24. Pernikahan Papa

2K 128 101
                                    

Happy Reading<3


Laura memandangi wajah papanya lekat-lekat di jendela kamarnya. Cewek itu terus menangis dalam diam ketika papanya mengucapkan ijab kabul di depan semua orang.

Bahkan ketika papanya menikah, Laura tidak boleh ikut serta dalam acara itu. Karena papanya melarang keras untuknya ikut serta. Papanya mengatakan sangat malu mempunyai anak seperti Laura.

"Apa papa udah ngelupain mama?"

"Apa papa beneran nggak menganggap aku sebagai anak?"

"Apa papa beneran nggak sayang lagi sama aku?"

"Ayo jawab pa!" Laura terus saja berbicara sendiri. Dia memukul jendela kamarnya dengan keras.

Cewek itu seperti orang yang tidak terurus. Rambutnya yang kusut. Kantung matanya yang membesar. Bahkan Laura terus saja mengurung dirinya sendiri di dalam kamar.

"Kalau emang bener papa malu punya anak kayak aku, oke fine! Aku bakal menghilang supaya papa nggak malu lagi." entah apa yang merasukinya, Laura mengambil pisau lipat di laci kecil yang berada di meja belajarnya.

Cewek itu memegang pisau dengan tangan yang bergetar. Akal sehatnya seperti hilang begitu saja. Laura hendak saja menggoreskan pisau itu pada tangannya, tetapi kedatangan Sagara membuatnya mengurungkan niatnya.

Laura tersentak kaget. Buru-buru ia bersikap biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa. "Lo ngapain di sini?"

"Gue mau nguatin lo, supaya lo nggak ngelakuin hal yang macem-macem." Sagara menghampiri Laura yang sedang duduk sendirian di tepi kasur.

"Mending lo pergi dari sini. Gue pengin sendiri." Laura menyembunyikan pisau lipat itu di belakang punggungnya.

"Lo kenapa gerak-gerak kayak gitu? Ada yang lo sembinyiin dari gue?" Sagara mengernyit heran melihat tingkah Laura yang sangat aneh. Adiknya itu seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"LO? PISAU ITU? LAURA! NGGAK GINI CARANYA!" Sagara membulatkan matanya saat melihat pisau lipat berada di belakang tubuh Laura. Cowok itu langsung melemparkan pisau itu sejauh mungkin.

"LO UDAH NGGAK WARAS? LO PENGIN MATI? LO PENGIN PERGI NINGGALIN GUE SENDIRIAN? LO GILA RA!" Sagara memukul tembok di hadapannya dengan kencang. Dia mengepalkan tangannya tangannya erat-erat.

Laura tersentak kaget. Ia terpekik ketakutan saat melihat kakaknya memukul tembok. Baru kali ini ia melihat Sagara memarahinya, bahkan kakaknya itu terlihat sangat marah.

"Bahkan lo juga udah nggak sayang lagi sama gue," Laura menunduk. Ia memegang erat kedua tangannya. Cewek itu menangis.

"Nggak gitu, Ra." Sagara menarik tubuh adiknya ke dalam dekapannya. "Maafin gue,"

"Papa udah nggak sayang lagi sama gue. Jadi, buat apa gue hidup?" Laura terisak pelan dipelukan Sagara. Bayangan papanya yang selalu berprilaku kasar padanya selalu muncul di pikirannya.

"Jangan pernah tinggalin gue. Cukup mama aja yang pergi, lo jangan." Sagara berkata lirih di telinga Laura. Cowok itu menghapus air matanya yang tiba-tiba saja mengalir membasahi pipinya.

Dor! Dor! Dor!

"LAURA! CEPAT BUKA PINTUNYA!"

"Itu pasti papa," Laura menatap Sagara dengan mata yang berkaca-kaca.

"Lo tunggu di sini, biar gue aja yang buka." Sagara berjalan dan mulai membuka pintu itu.

"Sini kamu!" Irfan menarik lengan Laura dengan kasar.

LAURA Where stories live. Discover now