06 - Buku Keramat Si Ketos

3.9K 442 11
                                    

Setelah memberikan ponselnya kepada sang ayah, Hana mengecek jam tangannya.

"Harusnya mata pelajaran bindo udah mulai dari tiga puluh menit yang lalu. Apa jamkos ya?" kata Hana ketika melihat jarum jamnya yang menunjuk ke angka tiga. Oleh karena itu, ia pun mencari-cari keberadaan guru bahasa Indonesianya itu selagi di dalam ruang guru.

"Pak Adit," panggil Hana seraya menghampiri guru fisika dengan ciri khas wajah datarnya itu.

"Oh, Hana, ya?"

"Iya, Pak. Saya Hana dari kelas 11 MIPA 2," ucap Hana memperkenalkan diri.

"Ada apa?" tanya pak Adit.

"Bu Dinda gak masuk ya, Pak?"

"Oh, iya. Untuk beberapa bulan ke depan bu Dinda cuti dulu."

Hana mengangguk paham. Mengingat guru bahasa Indonesianya itu sedang hamil besar saat ini. Lagian, bu Dinda itu tidak lain mantan pacar kakaknya. Tidak heran kalau Hana sampai menjuluki kakaknya sebagai sadboy, bahkan bujang lapuk. Orang mantannya saja sudah mau lahiran, sedangkan si kakak nikah saja belum.

"Terima kasih atas infonya, Pak."

"Ya, sama-sama."

Hana kembali ke meja ayahnya. Pria itu terlihat mengumpulkan semua barang-barangnya dan mengenakan tas punggungnya.

"Loh? Bapak, udah mau pulang?" tanya Hana bingung sambil menerima ponselnya.

"Iya, ada urusan mendadak. Ayo," ajak sang ayah, namun Hana menggelengkan kepala.

"Anu ... Hana mau bersihin sekret OSIS dulu, nanti pulangnya biar naik angkot aja."

"Oh, yaudah." Pak Surya mengambil dompetnya dan memberikan selebaran uang berwarna hijau kepada Hana.

"Hati-hati. Pulangnya jangan kemalaman. Kalau gak ada angkot, telpon Ragel."

"Siap."

Ketika Hana keluar dari ruang guru, ia pun mencium punggung tangan ayahnya dan melambaikan tangan padanya.

Cewek itu menghela napas. Dia malas semalas-malasnya sambil mengambil jalur di sebelah kirinya dan menaiki tangga. Sekret OSIS letaknya paling ujung di lantai dua gedung utama sekolah. Persisnya di antara perpustakaan dan UKS.

"Eh, gila." Hana terkejut bukan main di saat ia membuka pintu sekret OSIS.

Bukannya mendapati pemandangan indah nan tentram, ruangan tempat inti OSIS berkumpul itu justru terlihat seperti tempat pembuangan sampah.

Mungkin kemarin ia tidak terlalu memerhatikan ruangan sekret OSIS karena begitu kesal dengan tingkah Adelio. Sampai-sampai kertas kecil dan bekas sepatu yang menempel di lantai tidak terlihat olehnya.

Hana memicing pada Adelio yang duduk di meja sambil membaca buku keramat yang selalu ia bawa ke mana-mana itu.

"Bisa-bisanya lo cuma diem liat kondisi ruangan yang segini kotornya? Dasar ketos jorok," cibir Hana sambil meraih sapu yang berada di belakang pintu. Tatapan sinisnya memerhatikan Adelio dengan sebal.

"Ck, gue lagi nahan diri karena ada orang yang kalah taruhan tadi siang." Adelio mengingatkan, lalu mengalihkan pandangannya pada Hana yang sedang menyapu di sana. "Sapu yang bersih. Kalo gue nemu debu setitik, gue usir lo."

"Lo kira gue mau bertahan satu ruangan sama lo? Kagak, anjir!"

"Jadi lo mau ninggalin tanggung jawab lo gitu aja?" Adelio mendengkus, lalu turun dari meja dan menghampiri Hana. "Gue salah karena udah ngikutin kemauan pak Surya. Ternyata putri kesayangannya ini gak bisa komitmen sama sekali. Jangan-jangan lo gak kompeten juga?"

"Apa?"

"Gue bilang ...." Adelio mendekatkan wajahnya ke arah Hana, membuat cewek itu sedikit termundur. "Lo gak bisa komitmen, jangan-jangan lo gak kompeten juga," lontar Adelio dengan alis naik sebelah.

Hana memutar bola matanya malas, lalu mendorong Adelio dan menginjak kakinya. Tidak terima ia jika dihina sampai seperti itu. Bila perlu, bukan hanya meringis, ia bisa membuat Adelio lebam-lebam.

"He, gorila. Kira-kira dong kalo nginjek. Ini kaki bukan batu," protesnya.

"Hi, girili. Kiri-kiri ding kili nginjik. Ini kiki bikin biti," ulang Hana penuh nyinyiran. Kemudian melangkah maju sambil mengeratkan pegangannya pada sapu. Adelio yang melihat itu, sedikit termundur.

"Jangan melangkah sejengkal pun," perintah Adelio dengan tangan menunjuk pada Hana.

"Btw, di sini gak ada Fely yang bakal cegah gue buat gebukin lo." Hana membuang sapu itu ke lantai, kemudian menaikkan lengan bajunya hingga ke bahu. "Kita adu jotos, satu lawan satu," tantang Hana seraya mengambil kuda-kuda.

Adelio menelan ludah. Lalu melihat ke arah pintu dan berucap, "Eh, pak Adit. Sore, Pak."

Hana yang hendak mengambil langkah untuk memukuli cowok di depannya itu pun sontak menoleh ke arah pintu. Dia tersenyum dan menyapa guru fisika mereka, namun wajahnya berubah datar ketika menyadari bahwa pak Adit tidak ada di sana.

"Adelio, akhlakless ... gue kutuk lo jadi batu tawas!"

Sayang, Adelio sudah tidak berada di tempat saat Hana menoleh ke tempatnya berdiri tadi.

"Haishhh!" Hana menghentakkan kakinya dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. "Keluar lo, anjir. Gue tau lo lagi sembunyi. Dasar cupu. Beraninya nantangin cewek, tapi pas diajak brantem lari kayak tikus."

Hana mendekati meja khusus milik ketua OSIS dengan perlahan. "Lo cowok bukan?"

Tiba-tiba Adelio muncul dari balik meja tersebut dan membuat Hana sedikit kaget. Lalu mengernyit heran karena raut wajah cowok itu yang terlihat tidak seperti biasanya.

Apa kalimat gue keterlaluan ya?

"Kenapa lo? Kesambet jin tomang?" tanya Hana saat Adelio melangkah mendekatinya. Cowok itu mengepalkan tangan. Ponselnya hampir retak jika saja tidak segera ia simpan ke saku celana.

"Loh?" Hana terheran-heran sembari menatap punggung Adelio yang baru saja melewati dirinya.

"Sial, gue dikacangi lagi." Hana berlari menuju ambang pintu dan mengintip keluar. "Tuh cowok kenapa sih? Heran gue. Pintar, tapi labil amat," ucap Hana terheran-heran.

Kemudian Hana menggeleng cepat dan kembali masuk ke dalam sekret OSIS. Daripada memusingkan sesuatu yang tidak penting, lebih baik dirinya membersihkan ruangan tersebut agar bisa pulang dengan cepat.

Tidak lama setelah itu, Hana pun selesai dengan kegiatannya. Dia menyandarkan ujung pel ke pagar besi yang berada di luar sekret OSIS. Kemudian Hana melirik ke dalam ruangan. Takutnya ada yang terlupa sebelum ia pergi dari sana.

Tatapannya pun tertuju pada buku bersampul hitam yang berada di atas meja. "Itu bukunya si ketos rese kan?" tanyanya pada diri sendiri. Kemudian ia masuk ke dalam sekret OSIS untuk memastikan.

"Nah, bener kan. Ini punya si Adelio akhlakless," tutur Hana sembari membolak-balik bagian depan dan belakang buku tersebut.

"Gue jadi penasaran. Kira-kira apa isinya ya. Apa isinya daftar siswa-siswi yang ingin Adelio bunuh?" Hana tertawa sambil menepuk jidatnya, menyadari bahwa pikirannya mulai melenceng. "Memangnya ini death note. Itu kan cuma fiksi. Kayaknya gue kebanyakan halu deh."

Masih tertawa, Hana kembali menatap penasaran buku yang ia genggam tersebut. "Tapi gak ada salahnya kan kalau gue intip dikit?" Hana pun menggerakkan tangannya untuk membuka sampul depan buku itu.

Namun sebelum ia sempat membukanya, buku tersebut langsung direbut oleh seseorang dengan cepat. "Ngapain lo buka-buka buku gue tanpa izin?" tanyanya mengintimidasi.


A/N :

Jangan lupa tinggalin jejak berupa komen, vote, dan share


.
.
.

Wp : 1RedApple
Ig acc : kzmauli_
Tik tok : apel_santuy
Twitter : Renjunanajaemin

Ketos Vs Sekretaris OSIS [SELESAI]Where stories live. Discover now