Fiveteen : Trap

51 5 0
                                    

Perlahan namun pasti, tangan Ryanya terulur membuka celah dinding. Dan benar saja! Itu bukanlah dinding biasa. Melainkan sebuah pintu besi layaknya sebuah brankar. Entah apa isinya brankar tersebut. Ryanya yang dilanda penasaran pun memilih untuk semakin masuk ke dalam ruangan dan ....

Bum

Pintu tertutup. Lagi dan lagi, Ryanya harus terkunci di dalam. Membalikkan badan dan memukul-mukul keras pintu besi itu. Nihil! Pintu tidak bisa terbuka dan terus terkunci. Kali ini, tidak ada raut tenang. Ryanya mulai dilanda ketakutan dan berusaha mencari jalan keluar dengan mencari sesuatu di segala penjuru.

Mulai dari rak hingga kotak-kotak bekas. Hingga tanpa sengaja tatapannya pun teralih pada sebuah figura berukuran sangat besar di salah satu dinding. Bahkan, besarnya setara dengan ukuran dinding di hadapannya. Menampilkan sepasang kekasih tengah tersenyum dengan background dinding bertuliskan SWI AGENCY.

"Welcome to SWI AGENCY, Ryanya Alfregash Xinlya." Figura pun terbuka layaknya sebuah pintu. Tepat saat itu juga, semuanya menggelap. Ditambah dengan ponsel Ryanya yang kehabisan daya.

Ryanya yang masih syok itu pun melangkahkan kakinya melalui lorong gelap itu. Menyusurinya dengan pikiran berkecamuk, hingga sampailah ia di ujung lorong. Tempat cahaya itu berasal. Dan ....

"Opa? Oma? Aunty?" ucap Ryanya tidak percaya. Setelah menyusuri lorong yang berbelok-belok, ia justru menemukan anggota keluarga besarnya tengah berdiri di depannya sembari tersenyum. Memakai seragam yang sama dengan nama SWI AGENCY di dada kanan seragam. Terlihat serasi dan menakjubkan.

"Welcome, agen Ryanya. Sudah lama kami menantimu."

"T—Tapi, ini ...."

"Tenangkan dirimu dulu, Sayang," ucap Silvia sembari berjalan mendekati sang cucu. Mendekapnya dan mengelusnya lembut.

"Sebelumnya, maafkan kami, sudah lalai dalam mengawasi keselamatan kedua orang tuamu. Tanpa kami duga, mereka menyerang secara mendadak dan membuat mereka meninggal. Mengambil satu-satunya barang berharga keluarga kita."

"Barang?" Silvia mengangguk.

"Lebih tepatnya sebuah kotak yang bisa kita gunakan untuk menuntut FII AGENCY atas kejahatan mereka selama ini. Namun, sayang, canggahmu—Angel—menguncinya rapat-rapat dan beruntung, kami masih membawa kunci itu. Tapi, tidak dengan kotaknya yang saat ini dibawa oleh mereka.

Jadi, kami ingin menjadikanmu sebagai agen di agensi ini dan menjalankan sebuah misi. Tentu, kami telah menyiapkan seorang agen yang pastinya amat kamu kenali." Ryanya tak merespon ucapan Silvia. Ia sendiri masih dilanda rasa syok yang berkepanjangan.

"Sebenarnya, ada masalah apa antara SWI AGENCY dan FII AGENCY Opa, Oma, Aunty? Dan kenapa harus orang tua Anya yang meninggal? Kenapa, Oma? Kenapa?" Ryanya jatuh terduduk. Menjatuhkan buku dan ponsel yang sedari tadi berada di genggamannya. Menangis tersedu-sedu. Silvia menatap cucunya sedih. Berjongkok di sampingnya dan memeluknya. Mengusap-usap punggung sang cucu.

"Sstt ... tenang, jangan menangis. Ini juga bukanlah kemauan kami. Tapi, merekalah yang memaksakan diri untuk tetap menjalankan misi berbahaya ini. Padahal, kami sudah melarangnya. Tapi, kamu tahu kan bagaimana keras kepalanya orang tuamu?" Ryanya menganggukkan kepala. Masih urung untuk berdiri.

"Kalau begitu, lakukanlah misimu ini sebaik mungkin. Buat FII AGENCY bubar dan penjarakan pelaku pembunuh kedua orang tuamu."

"Pelaku? Oma tahu siapa pelakunya?" tanya Ryanya sembari mendongak. Ada nada penasaran di sana. Silvia mengangguk.

"Ya, Oma tahu siapa pelakunya. Dan Oma harap, kamu bisa menangkapnya. Oma juga tidak memaksamu untuk membunuhnya. Cukup bawa dia ke penjara."

"Tapi, siapakah yang harus aku tangkap?"

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang