Chapter 18

1.3K 152 11
                                    

Pipi yang merah mengalahkan tomat, begitu merahnya pun dengan jantung berdebar-debar. Haruskah ia merasa senang saat ini? Seperti sebuah mimpi indah baginya. Tiba di rumah, Aera tersenyum manis sekali, lalu setelahnya berbaring di atas ranjangnya yang berbalut seprai berwarna merah muda. Dan ia memandangi langit-langit kamarnya, timbul rasa malu ketika masih mengingat kejadian tadi malam. Yang membuatnya nyaris tidak bisa bernapas. Jungkook ternyata begitu memabukkan. Rasa-rasanya Aera ingin berteriak sekarang juga, ya dia malu.

Tentu saja pria itu mengantarnya pulang, sampai perlu memastikan Aera masuk ke dalam apartemen sebelum Jungkook pergi. Tipikal pria yang manis—sejujurnya Aera sangat tersentuh. Beruntung, hari ini ia tidak pulang ke rumah ibunya. Bisa dipastikan Ibunya banyak melontarkan pertanyaan—mengapa putrinya terlambat pulang?

Aera tidak perlu khawatir, sebab ia sudah memiliki apartemen dan tinggal seorang diri. Namun, Aera terlalu senang di pagi hari yang indah serta ditemani kicauan burung—melupakan sesuatu bahwa ia seharian penuh mematikan ponselnya.

Kala tangannya merogoh tas, guna mencari-cari ponselnya. Seketika perasaan Aera berubah tak enak. Menghidupkan ponsel yang mati, menunggunya menyala seraya menggigit kuku. Benar saja, banyak notifikasi penting dari sekretarisnya. Dan yang paling mengejutkan, beberapa panggilan tak terjawab dan pesan yang dikirim Kim Taehyung.

Bukan pilihan bagus jika Aera menghubungi Taehyung sekarang. Si Kim itu pasti menyerang Aera dengan bentuk kekhawatirannya.

"Maaf, Taehyungie." gumam Aera, melirik fotonya dan Taehyung yang terletak di meja rias. Taehyung sengaja meletakkan foto itu di sana. "Aku tidak bisa membuatmu terus menungguku."

*****

Jungkook terkejut tentu mata bulatnya itu melebar, stagnan di tempat kala melihat Nyonya Jeon menatapnya kelewat dingin. Berjalan menghampiri Jungkook yang masih berdiri di ambang pintu. "Dari mana? Ponselmu kemarin tidak bisa dihubungi. Padahal, kau tahu ibu dan Nyonya Ryu menunggumu."

Tampak jelas ibunya marah, aura yang dingin serta tatapan mata tajam menilai. Jungkook seperti penjahat saja yang di interogasi. Jungkook belum mau menjawab, bersikap santai melangkah masuk ke dalam. Mengabaikan ibunya yang semakin tersulut api amarah.

"Jung, ibu bertanya padamu!" teriakan nyaring tersebut berhasil menghentikan Jungkook. Ini masih sangat pagi, dan ibunya sudah mengajaknya bertengkar. Jungkook lebih baik diam, karena menghormati Nyonya Jeon sebagai ibu. Yang sialnya, ibu kandung bertingkah layaknya nenek sihir.

Jungkook menghela napas, menatap ibunya serius. "Ibu, harus berapa kali kubilang? Aku sudah dewasa, Bu. Aku bisa menentukan mana yang baik untukku. Ibu tidak perlu menjodohkanku dengan Yuuhi Ryu."

"Dan membiarkanmu kembali pada mantan istrimu itu?" Nyonya Jeon sangat marah. Tak peduli akan perasaan Jungkook, ia tetap berujar sengit. "Dia sudah membuangmu, Jung. Buka matamu!"

"Aera terpaksa menceraikanku, Ibu! Semua itu tidak mungkin terjadi kalau aku tak egois! Selama ini aku banyak menyakitinya, bisakah ibu sedikit saja mengerti?!"

"Jeon!"

Kepalanya ingin meledak, Jungkook tak mau lagi mendengar, masa bodoh ibunya berteriak memanggilnya berkali-kali. Jungkook buru-buru menaiki tangga, dan menutup pintu kamarnya hingga berdebum kencang.

*****

Aera menyesal pergi ke kantor, awalnya berniat berusaha melupakan malam panasnya bersama Jungkook. Tanpa pernah ia duga, malapetaka lain datang. Sangat sial. Aera tidak mau dianggap wanita pengecut. Ia tidak banyak memikirkan apa pun lagi, setelah kakinya melangkah dan menemukan eksistensi wanita berambut panjang, duduk menunggunya.

Jadi, itu wanita yang dijodohkan dengan mantan suaminya?

Tak berusaha bersikap ramah, Aera tetap tenang saat ia duduk di hadapan Yuuhi. "Nona, Yuuhi Ryu? Anak pengusaha parfum yang terkenal itu bukan?" Aera tersenyum samar. "Ada apa repot-repot datang ke kantorku?"

