Chapter 6

1.6K 214 20
                                    

Jungkook seolah tak mampu lagi menjawab ataupun menepis pernyataan Aera. Bagaimana kedua mata indah Aera meredup bersama dengan kalimat yang terlontar dingin. Ia melupakan fakta jika Aera pernah hamil anak Taehyung, menjalin hubungan serius sampai akhirnya kebahagiaan di renggut secara paksa.

Satu detik membeku disana, Jungkook membiarkan Aera melangkah pergi dari ruangannya. Bibirnya benar-benar kelu. Pun tatapan mata kosong juga membenci dirinya yang sebodoh ini.

Katakan dia licik, karena sepertinya itu benar. Jungkook menginginkan anak karena untuk menahan Aera tetap bersamanya. Tidak mau melepaskan. Juga tidak mengakui bahwa ia jatuh dan mencinta. Barangkali, Aera telah berhasil melenyapkan sisi kebenciannya pada sosok wanita.

Senyuman, kalimat pedas, peperangan dingin keduanya. Membuat Jungkook tidak berhenti memikirkan itu. Sampai meremas helai rambut frustasi merutuki diri. Terlambatkah? Atau tidak ada lagi kesempatan untuknya merengkuh Aera?

Di sisi lain, punggung Aera bersandar di balik pintu kamarnya. Perlahan merosot turun, memaksa diri agar tidak menangis. Matanya redup pun memori menyakitkan itu kembali terputar jelas di ingatannya.

Seharusnya Jungkook tidak memancing ia untuk berkata seperti itu. Seharusnya jangan ada permintaan tersebut. Karena, Aera takkan memenuhi. Hal itu yang membuatnya selama ini begitu hancur. Menganggap ia tak lagi mempunyai hak mencintai seseorang.

Walau berulang kali Taehyung berkata, tidak apa-apa. Menerima apa adanya, Aera tak sepenuhnya percaya. Dia tahu, Taehyung juga menginginkan seorang anak.

"Maaf, karena aku wanita yang cacat dan tidak berguna." gumam Aera seraya menunduk, mencengkram lututnya.

*****

Dua hari berturut-turut, Aera mendiamkan Jungkook. Menghindar tak ingin bicara meski terkadang Jungkook memanggilnya, mengajak makan bersama. Aera selalu menolak. Mengasingkan diri, menghukum dirinya sendirian.

Hingga tiba di hari ini, Aera bertemu Kakaknya dan membawa Alena pulang. Selama perjalanan, keduanya tidak saling bicara pun menegur.

Tugasnya sudah selesai. Sebentar lagi ia akan pergi. Tetapi, Alena tidak berniat menjelaskan apa-apa tentang kepergiannya. Ketika kaki berpijak di sana, di depan rumah pria diktator, Jeon Jungkook. Telapak tangan Alena terasa dingin.

"Jungkook menunggumu di dalam. Kurasa, aku tidak perlu ikut mendengar obrolan kalian berdua."

"Tapi, Ae. Aku tidak---,"

"Jangan menyulitkanku lagi, Alena." Aera menyela dengan tatapan tajam. Rahangnya mengeras menahan amarah. "Kau yang membuatku berada di posisi ini, menggantikanmu dan menikah dengannya. Jadi, bukan urusanku kalau Jungkook memberimu hukuman."

Aera berbalik badan, meninggalkan Alena yang masih mencegahnya. Menepis paksa tangan Kakaknya itu. Detik ini Aera ingin secepatnya kabur dan menghilang.

*****

Salju mulai turun dalam langit malam yang menyelimutinya. Dan, Taehyung memahami perasaan Aera yang kacau saat tiba-tiba Aera datang menemuinya. Selalu seperti itu, berlari ke pelukannya dan menjadi diri wanita itu sendiri di hadapan Taehyung. Menumpahkan isak tangisnya.

"Aku tidak mau mendengarnya." kata Taehyung, sewaktu matanya bertemu pandang dengan Aera.

Penyebab Aera menangis, alasan ia berlari berlindung padanya, karena Jungkook. Itu mengapa, Taehyung tak ingin mendengar apa-apa. Takut mendengar sesuatu yang menyakitkan.

"Taehyung, aku bingung karena---,"

"Kubilang aku tidak mau mendengar!" Taehyung membentaknya. Kedua mata pria itu berkaca-kaca. "Bukankah ini yang kau mau? Alena kembali dan Jungkook melepasmu. Lalu kenapa kau—" Taehyung bahkan tidak berani menyimpulkan.

"Aku..." air mata Aera semakin turun membasahi pipinya. Bibirnya bergetar, dihadapannya Taehyung menunjukkan ketakutannya.

Takut kehilangan, takut perasaan Aera berubah. Dada Taehyung sesak, ia tidak bisa menebak akhirnya bukan seperti apa yang diinginkannya.

"Aku akan menceraikannya. Dan memulai kehidupan baruku seorang diri." ujar Aera, menatap Taehyung dengan sisa air matanya.

"Kau pikir aku mengijinkanmu?" disetiap kata, Taehyung bergetar menahan tangis. "Kau dan aku, juga harus kembali bersama-sama."

"Taehyung, tidak bisa! Aku tidak bisa bersamamu!"

"Mengapa tidak?! Tolong jangan beralasan tentang kondisimu. Aku tidak menerima itu sebagai alasan."

"Dan aku tidak pernah bisa membuatmu terus berharap! Bisakah mengerti?!"

Taehyung dan Aera saling berteriak. Pun Taehyung yang berupaya memperbaiki semuanya, justru menghancurkan hati Aera.

*****

Jungkook mengurungkan niat memanggil saat Aera baru pulang. Matanya sembab, penampilan Aera begitu kacau. Jungkook jadi menyesal keluar kamar, bertelanjang dada dengan bekas kemerahan yang tertinggal di sana.

"Maaf, nikmati waktumu dan Alena. Aku datang karena ingin mengemasi barang-barangku."

"Kau bercanda ya?!" Jungkook meradang, jelas.

"Menurutmu aku mau bercanda? Tidak lihat wajahku seserius apa ha?!" Aera memalingkan wajahnya, melihat tubuh Jungkook mengundang rasa mual. Memangnya apa yang ia harapkan? Jungkook pasti melakukannya. Ini yang katanya tidak mencintai Alena lagi? Rasa-rasanya Aera mampu tertawa terbahak-bahak sekarang. Lelucon macam apa itu?

Kemudian, ketika Aera hendak melewati Jungkook. Pria Jeon itu mencekal pergelangan tangannya. "Aku tidak memintamu pergi."

Aera jengah, mengembuskan napas kelewat berat. Lelah menangis, lelah bertengkar dengan Taehyung. Apalagi harus bertengkar menghadapi manusia tak kalah keras kepalanya semacam Jungkook ini.

"Lalu kau mau apa?!" nada suara Aera meninggi.

"Aku mau kau tetap di sini."

Kini, tawa Aera lolos. Menertawakan Jungkook bagai habis menjejalkannya lelucon lucu.

"Siapa juga yang mau menetap di sini? Maksudmu kau mau aku dan Alena? Cukup Alena saja yang kau jadikan pemuas nafsumu." Aera memaki, suaranya terdengar pelan dan menusuk. "Mulai hari ini aku bukan istrimu, Jeon. Lupakan status pernikahan memuakkan ini. Dari awal kita tidak saling menghargai bukan?"

Mengapa Aera menunjukkan air matanya pada Jungkook? Air mata itu tak mampu ditahan. Seakan Aera memberi tahu Jungkook atas lukanya.

"Aera, beri aku waktu sebentar!"

"Untuk apa?!"

"Aku tidak bisa---," Jungkook tak diberi kesempatan oleh Aera menjelaskan. Terus memburunya, semakin sulit berkata.

"Tidak bisa hidup tanpa Alena?" Aera tertawa remeh, berjalan menghampiri Jungkook dan menantangnya. "Kau memang pria berengsek yang menginginkan dua wanita bersamamu. Bermimpilah, Jung. Aku tidak sebodoh Alena."

Sialnya, Alena berjalan menghampiri keduanya, bermaksud melerai. Aera pun malas sekali mendeskripsikan penampilan Kakaknya itu-sama berantakannya dengan Jungkook.

"Aera, kumohon dengarkan Jungkook dulu."

"Tidak perlu. Jangan khawatir, dia milikmu. Aku sudah berjanji akan pergi." Aera menoleh pada Jungkook. "Benar kan, Jung?"

Akan tetapi, Jungkook kehilangan kalimat yang berhasil disusunnya kala Kim Taehyung menunggu di ambang pintu. "Aera, ayo." katanya memanggil.

"KAU MEMILIH DIA DIBANDINGKAN SUAMIMU SENDIRI?!"

"LANTAS KAU APA?!"

Taehyung menjauhkan Aera dari Jungkook, matanya menusuk sengit. "Urus jalangmu itu. Jangan mengganggu Aeraku."

Aeraku—Jungkook langsung tertawa detik itu juga. Percaya dirinya Taehyung wajib diberi apresiasi.

"Kau bosan hidup ha?!"

"KAU—TUTUP MULUT SAMPAHMU!" kesabaran Taehyung habis. "Rupanya kau ini serakah ingin kedua-duanya. Aku tidak mungkin membiarkanmu mengambil milikku."

Lalu Taehyung menarik tangan Aera, dan buru-buru pergi dari tempat neraka itu. Mengabaikan pekikan kemarahan Jungkook.

[]

Hey Come On Out ✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن