Weaselette

4.1K 508 11
                                    

"Aku berani bersumpah aku di paksa Harry, aku dalam pengaruh kutukan Imperius." Suara frustasi Ginny memecah keheningan.

Dua hari selepas berita panas itu tersebar, Ginny pulang ke London, mencari-cari Harry meminta pengampunan dengan alasan ia dalam pengaruh kutukan Imperius. Harry hanya bisa mendengus sebal. 'Kau pikir orang yang berada di bawah kutukan tak termaafkan itu bisa mendesah keras meneriakan kata-kata kotor, menggerakan pinggul cepat dan vagina yang dengan semangatnya menelan kejantanan orang lain, bahkan merendahkan diriku?' Ingin rasanya Harry berkata sarkas kepada Ginny.

"Harry, Ginny benar. Tak mungkin dia merendahkan dirinya sendiri dan menghianatimu." Arthur Weasley menambahkan.

"Tentu saja seperti itu, adikku tak mungkin seperti yang apa diberitaka." Ron juga turut mengambil bagian dialog Drama tidak jelas keluarga Weasley.

Harry tak bergeming, mengunci mulut serapat mungkin. Emerald miliknya memandang rendah Ginny.

Pagi-pagi buta saat Harry bangun dari tidurnya di Grimmauld Place, dia masih dalam mood yang baik. Berbaring dalam pelukan hangat Draco, bercanda gurau, juga memadu kasih. Semua hari indahnya hilang dalam sekejap, kesenangannya hilang begitu saja saat seseorang ah tidak maksudnya beberapa orang menggedor-gedor pintu kamarnya secara brutal, dan disini lah dia sekarang. Berada dalam situasi memuakkan drama keluarga Weasley di ruang tamu Grimmauld Place. Harry sebenarnya tidak sungguh-sungguh sendirian, Draco turut ikut bersamanya, turut ikut serta dalam drama ini, hanya saja Draco tersembunyi dalam balutan jubah gaib milik Harry. Mendengarkan dan menganalisis dalam diam.

"Tolong percaya padaku Harry, bila kau tak percaya siapa lagi yang akan mempercayaiku?" Ginny begitu memelas dan Harry tahu tak ada sedikitpun penyesalan, dia hanya mencoba menyembunyikan wajah aslinya dari mata dunia.

"Aku tak bisa mempercayaimu Gin." Harry berucap tegas.

Brak
Arthur menggebrak meja, wajahnya keras dengan mata menatap nyalang ke arah Harry.

"Kau berfikir bahwa anakku adalah seorang yang dapat merendahkan dirinya begitu saja Harry?" Lelaki tua Weasley itu berteriak marah.

"Kau tak mendengar apa yang dikatakan Ginny tadi huh? Dia di bawah kutukan Imperius."

Harry mulai bosan berada disini. Haruskah dia mengungkap segala kebenaran?

"Akan aku tunjukan sebuah bukti akurat untuk kalian. Tapi pertama, aku tak ingin persahabatan kita putus Ron, Mione. Aku tak bermaksud menjatuhkan, tapi ini semua adalah kebenaran. Sebenarnya aku sangat terkejut melihat wajah aslimu Gin, saat hari pertama aku melihat berita tentangmu di surat kabar wajahmu terpampang jelas di headline. Huh sangat ironis, saat anak-anakku kelaparan di rumah tanpa pengawasan, ibunya bersenang-senang bermain cinta dengan lelaki yang bukan suaminya."

"Jaga bicaramu! Jika kami dulu tak berbaik hati padamu, kau tak mungkin masih hidup sekarang. Mana balas budimu?"

Harry menyeringai mendengar kalimat tak tahu malu itu keluar dari mulut Ron. Dia ingin bermain hitungan dengan Harry?

"Ronald Weasley, kau mau bermain hitungan denganku? Apa harus aku ingatkan padamu bila bukan karena aku yang sudi menjadi temanmu kau tak akan sesukses sekarang. Bila bukan karena aku yang membawa kembali adikmu di kamar rahasia dia tak akan hidup sampai sekarang. Bila bukan karena aku mungkin kau tak akan pernah mampu menjadi Auror, Weasley! Kau hanya bisa iri dengan apa yang aku miliki, saat tahun ke empat Hogwarts aku terpilih mengikuti turnamen Three Wizards kau menjauhiku, kau tak percaya padaku. Kau iri karena kau tak mampu untuk berpartisipasi. Itulah kau Weasley."

Wajah semua orang dalam ruangan itu mengeras, memandang penuh perhitungan pada Harry.

"Kau!" Arthur mengacungkan tongkatnya tepat ke arah Harry siap untuk membidik.

Anomaly (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang