10 - Terlambat

3.3K 375 8
                                    

Saat motor pak Surya hampir melewati pintu masuk depan koridor yang menuju parkiran, seorang siswa tiba-tiba muncul.

Dengan seragam pramuka dan sempritan yang mengalung di lehernya, cowok itu meniup peluitnya. Membuat pak Surya terpaksa menarik remnya dan berhenti saat itu juga.

"Ada apa ini?" tanya pak Surya yang baru saja menaikkan kaca helmnya, menatap siswa tadi dengan kening mengerut.

"A-anu ...." Siswa tersebut menelan air ludahnya saat mengetahui guru yang ia hadang saat ini adalah pak Surya, guru matematika yang terkenal killer itu.

"M-maaf sebelumnya, Pak. Saya Diki Mekatama, ketua sekbid keamanan dan tata tertib sekolah," ucapnya memperkenalkan diri.

"Lalu?" Pak Surya masih memasang raut tidak mengerti.

"Sekarang udah jam delapan lewat sepuluh menit, Pak. Anak bapak telat, jadi seharusnya dia ikut prosedur yang ada."

"Maksudnya?"

Aura mengintimidasi pak Surya sukses membuat Diki kalang kabut. Dia menoleh pada teman-temannya yang berdiri tidak jauh darinya. Mereka semua menyoraki Diki, memberi cowok dengan wajah menyejukkan itu semangat.

Diki menarik napas dan membuangnya pelan. Setelah merasa lebih baik, ia kembali menatap Pak Surya dengan percaya diri.

"Maaf, Pak. Anak bapak kan siswi di sini juga, jadi saya gak bisa biarin dia lolos gitu aja. Di sana ...." Diki menunjuk ke arah gerombolan siswa yang tengah berbaris di area koridor. "semua teman-teman yang telat, namanya dicatat loh. Masa anak bapak saya biarin lewat. Gak adil dong."

"Huwaaaa!!"

Hana tersentak. Dari tadi dia mencuri dengar dan langsung memekik saat Diki menyinggung dirinya. Diki memiringkan kepalanya, menatap Hana yang menaikkan kaca helmnya dengan wajah ingin menangis.

"Sumpah, gue gak sengaja telat. Biarin gue masuk ya, please ...." pintanya sambil mengatupkan dua telapak tangan. Memohon agar cowok itu merasa kasihan padanya.

Diki menggeleng-geleng, tanda bahwa ia tidak menyetujuinya. "Gak ada perlakuan istimewa. Ayo turun."

Hana mendecak tidak karuan. "Bapak, bantuin Hana dong!" protes Hana pada pak Surya yang hanya terdiam saja.

Hana tersenyum saat pak Surya mengangguk.

"Nama kamu Diki kan?" tanya pak Surya memastikan. Diki yang masih berdiri di depan motornya pun mengangguk.

"I-iya, Pak. Kan tadi baru aja disebutin," jawab Diki sok akrab.

"Yaudah. Kasih anak saya hukuman. Jangan sungkan ya."

Hana membulatkan mata. Tanpa sadar menepuk helm pak Surya dari belakang.

"Bapak durhaka!"

Pak Surya tertawa pelan dengan senyuman yang manis. Melihat itu, Diki terperangah takjub. Begitu pula dengan semua anggota sekbid keamanan dan tata tertib sekolah yang sedang menonton di area koridor. Melongo, lalu melebarkan mata tidak percaya.

"OMG! ITU PAK SURYA?!" Salah satu siswi histeris dibuatnya. Mengingat guru yang satu ini selalu memasang wajah sangar kalau sedang masuk mengajar. Bahkan tidak jarang ia menatap siswanya dengan tajam. Meski begitu, tidak ada yang bisa memungkiri pesona seorang Surya Altariq jika sudah tersenyum atau sampai tertawa seperti sekarang.

"Ayo-ayo, sekarang turun dari motor. Kalo gak turun gue kasih hukuman cuci wc!" ancam Diki, sengaja meninggikan suara agar cewek yang masih mengenakan helm itu mendengarnya.

Hana mendecak. Dengan setengah hati ia turun dari motor. Melepas helm. Dalam hati ia mengomel seraya memberikan helmnya pada pak Surya.

"Anak bapak memang pintar," puji pak Surya saat Hana menyalami tangannya.

Ketos Vs Sekretaris OSIS [SELESAI]Where stories live. Discover now