Bab 4: Meninggalkan Surga Demi Menggosip

23 3 1
                                    

Fenghuang berbaring lemas di ranjang kamarnya, menatap langit-langit dengan lampu gantung kristal besar yang berkilau penuh permata dan dinding-dinding dengan hiasan batu mulia yang terpanam di permukaannya. Memikirkan tantang Dewa Mumi, Fenghuang tidak tahu apakah dia menutup mata[1], hanya saja, kematiannya benar-benar terlalu aneh. Untuk mencurigai Dewa Angin adalah tindakan ceroboh dan kekanak-kanakan, lapi pula, untuk mampu membunuh seorang dewa tidak semudah membunuh seekor burung pegar.

Ada banyak hal untuk dipertimbangkan dan ada satu hal yang benar-benar sulit diatasi:

Tempat pembunuhan.

Tidak ada tempat di ketiga alam yang benar-benar cocok untuk seorang dewa membunuh dewa lain. Surga? Jika Zhang Jungqi menyadari ada yang saling membunuh di surga, jiwa para pembunuh ini pasti dihancurkan olehnya sedemikian rupa hingga jiwanya tidak bisa menjalani reinkarnasi, tersiksa selamanya. Alam fana? Kekuatan dewa-dewi surgawi yang turun ke alam fana dibatasi dan ditekan oleh surga, ada begitu banyak petugas pengawas dan itu benar-benar merepotkan. Lagi pula butuh banyak kekuatan untuk membunuh seorang dewa dan itu tidak mungkin tidak menonjol. Neraka? Lupakan tentang membunuh, dewa-dewa itu akan lebih dahulu di bunuh iblis bahkan sebelum mereka menyadarinya.

Bicara tentang pembunuhan, Fenghuang tidak bisa tidak memikirkan ledakan energi yang membawa perasaan femilier yang jauh ke padanya. Perasaan itu bagaimana menjelaskannya? Fenghuang sendiri bahkan cukup kesulitan untuk mendeskripsikannya. Hatinya tiba-tiba menghangat tetapi dalam waktu bersamaan terasa begitu sakit seolah sebuah belati menancap tajam di dadanya.

Perasaan seperti dia bertemu dengan sesuatu yang dia kenal di masa lalu, perasaan yang begitu asing dan begitu femilier, seperti dia baru saja bertemu dengan master pelatihnya saat masih menjadi manusia fana dahulu, atau seperti dia baru saja bertemu kedua mendiang orang tuanya. Atau seperti dia baru saja bertemu...

Lupakan!

Fenghuang mendesah kasar kemudian melompat dari tempat tidur, rasa penasarannya benar-benar terlalu menyiksa. Dia tidak akan bisa tidur jika rasa ingin tahu ini belum dipuaskan. Fenghuang keluar dari wilayah istananya dan melesat cepat dengan mengendarai awan abadi di bawah kakinya. Ibu Kota Surgawi begitu sepi dan hening hari ini, entah itu karena kesibukan yang secara tiba-tiba melonjak dan membanjiri piring-piring mereka dengan urusan penting atau karena dekrit Zhang Jungqi.

Fenghuang melangkahkan kakinya memasuki istana XinJian dan jika bukan karena indaranya yang tajam, dia mungkin akan ditekan hingga menjadi bubur oleh gulungan-gulungan dan buku tebal yang ambruk. Fenghuang mengelus dadanya pelan dan menghela napas, 'Tadi itu hampir saja...'

"Yang Mulia?" Suara lembut menyapa dari sisi samping tubuhnya, Fenghuang membalik tubuhnya dan tanpa basa-basi menyeret XinJian ke atas altar. XinJian pada awalnya sedang begitu sibuk dengan gulungan-gulungan dan urusan yang secara mendadak melonjak dan membanjiri aula istananya, wakil istananya juga tampaknya tidak bisa membantu banyak walaupun mereka berjumlah cukup banyak.

Memutuskan untuk menyeduh teh dan mengistirahatkan tubuhnya sejenak, siapa yang tahu bahwa bahkan sebelum tehnya diseduh, seorang dewa agung memasuki balai istananya dan hampir ditekan hingga menjadi bubur oleh gulungan dan buku tebal yang jatuh.

Apa yang disebut wakil istana adalah sekelompak manusia fana yang diangkat oleh dewa surgawi untuk membantu urusan-urusan mereka di surga. Wakil istana ini, walau mereka naik ke surga, mereka tidak menjadi dewa. Mereka tetap manusia fana, tetap manusia biasa, hanya saja umur mereka di tangguhkan. Tanpa penuaan, tanpa keriput, tanpa penderitaan masa tua, umur mereka biasanya hanya seratus tahun dan setelahnya, mereka akan kembali diturunkan dan menjalani kehidupan bergelimang harta sebagai bentuk gaji.

Seorang Dewa Musim menyeret tangan Dewa Sastra menuju altar, pemandangan yang aneh. Ada banyak pasang mata yang menyaksikan momen itu diam-diam dan menuliskannya dalam kertas putih. Fenghuang bisa menebak jika nantinya mereka akan melempar kertas-kertas itu dan membuat sebuah legenda baru di alam fana, tidak ingin mempermalukan temannya, Fenghuang memelototi tiap-tiap pasang mata.

RevengeKde žijí příběhy. Začni objevovat