Chapter 24

1.1K 148 8
                                    

Suara petir malam ini mengundang ketakutan, tangan kekar pun tak ragu lagi memberi dekapan hangat—tersenyum senang menjadi tempat bersembunyi dari takutnya. Bagaimana cara Jungkook mendekap Aera, dan bagaimana senyuman itu terukir. Jungkook begitu bahagia.

Dia selalu membayangkan momen, di mana dapat melindungi Aera dari apa pun. Berusaha menjadi pemimpin yang baik kelak, bersama dua malaikat kesayangannya. Satu malaikat kecil yang ada di perut Aera, Jungkook tunggu-tunggu kehadirannya.

"Noona mau dinyanyikan sebuah lagu? Supaya bisa cepat tidur."

"Mau. Aku suka suaramu." jawab Aera gembira. "Koo, jangan terus memukau begini ya."

"Ha? Kenapa?"

"Aku takut, nanti banyak gadis yang suka denganmu."

Jungkook tersenyum-senyum mendengarnya. Aera ini bisa saja membuat dirinya bersemu malu. Daripada bernyanyi, Jungkook jadinya menggoda Aera. "Noona cemburu?"

"Tidak."

"Terus kenapa bilangnya begitu?"

"Ya, tidak apa-apa juga sih."

Tertawa kecil, Jungkook mendekap Aera lebih erat. "Kan hanya Aera noona kesayanganku. Kesayangan, Koo." manis sekali. Seperti kau baru saja memakan puluhan cokelat, meleleh dan manis secara bersamaan.

"Kau ini kenapa bisa semanis ini? Padahal kalau bercinta, wajahmu tidak ada manis-manisnya."

"Ih, jadi aku tidak manis?"

"Manis. Ya, berbeda. Seperti kau punya dua kepribadian. Satunya manis dan satunya lagi—garang."

"Ah, noona! Sudah ya, jangan bahas itu! Aku malu!" Jungkook menyembunyikan wajah merahnya itu, memeluk Aera dan kepalanya dijatuhkan di pundak.

Aera tentunya tertawa melihat Jungkook yang malu-malu. Dia senang dan merasa gemas. Jungkook pria yang penuh kejutan.

*****

Tidak ada ketakutan saat menghadapi sang Ibu, menunggunya seraya bersedekap dada. Jungkook menggenggam tangan Aera, berani membawa Aera dan akan membuktikan jika ia pantas memperjuangkan kebahagiaannya.

"Bu, aku dan Aera akan menikah. Suka tidak suka, Ibu harus menerimanya. Karena saat ini, Aera hamil anakku."

Ibunya melebarkan mata, begitu terkejut. Jeon Soojin sampai kehabisan kata-kata. Wanita yang biasanya bermulut pedas itu, bahkan tidak sanggup menatap ke arah Aera.

"H-hamil?" Soojin mengulang. "Sejak kapan kau—astaga Jeon Jungkook!" berteriak marah, mendekat dan ingin memukul kepala putranya. "Aera hamil dan kenapa kau baru mengatakannya pada ibu?!"

"Kupikir ibu tidak menyetujuinya!"

Seorang anak dan ibu itu saling berdebat. Aera kebingungan, inginnya melerai tapi takut-takut. Meremas jemarinya sendiri, matanya melirik ke Jungkook yang tampak tak takut sama sekali.

"Ya kalau begitu langsung saja menikah!"

"Apa?! T-tunggu. Apa aku tidak salah dengar?!" Jungkook terkejut. "Bukankah ibu menjodohkanku? Mengapa sekarang setuju?"

"Si bodoh ini! Jadi kau maunya apa? Ibu sudah setuju dan kau malah mencak-mencak tidak jelas!"

Benar juga, itu benar sekali. Jungkook ini sepertinya sangat terkejut, sulit merangkai kata, dan sulit memahami situasi. Tidak sadar ibunya itu senang mengetahui, Aera hamil.

"Ibu minta maaf untuk semua sikap ibu." Soojin menghela napas berat. "Kau dan Aera saling mencintai. Dan ibu tidak mungkin memaksakan kehendak ibu. Akhirnya, kalian akan tetap bersama dengan cara yang Tuhan beri. Sudah ditakdirkan."

Jungkook membeku, mata bulatnya tak berkedip. Aera di sisi kirinya setelah lama terdiam, akhirnya membuka suara. "Apakah ibu mau menerimaku lagi jadi menantu Ibu?"

"Tentu, Aera. Tentu saja Ibu mau."

Tidak percaya, berpikir ini mimpi indah. Jungkook hatinya menghangat melihat sang Ibu memeluk wanita yang dicintainya.

*****

Tersenyum, memandang bintang di atas langit sana, adalah Jungkook dan Aera. Hati keduanya kini begitu lega, ringan, tiada lagi yang perlu mereka takut.

"Sekarang, noona bersedia menjalani hari-hari denganku?" tanya Jungkook, suaranya lembut tapi dewasa. Senyumannya mampu menggetarkan jiwa.

Aera berterimakasih, di dalam hati. Bahwa apa pun yang terlihat sulit, berhasil mereka coba. Jika keduanya mau berusaha, maka kesulitan itu perlahan berubah menjadi kebahagiaan.

"Ya. Aku bersedia, Jung." kemudian menautkan kedua tangan, jemari yang bergenggaman erat. Serta bagaimana senyum yang terukir manis.

Bahagia, begitu senang sampai bingung memilih kalimat apa yang pantas Jungkook ungkapkan. Kata cinta juga telah ia ucap berulang kali.

"Aera noona, kau tahu aku mencintaimu. Dan aku akan mengatakannya satu kali lagi. Aku jatuh cinta, Aera.

Jatuh cinta padamu. Rasa sayang yang selalu hadir di dalam hatiku setiap kita bersama. Aku mungkin bukan pria yang romantis, yang pintar mengutarakan perasaan.

Tapi... Maukah kau dan aku hidup selamanya? Menjadi teman hidupku dan menjadi bagian penting di kisahku."

Seharusnya, Jungkook tidak usah bertanya. Sebab jawabannya pasti, ya. Aera pasti mau. Aera berjalan mendekat, memeluknya. "Jungkook, aku bingung. Kau sudah tahu jawabannya. Tidak ada alasanku menolakmu."

"Ah, benar." Jungkook terkekeh sendiri, menepuk pelan punggung Aera. "Ya, Aera dan Jungkook bertakdir selamanya. Pertanyaanku sekarang aku ubah, noona. Lebih tepatnya permintaan.

Cintai aku sebanyak aku mencintaimu. Aku egois, iya hanya ingin kau melihatku. Biarlah, karena kenyataannya Aera milik Jeon Jungkook."

Pada waktu yang berdetik lambat, berdetik juga mengikuti gerak langkah mereka yang berpelukan. Jungkook berjanji, hidup selamanya, di setiap embusan napasnya dan cinta untuk Aera. Setelah patah hati, keduanya mampu menemukan kebahagiaan abadi.

[]

Hey Come On Out ✓Where stories live. Discover now