"Senang bertemu denganmu, Nona Kim." Yuuhi membalas senyuman Aera, dalam hati mengutuk Aera. Membencinya, alasan yang membuat Jungkook berulang kali menolak Yuuhi. Sangat jelas, Jungkook masih mencintai mantan istrinya ini.

Sebelum memulai konversasinya, Yuuhi mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Aku dan Jungkook sebentar lagi bertunangan. Aku juga tahu, Jungkook masih mencintaimu. Tapi, kuharap kau mengerti. Semua sudah tak sama lagi bukan?"

Aera hendak meloloskan tawanya. Tawa sarkas yang mengejek, tetapi sekeras mungkin menahan. Jika, Yuuhi berani menjatuhkan harga dirinya—Aera pun lebih berani membalas.

Wanita berambut sebahu itu tersenyum, senyuman bak malaikat baik hati. Mendorong kertas undangan yang Yuuhi taruh di dekat tangannya. "Kau benar, Nona. Semua memang sudah tak sama. Aku tidak pernah berharap Jungkook masih mencintaiku." dalam satu detik, senyuman Aera berubah angkuh. "Coba kau tanyakan dia—mengapa dia masih mengejarku dan mengabaikan wanita secantik dirimu?"

Raut wajah Yuuhi memerah, merasa tersudutkan. Aera mempunyai lidah tajam, yang pandai sekali membunuh lawan bicaranya.

"Jungkook tidak mengabaikanku." Yuuhi tak mau kalah. Mengepalkan tangannya, meredam emosi yang memuncak. Melihat seberapa beraninya Aera. "Dia hanya membutuhkan waktu untuk menerimaku."

"Lalu? Mengapa kau takut seakan aku ingin merebutnya?" Alis itu menukik, menantang. Aera begitu geram. "Nona Yuuhi, jangan membuang waktuku. Pekerjaanku sangat banyak." Aera berniat pergi, tapi suara Yuuhi dari belakang menghentikan niat Aera.

Memejamkan matanya, tatkala Yuuhi bersuara menghina. "Aku tidak mau bersaing dengan wanita jalang sepertimu. Kau pikir aku tidak tahu alasan kalian bercerai? Aku tahu semuanya, Nona."

Detik itu, Aera tak dapat lagi menahan emosinya. Ia berbalik badan, tatapan matanya berubah tajam. Beruntung sekali, Aera tidak melayangkan tamparannya di pipi Yuuhi.

Mungkin, Aera sekarang mampu menghampiri Yuuhi—menyerang dengan kalimat menyakitkan. Sayangnya, di detik yang sama Taehyung dan Jungkook datang. Kaki yang melangkah pun terpaksa berhenti, seiring tangan yang mencekal lengan Jungkook.

"Tetap di sini, Jungkook." suara Taehyung penuh penekanan. "Kau tidak lihat wanita itu merendahkan Aera?"

"Hyung, tapi dia tidak ada hak atas diriku!"

"Kau beralasan lagi!" makian Taehyung memancing perhatian Aera. Suara berat yang melambung tinggi yang didengarnya, semakin menimbulkan rasa nyeri di hati Aera. Mengapa dirinya sulit sekali bahagia? Mengapa selalu ada orang yang menghancurkan kebahagiaannya?

Ketika, tangan itu terkepal sedikit lagi menghantam wajah Jungkook. Aera berlari mendekat, memegang tangan Taehyung. "Sudah cukup, Tae!" napasnya tersengal. "Jangan bertengkar di sini!"

Taehyung masih bisa mengontrol emosi. Akan tetapi, Yuuhi agaknya tak ingin suasana memuakkan itu cepat berhenti. Membawa cangkir tehnya, Yuuhi menyiramkan teh panas itu tepat di kemeja Aera.

"Ah, ini p-panas..." Aera sangat terkejut.

Pun kedua pria itu melebarkan mata. Jungkook segera menarik tangan Yuuhi. "Berhenti melakukan hal bodoh ini, Yuuhi!" katanya geram. "Apa kau tidak malu? Aku saja sangat malu! Malu dengan sikap kekanakanmu!"

Sementara, Taehyung memeluk Aera. Dipelukannya Aera meneteskan air mata, takut dan cemas di satu waktu. "Taehyung, kumohon bawa aku pergi." Aera selalu berlari padanya. Selalu seperti itu, meski Taehyung menuntut Aera tentang status hubungan—bersabar menunggu.

"Aku tidak suka oppa bersamanya!"

Teramat muak, Taehyung bingung menghadapi Jungkook. Sekarang, ia lebih mementingkan Aera, membantunya berdiri.

"Noona, maaf. Ini takkan terjadi lagi." Jungkook di sini merasa bersalah, tangannya mencoba meraih tangan Aera. Meminta maaf pun percuma. Semua ini terjadi tanpa diduga.

Hancur. Ternyata kebahagiaan di depan mata tak berlangsung lama. Semesta kembali berulah mengotak-atik takdirnya.

"Menjauhlah, Jung!" Aera menepis tangan Jungkook. "Urus calon tunanganmu. Aku mohon, jangan mengganggu hidupku lagi."

[]

Hey Come On Out ✓Where stories live. Discover now