Sembilan ; jeda

18.1K 2.6K 263
                                    

Buat yg belum tidur, happy reading yaaa ...

***

Masih lama?

Bentar lagi, Bang.

Jam mkn siang uda lwt

Iya, iya
Ini uda jln ke parkiran
Sabaaarrr ...

Bara menghela, ia mengetukan jemarinya di atas kemudi. Sudah setengah jam lebih ia berada di parkiran dan wanita itu pikir ia masih bisa bersabar?

Ck, Bara tak lagi memiliki stock kesabaran itu. Sudah habis rasanya ketenangan yang ia himpun. Rasanya, ia ingin sekali meledak demi menuntaskan nyeri di kepala. Ah, tapi baiklah, Bara akan mencoba tenang. Kembali ia himpun sabar, semoga segalanya sepadan.

Saat kemudian pintu mobilnya terbuka, ia mendengkus walau yang ia terima adalah cengiran lucu. "Pakai sabuk pengaman," perintahnya dengan pendar malas.

"Iya, iya, bawel," Mahira meletakan tasnya di kursi belakang. Namun sebelum melaksanakan perintah laki-laki itu, ia terlebih dahulu mencondongkan tubuhnya. Mengecup pipi Bara yang sudah menunggunya sedari tadi. "Maaf lama," Mahira tertawa ketika Bara menanggapinya dengan decak kesal. "Udah laper banget, ya?"

"Aku nggak suka sama orang yang menunda-nunda waktu istirahat," cetus Bara yang masih enggan melirik Mahira.

"Tadi nanggung, Bang," Mahira membela diri. Namun ia segera memberengut begitu Bara tak merespon ucapannya. "Dari kemarin ke mana sih? Kok susah banget dihubungi."

"Sibuklah,"

"Sibuk apaan?"

"Pacaran," celetuk Bara singkat.

"Abang!" Mahira memukul lengan laki-laki itu. "Ngomongnya yang bener dong," erangnya kesal.

Mengurai ketegangan di wajahnya, Bara akhirnya tersenyum. Tangannya terangkat mengelus puncak kepala Mahira. Rasanya, tak ada guna bila ia terus memenangkan amarah di dalam hati. Toh, konsekuensi hubungannya dan Mahira memang tak jauh-jauh dari kata ketahuan. Karena dalam hubungan ini, perannya adalah sebagai seorang pencuri. Sebelum nanti dicaci maki sebelum kemudian dihakimi.

Well, ia mencuri kekasih adiknya 'kan?

Bara tak akan melupakan fakta itu.

"Ngedate sama Nadi tiap sore. Dia lagi suka ngambek, makanya harus rajin-rajin dirayu," tak tega bila ia mengatakan pada Mahira bahwa Nadi memergoki mereka berciuman tempo hari. Kunjungan rutin yang dilakukan Mahira tiap weekend masih berlangsung hingga detik ini. Rajata benar-benar belum bosan membawa Mahira ke tengah-tengah keluarga mereka.

Dan biasanya, bila ada sedikit celah saat mereka berdua tak sedang diperhatikan, Bara akan memanfaatkannya. Sekadar memeluk Mahira, atau menciumnya seperti yang sudah Nadi adukan.

Astaga, Bara berharap Nadi tidak akan mengingatnya untuk waktu yang lama.

Bara tidak ingin Nadi membencinya.

"Rasanya aneh aja, kalau sehari Nadi nggak nelpon," gumam Bara sambil menatap jalanan. "Dulu, aku pernah pulang pergi London Jakarta demi nemenin Mbak Anin yang lagi ngidam," Bara mengenang peristiwa itu dengan senyum tulus. "Makanya, Nadi lengket banget sama aku. Dari dalam kandungan, Nadi doyan banget ngedate kalau sore," kekehnya kemudian.

Mahira bisa melihat kebanggaan kecil di wajah Bara saat pria itu menceritakannya. Bibirnya ikut melengkungkan senyuman, tertular bahagia yang dirasakan Bara. "Makanya Abang tuh, kalau Nadi ngambek cepet banget ya ngerayunya. Coba kalau aku?"

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang