🐣42. menahan rasa sakit🐣

1.3K 125 39
                                    

.

.

.

🐣 Menghindarimu adalah caraku agar tak perlu mengingat ribuan luka yang pernah tertancap pedih di dalamnya 🐣




Langkahnya terhenti saat Luny menatap gedung rumah sakit yang amat besar. Di dalam benaknya ada rasa takut yang menggetarkan jiwanya. Luny memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah sakit dengan pelan. Ia menghampiri deretan suster, lalu menanyakan kepada suster tersebut tentang kamar yang akan di tujuinya.

"Selamat siang suster, saya mau menjenguk pasien. Apa boleh, sus?" Tanya Luny penuh mohon.

"Maaf, anda punya hubungan apa dengan pasien?" Tanya dengan suster dengan sopan.

"Sa-ya an-aknya," balas Luny sedikit gugup. Suster itupun menangguk paham, "baik, ini kuncinya. O74 A bagian kiri."
Luny menerima kunci itu dengan rasa syukur. "Makasih banyak suster." Segera ia melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruang kamar yang inginkan. Ditolak atau diterima Luny tak peduli dengan itu lagi, yang penting adalah menghapus kerinduan dan rasa sesak yang terpendam selama ini. Luny semakin mempercepat langkahnya.


Di dalam ruangan itu, Rama terbaring lemah tak berdaya. Ia takut, jika ini adalah hari pertamanya untuk menghirup udara. Matanya seolah mengecil, kulitnya semakin keriput, seluruh tubuhnya terlihat pucat, bibirnya kering, semua itu tak sebanding dengan beban hidup yang sedang ia pikul. Ada hati yang paling terdalam, hatinya sakit parah. Mengingat perceraiannya dengan Aldy, lelaki yang ia banggakan. Kini menghancurkan harapannya, sekarang ia menunggu waktu dimana semuanya berakhir.



"Ma, mama makan ya? Resy beli ayam bubur buat mama. Jualan gorengan Resy hari ini lumayanlah buat kita makan, tapi mama tau nggak? Resy dibully di sekolah, karena jualan gorengan. Aku nggak marah, karena semua yang aku lakukan benar, untuk membuat mama tetap ada di sisi Resy," bisik gadis itu dengan lembut tepat di daun telinga Rama. Wanita yang terbaring itu tak sadar meneteskan air mata dari sudut matanya, hingga membahasi bantal kepala. Meski Rama tak bisa banyak bergerak, wanita itu mengusap lembut rambut Resy, "mama, bangga punya anak yang baik seperti kamu, sayang." Rama mengecup kening anak kandungnya dengan penuh cinta.



"Ma ...."

"Apa sayang?" Tanya Rama penasaran.

"Resy ... kangen sama papa," rengek gadis itu dengan wajah yang manja. Rama menatap Resy beberapa detik, semua memori tentang mantan suaminya, berputar kembali. Dimana kenangan mereka yang penuh bahagia, canda tawa, saling mendukung, dan memberikan cinta sepenuhnya, tetapi hancur dengan rapuh, tak ada harapan untuk kembali.


"Mama nggak mau kalau kamu bahas itu, Resy. Nanti mama semakin sakit," ucap Rama dengan wajah yang dingin. Resy mengangguk paham, lalu memeluk Rama dengan erat. "Kalau kak, Luny? Apa mama masih sangat benci?" Tanya Resy dalam pelukkan itu.


Mengingat nama itu, membuat Rama rapuh tak kuat. Seharusnya ia tak menerima gadis itu dari awal untuk tinggal di rumahnya, Lunylah penyebab semua luka di hatinya. Rama sangat membenci gadis itu sampai detik ini. "Mama sangat benci, sayang. Sangat benci!" Pekik Rama mengeraskan wajahnya.


"Kenapa mama benci banget sama Luny? Luny nggak pernah sebenci itu sama mama!" Teriak Luny tak tahan menerima kenyataan yang lebih pahit ini. Luny sudah berdiri di ambang pintu sejak tadi, ia mendengar semua percakapan Resy dan Rama.

Sudah sekian lama tak bertemu berharap kebencian itu tenggelam karena waktu, tetapi tidak. Justru semakin tertanam dalam di hati Rama. Luny mencoba menerimanya, tetapi tidak mampu. Karena bagaimanapun Luny juga membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu. Luny butuh itu. Ia sudah melepaskan Azer, sekarang ia fokus pada Rama dan Aldy.



Luluh tapi Luka [ END ]Where stories live. Discover now