27

29 6 4
                                    

Hidup tidak selamanya tentang bahagia.

***

"Hai cantik." sapa Sean begitu berhenti di depanku.

Aku tersenyum menatap Sean.

"Aku rindu banget." Sean turun dari motornya.

"Aku juga." aku tersenyum.

Sean menatapku dalam dan mengelus puncak kepalaku lembut.

"Maaf, aku nggak bisa jadi cowok yang baik buat kamu."

"Jangan diulangi."

Sean tersenyum perlahan.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah, tawaku tak pernah berhenti sedikitpun, Sean kembali seperti Sean yang awal aku kenal, dia berhasil membuatku melambung tinggi.

Selama di sekolah senyumku tak pernah pudar.

"Lo kenapa? Akhir-akhir ini muka lo kusut banget dan sekarang tiba-tiba udah cerah aja." ucap Gea yang baru saja datang dengan membawa segelas es jeruk.

"Ya kali mau kusut mulu Ge." ucap Reynald.

"Ahh lo udah baikan sama pacar lo?" tanya Petra.

"Udah."

"Pantesan mukanya kok secerah masa depan gue." ucap Reynald.

"Sa ae bambang." Gea tertawa.

"Kalian keterima SNMPTN nggak ada rencana mau nraktir nih?" tanya Petra.

"Traktir mulu." ucap Juna.

"Gue sekampus sama Gea masa." ucap Reynald dengan wajah sedih yang dibuat-buat.

"Seriusan?" tanyaku.

"Iyaa, untung aja beda prodi."

"Di Bandung?" tanya Raka.

"Yaaa." Jawab Gea dengan malas.

"Lo Pet keterima dimana?" Tanya Reynald.

"Di Jogja cuy."

"Wih enak tuh." ucap Reynald.

"Udahlah enak bareng Gea Nald." Raka tertawa.

"Kamu keterima dimana?" tanyaku ke Raka yang duduk di depanku, seketika semuanya diam.

"Di kampus impian kita." jawabnya dengan tenang.

Aku terpaku atas jawaban Raka. Otakku sulit menerima jawabannya.

"Kampus impian kita? Kita bakalan sekampus?" tanyaku dengan sangat sulit percaya.

Raka mengangguk.

Aku tersenyum perlahan.

"Astagaa, pengen nangis gilaaa." jerit Gea.

"Duh, gue nggak ngerti lagi sama kalian." ucap Reynald.

"Apa yang salah?" tanya Raka.

"Takdir yang udah salah." ucap Petra.

Aku tersenyum miris, takdir yang udah salah, ucapan Petra terngiang-ngiang di kepalaku. Aku mencoba mengendalikan pikiranku untuk tidak berpikir yang negatif atas masa laluku dengan Raka.

"Prodi? Jangan bilang prodi impian kita juga?" tanyaku.

"Kalau iya, emangnya kenapa?" tanya Raka dengan tersenyum.

"Astagaaa." aku memejamkan mataku sejenak.

"Dokter?" tanya Gea.

"Iya." jawab Raka.

"Dahlah nggak tau lagi sama kalian. Kenapa bisa prodinya sama juga." ucap Gea.

"Kalian nih punya salah apa sih sama semesta? Gue heran kenapa sampai-sampai semesta nih gitu banget ke kalian. Nggak ngerti lagi gue." ucap Petra.

"Jahat banget anjirr semesta, coba kalau semesta baik banget ke kalian, kalian seiman, pacaran nggak bakalan putus, masa SMA kalian indah, kuliah kalian juga bakalan bareng atau bahkan nanti kerja juga bareng, kalian bakalan nikah dan punya anak-anak lucu, hubungan kalian bakalan indah banget, hidup kalian bakalan indah juga, kalian akan menjadi pasangan yang bener-bener bahagia yang bikin siapapun iri, gue nggak bisa bayangin lagi." ucap Reynald dengan terselip kesal di setiap ucapannya.

"Hidup itu nggak selamanya tentang bahagia." ucapku dengan menahan sesak.

Jika melihat masa laluku dengan Raka, ada sebersit penyesalan dan rasa kecewa terhadap semesta dan takdir. Kenapa aku dan Raka harus dipisahkan? Kenapa hubunganku dengan Raka tidak berakhir bahagia? Sudah jelas pertanyaan-pertanyaan itu selalu menjelajahi pikiranku. Namun, untuk apa juga berlarut-larut terhadap masa lalu yang bahkan hanya akan membuat diri terpuruk? Aku sudah benar-benar ikhlas, aku tau bahwa setiap yang terjadi di dunia ini akan ada hikmahnya.

"Gue tau, kalian pasti ikhlas walaupun sempet ada rasa kesel atau bahkan nyesel dengan semesta yang nggak berpihak kepada kalian." ucap Gea.

"Yaudahlah, mau gimana lagi." ucap Raka.

"Dua cewek waktu itu yang kita labrak, ngarahin ponselnya ke kita lagi. Liat ke meja pojok, tapi jangan bareng-bareng liatnya." ucap Petra.

Aku terdiam, nama Sean langsung terlintas di pikiranku.

"Udah gila, labrak aja lagi." ucap Reynald.

"Jangan, kita cari cara aja untuk tau apa yang mereka lakuin selama ini, tujuan dia kayak gitu itu ngapain, kita selidiki diem-diem. Karna kita pake cara labrak, nggak mempan kan, nggak berhasil bikin mereka ngaku." ucap Gea.

"Bener juga." ucap Petra.

"Kita pergi aja sekarang." ucap Juna.

***

Jangan lupa voment 🖤

See you next part

8 Februari 2021

Patah (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang