Part 22 Pagi-pagi

22.3K 3.1K 43
                                    

Jelita
-
-
-
Gue tahu ada yang kurang beres ketika Pak Aska tiba-tiba menarik tangan gue. Gue tidak mengerti situasinya, tapi gue memilih diam dan mengikuti langkahnya yang panjang. Gue berjalan terburu-buru sambil melihat punggung lebarnya di depan gue. Gue juga melihat Mika yang terkantuk-kantuk di pundaknya. Jangan lupa tangan gue yang digenggamnya erat.

Apa-apaan coba ini gue diseret-seret.

Sumpah gue gatel banget pengen nanya. Tapi sampai kami di parkiran. Sambil akhirnya kami sama-sama terduduk di kursi mobil, gue memilih menahan rasa penasaran gue. Hingga perjalanan pulang itu benar-benar hening.

Kali ini karena gue udah prepare. Gue menghubungi sendiri Syahrul untuk menunggu di depan warung. Tidak mungkin gue membiarkan Pak Aska mengantar gue sementara Mika sudah tidur pulas begitu.

"Terima kasih, ya Pak."

"Eh iya, sama-sama. Saya yang makasih." Gue menatapnya sesaat. Entah kenapa mukanya jadi murung begitu.

Gue mengingat lagi. Apa karena perempuan tadi ya? Apa..

Ah gue tidak ingin terlalu kepo dan melewati batas. Jadi gue segera keluar dari mobil. Tapi lengan gue di cekal lagi. Gue berbalik. Apa lagi ini?

Dia bergerak ke arah gue.

Seketika gue was-was.

Gue melotot dan pelan-pelan memberi jarak.

Apa ini woy?

Eh?

Lalu tangannya menjulur ke bangku kosong disampingnya jok anak yang ditempati Mika.

"Sepatu kamu."

Katanya lalu mengacungkan jinjingan belanjaan di depan muka gue.

Muka gue seketika merah.

Kampret banget. Mikir apa sih gue barusan. Astagfirullah.

"Eh iya. Makasih banyak, Pak." Gue kabur, ngibrit karena malu sama pikiran gue sendiri deh. Gue udah gak waras nih.

Sampe Syahrul yang kena. "RUL AYO BALIK!"

-

Minggu pagi itu gue gak ke warung. Gue memilih untuk tidur lagi karena agak siangan mau ke tempat Mika. Gue belum menghubungi Pak Aska lagi sebenarnya, ya udah nanti aja, takut ganggu istirahat orang yang berharga kan.

Tapi kampretnya gue gak bisa tidur lagi. Tapi terlalu males buat meninggalkan kasur. Makanya gue guling-guling aja sambil ngelamun melihat ke arah jendela gue yang emang udah dari subuh di buka. Siapa tahu kantuk gue datang melihat suasana hijau di belakang rumah gue.

Lagi asik melamun, kemudian gue mendengar pintu rumah terbuka. Lalu terdengar kegaduhan yang ditimbulkan Mama.

"Silahkan, masuk aja, masuk." Mama sejak pagi udah berangkat ke warung. Tapi kalau misalnya ada tamu, emang suka balik lagi di bawa ke rumah. Ya itu tamunya kali.

Gue tidak menghiraukan, karena tamu Mama paling temen pengajiannya ya pada cerewet. Mau ngomongin soal Maulid kali, tahu ah.

"Papa, mau pipis."

Heh?

Ko gue kenal banget suara bocah itu. Tapi ngapain pagi-pagi ada di sini. Di rumah gue? Gue sampai melongok menatap pintu kamar gue yang tertutup. Gue menajamkan pendengaran, siapa tahu gue salah denger kan. Anak tetangga mungkin.

"Itu kamar mandinya, di kanan." Suara Mama lagi. "Nenek, bangunin dulu Atenya, ya?"

"Oke nenek!" Seru suara bocah lagi.

SAMAKTA - EndWhere stories live. Discover now