Chap 1

23 7 8
                                    

Sinar mentari pagi ini begitu terik hingga membuat gadis yang masih bergelung dengan selimutnya itu mengerjapkan mata karena silau. Ia dengan perlahan membuka sepasang matanya yang indah, lalu berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya.

"Hoaaammm...." gadis itu menguap panjang sambil duduk untuk meregangkan tubuhnya.

Masih dalam keadaan setengah sadar, ia berdiri dari ranjangnya lalu menuju kamar mandi. Namun, karena berjalan dengan mata setengah terbuka membuatnya menabrak sesuatu.

"Apa tuh?" kagetnya, "koper? Kok, koper gue?" herannya sambil melihat beberapa kopernya yang berderet di sebelah pintu kamar mandi.

"Maaaa," teriaknya dari dalam kamar.

"Ish, Mamaaaaaaa," untuk kedua kalinya ia berteriak namun tak ada yang menyahut.

Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya, dengan jengkel ia membuka pintu kamar.

Bruk

Pandangannya mengarah pada tumpukan kardus yang ada di sebelah pintu kamarnya, kardus itu terjatuh mungkin karena gadis itu membuka pintunya terlalu kasar.

"Kok rapih gini?" gumamnya masih tak mengerti.

Tanpa membuang banyak waktu lagi ia segera menuruni tangga untuk menuju lantai dasar rumahnya.

"Pak, yang itu nanti tolong dibungkus ya."

"Bi, Bi Odah, tolong bangunkan Ferli," pinta wanita cantik yang tak lain adalah Mama gadis cantik itu.

"Loh, itu non Ferli udah bangun, Bu," tunjuk Bi Odah kepadanya.

Wulan berbalik menatap anak bungsunya yang masih mengenakan piyama dengan rambut berantakan.

"Ferli, udah bangun sayang?" sapa Wulan sambil menghampiri putri bungsunya.

Sedangkan gadis yang bernama Ferli itu masih mencerna keadaan rumahnya yang banyak sekali orang lalu lalang membawa berbagai barang untuk di angkut ke mobil kap.

"Mam, kok itu?" tunjuknya pada para pekerja rumah.

Wulan mengikuti arah tunjuk putrinya.

"Oh, itu," jawab Wulan tenang lalu menarik tangan Ferli dengan lembut untuk diajak duduk.

Ferli masih memandang para pekerja yang mengangkut barang itu dengan heran. Batinnya mulai berkicau, pikirannya mulai penuh.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apa rumah gue dijual? Apa Mama mau ganti perabot rumah? Atau....

"KITA BANGKRUT MAM?!" teriak Ferli yang seketika mengagetkan seisi rumah.

Semua orang yang tadinya sibuk mengangkut barang dan bersih-bersih langsung terdiam menatap Ferli. Bahkan Wulan sampai tersentak kaget.

"PAPA MANA? MAMA KOK NGGAK CERITA SAMA FERLI?" seru Ferli mulai berlinang air mata.

Wulan memandang para pekerja rumahnya lalu mengisyaratkan mereka untuk kembali bekerja. Setelah itu, ia mendekati Ferli yang menangis, berusaha untuk menjelaskannya secara mudah dan dapat dimengerti oleh putrinya.

"Sayang..."

"Mama kok gituuuu? Huaaa," tangis Ferli semakin pecah membuat Wulan makin kewalahan.

"Ferli, dengerin Mama sayang," bujuk Wulan.

Ferli menggelengkan kepalanya dengan cepat masih dengan keadaan menangis.

"Hiks... hiks... Mama kok hiks... gituuuuu," rengek Ferli lagi.

Wulan memandang putrinya dengan tatapan tak percaya. Sejak kapan Ferli suka merengek seperti ini? Pikirnya.

"Ferli, dengerin dulu."

Mr. BimaWhere stories live. Discover now