Chap 2

25 4 6
                                    

Selama di perjalanan, Ferli terlihat murung. Ia terus memandangi jalanan di luar kaca mobil. Perjalanan pindah yang seharusnya berangkat sedari siang diundur menjadi sore karena Ferli yang susah untuk dibujuk.

Ferli bahkan sempat membentak kedua orang tua dan juga kakaknya. Bukan tanpa alasan, hanya saja Ferli kesal tak diberitahu lebih dulu tentang perpindahan ini.

Wulan, kembali menengok ke kursi belakang yang di duduki putrinya. Masih sama, tak ada perubahan apapun dari wajah Ferli.

"Mas," panggilnya pelan pada sang suami yang sedang menyetir.

"Kenapa ma?" tanya Tian sambil meboleh sebentar pada istrinya.

"Liat deh anakmu, murung terus," tunjuk Wulan dengan dagunya pada Ferli.

Tian melihat kaca spion, di sana terlihat bagaimana murungnya Ferli.

"Ferli," panggilnya pelan.

Ferli diam, tetap tak mau menggubris panggilan siapapun. Ia terlalu malas untuk menyahuti segala panggilan itu.

"Sayang," panggil Tian lagi.

Males! Teriak Ferli dalam hati.

Wulan memandang Tian iba, ia yakin suaminya merasa serba salah sekarang. Namun, keputusan ini adalah jalan yang terbaik.

Rico yang sedari tadi diampun, akhirnya mengeluarkan suara.

"Dek," panggilnya sambil memandang Ferli yang masih setia memalingkan wajah.

Rico menghela napas berat, Wulan memandang Rico dengan tatapan yang memerintahkan untuk sabar. Rico hanya mengedikkan bahunya lalu kembali memainkan ponsel.

Nggak ada yang ngerti apa kalo gue marah banget? Mana laper lagi.

Nggak ada niat brenti dulu gitu? Ish nggak peka banget sih. Batin Ferli berteriak.

"Pa, kita makan dulu yuk, sekalian istirahat sebentar," ucap Wulan yang membuat Ferli mengulum senyumnya.

Bagus ma. Puji Ferli senang.

"Nggak mau sekalian aja di rumah? Bentar lagi nyampe kok," saran Tian.

Papa nggak asik elahhhh. Cercanya.

"Brenti dulu, Pa. Istirahat sebentar, lagian udah lama kita nggak makan di luar, sekalian juga ngerayain pindahan kita," ujar Wulan.

Mama is the best! Teriak Ferli lagi membatin.

"Yok makan yok, yang ngambek nggak usah diajak, ma, pa," sindir Rico pada Ferli.

"Apaan sih, bang?" tanya Ferli dengan nada jengkel.

"Nah, kalo urusan makan aja baru deh keluar tuh suara. Gue kira pita suara lu nggak ada, dek," ledek Rico.

"Ricooo..." tegur Wulan.

Rico menutup mulut rapat-rapat, Ferli menatap kakaknya dengan tajam. Mulut Rico sepertinya harus diberi pelajaran.

"Di depan kayanya ada resto deh, soalnya tempat itu rame, deket alun-alun. Mau makan di sana aja?" tawar Tian pada istri dan anaknya.

"Terserah papa aja, kan papa yang bayarin, haha," gelak tawa Rico memenuhi mobil.

Wulan dan Tian pun menanggapinya dengan tawa ringan, tapi tidak dengan Ferli, gadis itu masih diam.

"Bentar lagi ya, kalian siap-siap," pinta Tian pada mereka.

Ferli mengambil tas slempangnya yang ada di kursi belakang lalu merapihkan penampilan. Rico melihat Ferli dengan mata menyipit membuat Ferli tak nyaman.

Mr. BimaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt