03.

45 9 4
                                    

Mereka segera berhenti dan mengeluarkan busur dan anak panah mereka. Kelompok manusia mendekati mereka perlahan dengan tatapan yang tajam. Tiba-tiba manusia-manusia itu berhenti dan seorang pemimpin manusia bermahkota perlahan mendekati Laurindriel dan rombongannya.

“Hey, ada apa, Kawan? Kami sedang tidak ingin berperang. Turunkan panah kalian!” Pemimpin manusia itu turun dari kudanya.

“Jika kalian tidak keberatan, aku ingin memperkenalkan diri. Aku Pangeran Austin dari Kerajaan Morinda, Satu-satunya kerajaan manusia yang dekat dengan gunung tinggi di sana,” jelasnya sambil menunjuk ke gunung tersebut.

Tangan Laurindriel memberi isyarat kepada pasukannya untuk menyimpan busur panah mereka dan Laurindriel turun dari kudanya.

“Aku Putri Laurindriel, dari Kerajaan Marantha. Jika aku boleh bertanya, kemana tujuanmu sehingga kau harus melewati daratan ini?” tanya Putri Laurindriel.

“Tidak ada tujuan khusus bagiku untuk melewati daratan ini. Aku hanya tertarik pada bangsamu. Itulah alasan mengapa aku sering melewati daratan ini. Kemudian aku berhenti di hutan, dan berteduh di bawah pohon sambil memperhatikan apa yang kalian semua lakukan,” jawab Pangeran Austin.

“Jadi selama ini kau memata-matai kami?!?!” tanya Laurindriel kesal.

“Ya, dan tidak. Sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik untuk memata-matai kalian. Aku tidak dapat hidup abadi seperti kalian, dan aku juga tidak ingin mengakhiri hidupku di wilayah kalian. Seperti yang aku bilang sebelumnya, aku hanya tertarik pada bangsa kalian. Apa yang kalian lakukan, bagaimana cara bangsa peri makan, bagaimana pekerjaan mereka, dan apakah kalian hanya memiliki panah? Maksudku, aku tidak pernah melihat kalian menggunakan pedang,” jawab Pangeran Austin dengan santainya.

“Apakah kami harus menunjukkan kekuatan pedang kami sekarang?!” Laurindriel menanggapi perkataan Pangeran Austin dengan sangat kesal.

“Ah, ada apa dengan kalian? Apakah kalian selalu memasang raut wajah serius seperti itu? Lagipula jika kau mengeluarkan pedang itu sekarang, Putri Laurindriel, dan melakukan hal yang buruk padaku, itu tidak akan penting bagiku, tetapi mungkin akan berdampak bagimu dan bangsamu. Aku tidak ingin kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu terulang,” ungkap pangeran Morinda tersebut.

Laurindriel tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia hanya terdiam sembari kedua matanya menatap tajam ke arah Pangeran Austin.

“Baiklah, pertanyaan kalian telah kujawab. Sekarang aku yang akan bertanya kepada kalian. Sebenarnya, kemana kalian semua akan pergi? Daratan ini hanya menuju ke wilayah bangsa manusia.” Pangeran Austin mencoba membuka pembicaraan setelah beberapa saat mereka semua hanya saling menatap.

“Kau sudah menjawabnya, Pangeran Austin” tegas Putri Laurindriel.

“Jadi kalian semua akan menerobos masuk ke wilayah kami? Apakah kalian yakin akan berhasil melewati manusia-manusia itu?” tanya Pangeran Austin

“Mengapa? Bahkan kau pun tidak bisa menghalangi jalan kami,” jawab Putri Laurindriel.

“Aku memang tidak akan menghalangi kalian. Aku akan dengan senang hati membantu kalian. Tetapi kalian harus memberitahu kami ada keperluan apa sehingga kalian harus masuk melewati wilayah kami,” ungkap pangeran Morinda itu.

“Kami akan menjelaskan itu semua saat kami sudah berhasil masuk ke wilayah kalian. Tujuan kami tidak berhenti sampai di wilayah kalian. Tujuan kami ada di gunung tinggi itu, tepat berada dekat dengan kerajaanmu,” jelas Putri Laurindriel.

“Kalian bertemu orang yang tepat. Percayalah padaku, aku dapat membawa kalian melewati wilayah bangsa manusia, atau bahkan membantu kalian sampai ke tujuan kalian yang sebenarnya. Hanya sedikit kepercayaan, dan aku akan membawa kalian ke sana,” ungkap Pangeran Austin.

“Kau bisa memanggilku Austin. Dan jika kau mengizinkan, apakah aku boleh memanggilmu Laurindriel?” Pangeran Austin bertekuk lutut sambil mengulurkan tangan dengan telapak tangannya yang terbuka.

“Panggil saja apapun yang kau mau, Austin.” Putri Laurindriel mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Pangeran Austin.

Pangeran Austin mencium tangan Laurindriel sesaat, kemudian dia melepas genggaman tangannya dan langsung berdiri seperti semula. Putri Laurindriel tersenyum lebar. Tidak ada yang tahu perasaan apa yang dapat mengubah raut wajah yang serius itu menjadi sebuah senyuman yang indah.

“Ehem ... hem .... Apakah kau benar-benar dapat membantu kami melewati wilayahmu?” Rasa cemburu menghampiri hati Pangeran Lorien.

“Tentu saja. Ikuti aku!” perintah Pangeran Austin.

Pangeran Austin dan Putri Laurindriel kembali menunggang kuda mereka. Mereka semua kembali melanjutkan perjalanan ke tujuan yang sama, yaitu wilayah bangsa manusia. Ada dua jalan yang dapat dilalui untuk menuju wilayah manusia. Jalan pertama adalah jalan yang mudah dilalui tetapi di ujung jalan itu sangat ramai dengan manusia. Mereka akan dengan mudah terlihat oleh bangsa manusia, sekalipun mereka menyamar. Jalan kedua bisa dibilang sedikit menantang, atau mungkin sangat menantang untuk mereka yang belum pernah melewati jalan tersebut. Jalan yang harus ditempuh juga lebih panjang dibandingkan jalan petama.

Di jalan kedua, terdapat perkampungan kecil yang harus dilalui untuk dapat sampai ke wilayah bangsa manusia. Beberapa penyihir menempati perkampungan itu. Bukan penyihir-penyihir yang baik hati dan senang membantu bangsa lain. Mereka adalah para penyihir agresif yang diusir dari wilayah mereka karena selalu menimbulkan masalah untuk bangsa penyihir. Oleh karena itu, mereka tidak pernah berpihak kepada bangsa manapun. Tujuan mereka hanyalah sekedar dapat bertahan hidup dan dapat kembali ke bangsa mereka. Jalan itu merupakan satu-satunya jalan yang dapat dilewati bangsa peri. Setidaknya, jika mereka tidak bisa melewati segerombolan manusia, mereka harus dapat melewati para penyihir itu. Mereka pun segera menyusuri jalan itu dengan hati-hati. Saat perkampungan itu mulai terlihat dari kejauhan, mereka menepi dan membuat rencana untuk melewati para penyihir itu, dan semua itu pasti membutuhkan sebuah pengorbanan.

“Bagaimana kita semua dapat melewati para penyihir itu, Austin?” tanya Putri Laurindriel

“Hanya ada satu cara. Mereka mengincar sesuatu yang kita bawa selama ini,” jawab Pangeran Austin.

“Apa yang mereka incar selama ini?” Laurindriel mengernyitkan alis dan dahinya.

“Apakah hanya kau yang memakai mahkota itu, Laurindriel?” Mata Pangeran Austin tertuju pada mahkota yang dipakai Laurindriel.

“Benar, hanya aku yang memakainya,” jawab Laurindriel

“Tepat sekali. Dan hanya aku yang memakai mahkota ini sebagai tanda bahwa aku adalah seorang pangeran dari kerajaan bangsa manusia. Dua mahkota inilah yang mereka incar untuk diserahkan kepada bangsa penyihir yang lain agar mereka dapat diterima kembali di bangsanya,” jelas Pangeran Austin.

Next part...

It's Just about Elf and Human (Semua Ini Hanya tentang Bangsa Peri dan Manusia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang