Bab 20: Jejak Darah di Lima Ribu Anak Tangga

14 3 0
                                    

Fenghuang berkata, "Jika mereka menampilan adegan lanjutan setelah Jia Li kembali dari mengembara, aku akan meledakkan panggung sialan itu!"

XinJian menoleh, bibirnya berkedut, "Kenapa?"

"Kamu belum membaca seluruh novelnya?" Fenghuang bertanya.

"Belum," jawab XinJian.

"Ada yang salah dengan itu?"

Fenghuang menoleh ke belakang, Zhang Jungqi dengan kepala di topang telapak tangan kirinya. Fenghuang dengan pipi bulat berkata, "Kamu ingin menampilkan adegan porno dihadapan ratusan pasang mata?"

"Benarkah?"

Itu Jendral Hong yang datang entah darimana. Wajahnya tampak berseri-seri, matanya berbinar. Pemecah perawan dari surga itu tampaknya antusias untuk menyaksikan aksi mantap-mantap secara live dari surga. Fenghuang memincingkan matanya, tampak penuh permusuhan.

"He? He? Ada apa?"

Luo Ling, seperti biasanya, datang terlambat dan plonga-plongo.

Jendral Hong menyapa dengan hormat, "Dewa Angin."

Luo Ling melihatnya dan seolah itu mengiritasi matanya dan membalas cepat, "Jendral Hong."

Melihat dua dewa yang tampaknya tidak memiliki masalah dengan tayangan porno live, Fenghuang kehilangan harapan pada mereka. Jadi, dia dengan bersemangat salto ke belakang dan berdiri di hadapan XinJian. Dewa Sastra itu sudah mengenal semua tingkah laku monyet--maksudnya absurd Fenghuang dan hanya memasang wajah datar.

Fenghuang menarik ujung lengan jubah lawan bicaranya, merengek seperti anak kecil yang kehilangan orang tuanya. "Ayo, ayo, katakan padaku sampai mana mereka akan menunjukan drama?"

XinJian berkedip, matanya menjadi sedingin es dan seolah ada kabut beracun keluar dari tubuhnya. "Mengapa kamu ingin tahu?"

Fenghuang buru-buru menjawab, "Pei! Tentu saja karena itu 'aku' yang melakukan itu di sana!"

XinJian mengalihkan pandangannya ke bawah. Matanya menatap lekat. Fenghuang menunggu selama beberapa menit dan melihat jika XinJian tidak akan menjawab dengan cepat, penguasa empat musim itu menghela napas pasrah dan melanjutkan menonton.

Jika mereka berani membawa adegan itu ke panggung, lihat saja apakah mereka masih bisa bernapas besok pagi.

.

.

"Aduh, aduh, aduh, aduh!"

Jia Li menjerit histeris saat Hongli membubuhkan obat ke luka ke lengannya yang berdarah. Hongli meringis sedikit dan meniup-niup luka berdarah tersebut. Saat udara hangat membelai daging robek itu, Jia Li seolah kerasukan. Menjerit seperti orang gila:

"ADUH ADUH ADUH!! SAKIT SAKIT!!! MAU MATI! RASANYA MAU MATI!!!"

"Berisik!"

Hongcu baru saja kembali dari kediaman Shizunnya saat dia dikejutkan dengan jeritan iblis yang menggelegar dari asrama murid. Dipikirnya ada serangan iblis, jadi dia dengan semangat mengacungkan pedangnya dan berlari menuju asrama. Anehnya, bangunan asrama masih utuh dan rapi, mengkilap seperti giok, di mana iblisnya?

Apa mungkin bekas kerusushan sudah dibersihkan? Ah, tapi iblis mana yang repot-repot menjadi babu dengan menyapu kerusuhan?

Kemudian, dengan telinga anjing imajinernya, Hongcu kembali mendengar teriakan iblis. Setelah penyelidikan seadanya, Hongcu menemukan dirinya berhenti di depan pintu kamar Jia Li.

Iblis apanya!

Omong kosong! Yang menjerit seperti iblis kesetanan itu pastilah Jia Li!

Dan di sinilah mereka bertiga.

RevengeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora