part 29

893 61 1
                                    

"Na naa nana na" Acel bersenandung kecil sambil memasukan tanah dan pupuk ke dalam pot. Pagi ini ia berniat untuk mempercantik tamannya. Kemarin sore sempat ada penjual tanaman keliling yang lewat depan rumah, karena ia pikir sudah tidak ada kegiatan jadi ia memilih untuk membeli beberapa tanaman hias, bibit buah,  pupuk dan pot.

"Mama" Acel melihat ke arah sumber suara. Rafa  melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar dari kaca cendela

"Hai, sini" ajaknya. Rafa yang baru saja selesai mandi pagi dan sudah mengenakan baju itu langsung membuka pintu rumahnya dan berlari ke Acel

"Mama mau ngapain?"

"Ini, mau nanam bunga sama beberapa buah-buahan"

"Emm, Afa mau bantu boleh?"

"Sure, Rafa gak takut kotor kan?"

"Enggak donk, Afa kan pembelani" bangganya sambil tersenyum lebar. Acel terkekeh dengan perkataan anaknya.

"Ma, ini mau di tanam di mana?" Tanyanya sambil mengambil se pot bunga mawar

"Itu, taruh di depan sana" tunjuknya. Anak itu meletakkan bunga itu seperti yang di minta Acel.

"Ini namanya tanaman apa ma?"

"Ini namanya pohon jeruk"

"Tapi kok di gambal yang pelnah Afa liat kok besal ya ma?"

"Ini yang masih kecil sayang, nanti kalau udah besar ya akan besarr banget. Mangkanya kita rawat bareng-bareng"

"Nanti kalau udah besal keluar buahnya kan ma?"

"Iya, nanti kalau udah keluar buahnya dan sudah matang, kita makan bareng-bareng oke?"

"Oke, jangan lupa bagi Afa ya, Afa mau jeruknya"

"Oke"

Tak lama Arvel datang dengan baju khas rumahan dengan membawa piring yang berisi makanan"Rafa! Kamu papa cari kemana-mana taunya ada di sini. Papa tadi kan suruh Rafa makan dulu, nak"

"Maaf,pa. Tadi Afa liat mama ada di depan. Terus Afa sampelin" ujarnya menunduk, jika ayahnya sudah marah ia sudah tak berani berkutik hanya menundukkan kepala

"Lhoh Rafa belum makan? Makan dulu, baru kesini lagi ya? Nanti kalau Rafa gak makan nanti sakit, kalau sakit kasihan papa sama mama kan?" Acel memberi pengertian dengan lembut dan membuat anak itu menganggukan kepalanya. Lalu anak itu mengambil piring yang ada di tangan Arvel dan membawanya ke dalam rumah. Rafa memang anak mandiri, ia tak mau di suapi sejak umur tiga. Lebih tepatnya tak suka merepotkan orang lain

"Kapan beli bibit tanaman Cel? Kok aku gak tau?"

"Kemarin sore mas, kamu di dalem rumah waktu itu"

"Oh, Aku bantuin ya?"

"Boleh" lalu Arvel mengambil sekop dan mulai menyukil tanah. Setelah itu, ia memsukan bibit bunga matahari

Rafa datang dengan sekop mainan yang yang ada di tangannya. Sekop yang biasanya ia bawa jika berlibur ke pantai dengan ayahnya "hello mom, dad" sapanya sambil menyengir lebar

"Hello, eh kamu bawa sekop mainan mu?"

"Iya pa, tadi Afa liat papa lagi bawa sekop, ya udah Afa ambil sekop Afa juga biar gak rebutan" cengirnya. Keduanya terkekeh mendengar penjelasan anaknya itu. Lalu mereka mengajak Rafa untuk bergabung

"Ini mau di tanam di mana Cel?" Tanyanya sambil menunjuk polybag yang berisi tanaman pohon jeruk

"Nanti rencananya mau aku tanam di taman belakang mas"

"Ya udah, ada lagi gak yang mau di tanem di belakang"

"Kayaknya pohon jeruk, tanaman lidah mertua sama janda bolong aja deh mas, kasihan kalau di taruh di depan, rusak nanti"

"Udah semua kan? Tinggal yang di tanem di belakang?"

"Iya, minum dulu yuk. Nanti aku aja yang lanjutin tanem di belakang" ajaknya, lalu mereka ke dalam

"Halo om, tan" sapanya saat mereka melewati ruang keluarga. "Lho ada Arvel juga, eh cucu oma juga ada"

"Iya oma"

"Iya tan, tadi bantu Acel nanam tanaman"

"Sini Vel, duduk"  lalu Arvel duduk di sebelah Fatur, Acel dan Rafa melenggang ke dapur untuk membuatkan minum

"Gimana baju pernikahannya? Sudah ada yang cocok?"

"Sudah om, kemarin Acel sama saya sudah pilih bajunya sama cincin juga" ujarnya sambil tersenyum

"Ya saya harap kamu bisa jaga kepercayaan yang sudah saya percayakan ke kamu ya nak? Acel itu anak satu-satunya yang kami punya. Permata yang saya rawat dengan baik dan hati-hati" jata Fatur sambil menerawang saat Acel kecil

"Ya om, terima kasih sudah merawat sampai Acel dewasa, menjadi wanita yang berhati baik dan memiliki paras yang cantik" kedua orang tua Acel itu tersenyum

"Oya Vel, kamu kapan mau ngasih tau Acel tentang statusmu? Tentang Rafa?" Tanya Fatur dengan serius

"Saya pik-" ucapan Arvel terpotong begitu saja dengan suara heboh Acel. Lagi-lagi untuk membahas dari mana kehadiran Rafa dan statusnya harus tertunda

"Hallo, ini yang bikin minumnya Rafa loh" Acel yang baru datang dari dapur berteriak heboh sambil membawa nampan

"Iya donk, Afa yang bikin, mama mah cuma bantu aja" kata anak itu tersenyum bangga yang mengikuti jalan lebar Acel. Lalu anak itu duduk di pangkuan ayahnya

"Silahkan di minum pa, ma, mas" katanya sambil meletakkan teh manis di atas meja

"Thank you Cel, thank you cucu opa yang ganteng"

"You're welcome opa" jawab kedua manusia itu dengan semangat lalu mereka tertawa

"Tadi papa, mama sama mas Arvel ngomongin apa? Kok keliatannya serius banget?"

"Biasa, masalah orang dewasa"

"Ck, kalau Acel gak dewasa ya Acel gak mau nikah ma"

"Cie yang mau nikah" godanya

"Apa sih ma"

"Iya loh, gak kerasa sebentar lagi anak bayi papa ini nikah ya. Kamu akan tetap menjadi putri kecil papa" Acel langsung memeluk ayahnya itu

"Wah, bental lagi Afa punya mama, yey! Doa Afa terkabul" girangnya sambil melompat dari pangkuan Arvel dan menggerakkan tangannya ke atas dan kebawah sambil melompat. Rafa bahagia  yang ia impikan akhirnya terkabul.

The Perfect Neighbor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang