16 : Outdoor

81 10 2
                                    

Bagaimana mungkin aku bisa mencintai makhluk-Nya. Sedangkan cintaku pada-Nya belum sempurna?

- HALU -

         Hari ini tepat hari Sabtu. Aku tidak mengerti mengapa hari itu selalu identik dengan olahraga. Aku tidak tahu sejarahnya apa.

Seperti saat ini, aku sedang berdiri diantara ribuan siswa. Menyipitkan mata saat tak sengaja sinar matahari mengenai pandangan.

"Baik anak-anak, hari ini Bapak dan pengurus OSIS memberikan kalian waktu satu hari untuk bersenang-senang. Sebelum kalian terjun ke dunia pendidikan yang sesungguhnya. Khususnya kepada kelas 12 yang akan segera melaksanakan simulasi di minggu terakhir bulan ini." aku menatap Pak Irfan yang sedang berdiri di atas podium.

"Selanjutnya Bapak berikan kepada pengurus OSIS yang sudah mengagendakan kegiatan ini." setelah itu, aku menatap laki-laki yang mulai menaiki podium. Dia adik kelasku, ketua OSIS SMA Nusantara.

Jika kalian berfikir Ketua OSISnya satu angkatan sehingga bisa dijadikan gebetan, sebaiknya kalian kubur harapan itu dalam-dalam. Karena di SMA kami, kelas 12 sudah tidak boleh mencampuri apapun tentang keorganisasian, karena dikhusukan untuk serius menghadapai ujian-ujian yang akan datang.

"Baik, seperti yang kalian ketahui, sebelumnya sudah saya katakan bahwa hari ini harus memakai pakaian olahraga karena kita akan bermain di luar rungan kelas."

"Agenda pertama, kita akan berjalan santai dengan rute yang biasanya digunakan, setelah itu kita akan main beberapa perlombaan seperti memasukkan belut ke dalam botol, lomba kelompok sarung, lomba balap karung dan lomba-lomba menyenangkan lainnya."

"Menyenangkan? Dia kira aku nggak pusing di tengah kebisingan seperti ini?" desisku.

"Maka dari itu, mari kita memulai aktivitas ini dengan mengucapkan basmalah bersama-sama, dengan mengharapkan keridhoan Allah dengan aktivitas kita kali ini."

"Bismillahirrahmanirrahim,"

Setelah itu, kami digiring untuk keluar gerbang sekolah dengan berbaris setiap kelas. Dengan kelas 10 yang menjadi awal pembuka aktivitas ini.

Aku menghela nafas pelan saat Amel menggiatku agar segera memasuki barisan. Setelah itu, kami mulai membelah jalanan sekitar sekolah.

"Lia! Foto!" aku mendesis saat mendengar suara bising di belakangku.

Aku ikut sedikit memaksakan senyuman saat Lia mengarahkan kameranya padaku. "Keyna, si Albikan udah putus." ucapnya membuat satu alisku terangkat.

Ia mulai mensejajarkan langkahnya denganku, dengan mata yang terfokus pada kamera. "Siapa tahu ada lowongan." lanjutnya membuat aku terkekeh.

"Putus atau nggak, gak bakal ngaruh di aku Li." ucapku sambil sedikit berjinjit melihat hasil jepretannya.

"Satria?" Lia langsung menjauhkan kameranya sambil menatapku tajam.

"Cie belum move on." godaku langsung mendapat cubitan darinya

"Melupakan itu butuh proses." balasnya sambil kembali mendokumentasikan kegiatan ini.

"Bukan melupakan, seharusnya mengikhlaskan. Karena sampai kapanpun, kamu nggak akan pernah lupa tentang kenangannya, kecuali kalo kamu amnesia." balasku membuat ia tertawa.

Halu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang