32. Ignore or Care? 🕊️

28 3 0
                                    

Happy Reading

Saran ost : Overjoyed by Stevie Wonder.

Btw, jika ada kalimat rancu juga kata yang typo silakan langsung komen saja, ya. Terima kasih.

_________

Nathan seolah tertawa puas akan reaksi mengejutkan Hanna atas hadirnya di sana. Sungguh menggelitik ketika menyaksikan bagaimana ia berhasil membuat perempuan dingin itu tak bisa berkata-kata.

“Sedang apa Anda di sini?!” suara itu melolong keluar untuk kali pertama dari bibir Hanna.

Ia berjalan kian mendekat pada Nathan yang begitu santai tidur di bagasi mobilnya. Hanna masih dengan posisi menutup mulut, tak bisa terkendali responnya. Sangat dibuat kaget.

“Saya sudah bilang akan bertamu ke rumah kamu, kan?” jawab Nathan dengan senyum simpul yang tak lekang dari bibir.

“Tapi tidak juga datang tanpa izin seperti sekarang—”

Nathan menguap dengan sengaja. “Aduh, Saya lapar. Sepertinya Ibu kamu memasak makanan lezat sore ini. Boleh Saya mampir sebentar? Soalnya sudah tidak bisa menahannya hingga pulang,” sambungnya yang secara tidak langsung memotong ucapan Hanna sebelumnya.

“Astaga, orang ini berperilaku seenak hatinya,” tandas geram Hanna, melihat ke arah Nathan yang nampak tak mempedulikan apa yang dia ucapkan.

Dengan gerakan cepat Nathan keluar dari bagasi mobil, seperti melompat lebih tepatnya. Ia menutup bagian belakang roda empat itu dengan segera. Sementara Hanna masih tak bergeming.

“Kenapa berhenti di situ? Kamu tidak ingin mengajak Saya masuk?” tuturnya dengan spontan.

Perlahan Hanna melangkah ke gerbang rumah, di susul Nathan dari belakang. Namun baru dua langkah, tiba-tiba ia berhenti hingga punggungnya mengenai tepat di dada Nathan. Kemudian Hanna membalikkan tubuh.

“Ada apa?” Nathan yang kaget, akhirnya bertanya.

“Tunggu dulu, ada tujuan apa sebenarnya Anda datang ke sini?” bukan justru memberi jawaban pada pertanyaan Nathan, ia malah balik bertanya, sembari memicingkan mata ragu.

“Di rumahmu ada aturan tidak bisa datang bertamu?”

“Tidak,” jawab Hanna polos sekali.

“Ya sudah kalau begitu, berarti tidak ada larangan untuk orang baru masuk,” timpal Nathan tanpa merasa bersalah atau berniat untuk pulang. Hanya semakin merasa tertantang baginya bisa datang ke rumah seorang perempuan yang sering membantunya di beberapa insiden itu.

Hanna tak menjawab apapun, benar juga apa katanya. Kembali Hanna meneruskan langkah maju, namun belum sampai di gerbang rumah, ia berhenti lagi—dan masih tiba-tiba.

“Ada apa lagi, sih?” Nathan yang mulai resah berusaha untuk tetap memasang raut normal. “Saya tidak punya niat apapun, hanya ingin datang bertamu biasa saja. Barang-barangmu tak akan ada yang hilang juga, percaya pada Saya.”

Bukan, bukan itu alasan Hanna kebingungan. Masalahnya sangat aneh pula Nathan bisa tahu rumahnya di sini. “Anda tahu rumah Saya dari mana?”

Mengekeh terlihat memandang rendah Nathan sekarang atas pertanyaan konyol Hanna atas keberadaanya di sana. “Kamu pikir Saya tidak bisa membayar orang untuk menemukan rumah kamu? Bahkan kata sandi pintu rumahmu saja bisa Saya tahu kalau Saya mau,” tutur Nathan dengan raut serius. “Apa yang tidak bisa di dunia secanggih ini,” paparnya.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن