7. Pertanyaan Hati 🕊

58 9 0
                                    

Happy Reading

Saran Ost : Feel Again - Kina feat Au/Ra.

***

Hanna berjalan semampu tenaga yang masih dimiliki tubuhnya. Ia benci jika terlihat lemah dihadapan orang-orang kaya seperti mereka. Jadi, ia berharap badannya dapat diajak kompromi untuk setidaknya beranjak pergi.

Sesuai keinginannya, tubuhnya tergopoh pelan saat semua pasang mata tak lagi melirik ke arahnya, ia sudah jauh dari mereka. hanna masih ingin memastikan bahwa tidak ada lagi yang melihatnya sekarang dengan melirik seluruh sudut rumah besar itu. Akhirnya, setelah dipastikan aman, Hanna dapat bernapas lega.

"Sial, dadaku sesak sekali." Cetusnya sembari menepuk dadanya sedikit keras.

"Han, jangan pergi dulu."

Teriakan itu menyusul dari arah belakang, baru juga Hanna melepas beban, kini tiba hal baru yang membuat tak kalah pusing. Ia hapal betul, itu adalah suaru Arka, orang yang membawanya datang ke sini, sekaligus Pria yang mengaku bahwa mereka hanya sekadar "teman dekat" biasa.

Suara tapakan kakinya kian mendekat, kali ini Hanna harus kembali berpikir menyusun ulang rencana sebelum di detik selanjutnya keberadannya di sini di sadari oleh Arka. Malam ini Hanna harus memeras otak tiga kali lipat, sungguh lebih susah daripada menyalurkan ide untuk pembuatan iklan. Kesialan benar-benar menimpanya di malam yang terasa buruk ini.

"Pak, lihat cewek tadi ke sini? Atau lewat di sini? Rambutnya sebahu, pakai hoodie putih, sepati putih juga, dengan ada perban di tangannya." Keterangan itu berikan Arka pada penjaga rumah Nathan yang sedari tadi sibuk mendengar lantunan musik dari radio tua miliknya.

"Aduh, saya enggak lihat. Dari tadi saya enggak buka pintu gerbang sama sekali. Kalau pun ada orang lewat, pasti saya lihat dan dengar juga." Balas Satpam tersebut, kemudian melanjutkan kembali aktivitasnya yang sempat terganggu akan kehadiran Arka, ia juga nampak tak peduli dan tak mau tahu dengan apa yang di cari teman Nathan itu.

"Kenapa orang di rumah ini berperawakan sangat angkuh. Tidak majikan, tidak satpam semuanya sama saja," kesal Arka. Ia kenal sebenarnya dengan salah satu Satpam di sana, karena sudah hapal wajahnya, tapi sepertinya orang itu sudah pulang, dan sekarang ia malah bertemu Satpam ini. "Lagian gimana Bapak bisa dengar atau lihat, orang Bapak dengar lagunya sambil nutup mata, mana musiknya kuat sekali seperti di acara hajatan." Gumamnya pada Si Satpam yang seolah acuh dengan pertanyaannya.

Tapi, ke mana sebenarnya Hanna? Tidak mungkin secepat itu ia menghilang, sementara di rumah ini hanya ada satu jalan keluar, yakni gerbang depan di mana ia berdiri sekarang. Arka melihat pada semua sisi rumah itu, ia sesekali menyalakan cahaya ponselnya pada bagian yang gelap di garasi mobil, berharap Hanna ada di antara deretan mobil-mobil mewah itu.

Nihil, tidak sama sekali ia temukan.

Pada akhirnya, karena telah menyerah dengan keadaan. Arka segera mencari nomor seseorang di ponselnya, bertujuan menelepon, berharap orang yang dituju dapat mengangkat panggilan.

Drrr drrr drrr ...

Suara getara ponsel itu berdering di dalam kantong hoodie Hanna, untung saja ia tak mengubah nada dering suaranya. Jadi, ponselnya hanya bergetar sekarang, tidak sampai menimbulkan suara.

"Han, angkat dong."

Berkali-kali Arka memanggil, hanya suara operatorlah yang memberinya sahutan di seberang telepon.

Ia hanya sanggup mengembuskan napas kasar, dilirik Arka ke gerbang besar nan lebar tersebut, terlihat terkunci amat rapat pintu besi itu, di tambah ada rantai besar dan gembok yang dapat ditebaknya begitu susah di terebos keluar. Tapi ... jika ia mengingat kekuatan Hanna, bisa saja Wanita itu lari dengan memanjat keluar tembok atau hal ekstrim lainnya.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Kde žijí příběhy. Začni objevovat