukan nadanya sudah pas. Dan maka darinya, ia mulai untuk memainkan instrumen.

Intro dari lagu berjudul The Scientist pun mengalun. Semua penghuni kafe berhenti dari kegiatannya dan melihat ke arah Erkan. Para pengunjung seolah tersihir dengan permainan dari jemari cowok itu.

Setelah cukup terbiasa dengan gitarnya, Erkan pun akhirnya dapat mengalihkan pandangan dari alat musik tersebut.

Ia mendongak dan menatap pengunjung kafe malam ini. Namun, pandangannya tiba-tiba ditarik begitu saja dengan kedatangan seorang gadis.

Gadis itu memakai baju sabrina bertangan lonceng warna putih dan rok pendek dengan warna serupa. Rambut panjangnya dibiarkan terurai dengan salah satu sisinya dipakaikan jepit lurus berhias mutiara. Dia, Kinta.

Erkan dan Kinta sempat bertatapan dalam beberapa detik sebelum akhirnya gadis itu pura-pura tidak melihatnya. Lalu selanjutnya yang terjadi adalah jari Erkan terpeleset sehingga membuat lagunya berantakan. Laki-laki itu bahkan cukup kaget dengan kesalahannya sendiri, tapi untuk menutupinya, ia langsung menggonjreng gitar dalam sekali hitungan.

Erkan dapat menangkap beberapa orang sedang menatapnya dengan tatapan heran sekarang. Maka dari itu, untuk mengalihkan perhatian, Erkan mengambil mic dan mulai bicara. “Malam ini gue gak tampil sendirian,” katanya.

“Karena cewek yang lagi di ambang pintu mau nyumbang lagu.” Erkan sempat merutuki kespontanannya, bisa-bisanya dia malah menunjuk Kinta. Namun, pada dasarnya cowok itu tidak punya ide lain untuk mengeles kali ini.

Mata Erkan bisa melihat dengan jelas Kinta yang terkejut dan seperti ketakutan karena gadis itu mencengkeram tali tasnya dengan kuat, tapi meski begitu Kinta tetap berjalan ke arahnya walau dibarengi dengan mimik wajah yang kesal.

Semakin mendekatinya, Kinta pun mulai menaiki panggung yang tingginya tak seberapa—mungkin hanya sekitar 2 jengkal. Ia lalu bicara pelan di hadapan Erkan.

“Gak bisa nyanyi,” adunya dengan raut khawatir.

Belum saja Erkan merespon omongannya, Kinta sudah melangkah lebih dekat pada lelaki tersebut, lalu membungkukkan badan. Lantas, ia pun berbisik, “Bilang ke semuanya tenggorokan Kinta lagi sakit, jadi gak bisa nyanyi.”

Erkan tersenyum miring setelah mendengarnya. Lalu selanjutnya, ia menoleh perlahan ke kiri, tepat ke arah wajah Kinta yang mana jaraknya tak lebih dari 10 cm.

“Gak,” jawab cowok itu singkat.

“Erkan ....” Kinta memohon.

Erkan menunduk dan terlihat sibuk lagi dengan gitarnya. “Mau lagu apa?”

“Er ....” Kinta memajukan bibir bawah seraya kembali berdiri dengan tegap, ia berharap Erkan akan mengabulkan permintaannya kali ini.

Mendongak, yang dilakukan Erkan adalah membalas panggilannya. “Kin ...,” katanya dengan nada yang sama seperti yang Kinta ucap sebelumnya.

“Erkan ....”

“Kinta ....”

“Mmmm.” Kinta segera merenyeh dan menutupi mukanya. Antara kesal dan argh! Erkan bisa dipites aja gak sih?

“Sebut judul, buruan,” titah laki-laki itu.

At My Worst,” putus Kinta seraya menjauhkan telapak tangan yang menutupi wajahnya. Ia kemudian menyimpan tas di atas keyboard dan duduk di kursi dekat Erkan. Menurunkan posisi mic sesuai posisinya, lalu menghela napas dalam.

Blackcurrant ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora