💎Happy reading💎
"Woi! Bangun!" Samar-samar Lia bisa mendengar suara Adrian yang memekakkan telinga.
"Jangan ngebo mulu!" Ini suara Rega, abang kedua Lia yang menyebalkannya hampir sama dengan Adrian, bedanya Rega jarang di rumah, bukan karena sering main di luar. Tapi, memang Rega memutuskan untuk bekerja setelah menamatkan bangku SMA-nya. Ia lebih memilih bekerja dengan alasan tak ingin menghabiskan uang orang tua dan memilih untuk mencari uang sendiri. Tak ada salahnya juga bukan?
Perlahan Lia membuka matanya. Hal pertama yang indera penglihatannya tangkap adalah dua makhluk astral yang berdiri di samping ranjangnya, salah satu di antara mereka tampak memegang gayung.
Itu artinya ... yang baru saja Lia rasakan itu hanyalah mimpi? Ia tak benar-benar pergi bersama Adrian untuk membeli bakso? Astaga, ingin rasanya Lia menjerit histeris. Rasanya mimpi itu terlalu nyata dan juga ... jauh lebih menyenangkan daripada kenyataannya. Sepertinya Lia lupa kalau Adrian yang sempat bersikap manis terhadapnya itu---di dalam mimpi---sebenarnya tak pernah memanjakannya layaknya seorang adik. Benar-benar menyebalkan.
"Buruan mandi! Udah bau terasi tau enggak?" titah Adrian, mencoba menyadarkan Lia dari bengongan panjangnya. Sepertinya air dalam gayung yang Rega siram ke wajah Lia belum cukup mampu untuk mengembalikan kesadaran Lia yang direbut alam mimpi.
Lia beranjak dari tempat tidurnya, tak satu pun kata yang ia lontarkan. Karena sepertinya ia belum bisa menerima semua yang baru saja ia jalani hanya sekedar bunga tidur semata. Kalau seperti ini terus rasanya Lia lebih memilih tinggal di dunia mimpi saja. Di sana ia bisa mendapatkan kasih sayang dari Adrian layaknya ia mendapatkan kasih sayang dari saudara yang seharusnya ia dapatkan.
☆☆☆
Lia berjalan gontai ke ruang keluarga. Pikirannya masih sepenuhnya memikirkan kejadian yang mungkin hanya akan ia temui satu kali itu benar-benar hanya mimpi. Padahal Lia berharap sekali Adrian benar-benar akan semanis itu kepadanya, tapi lagi-lagi sepertinya Lia lupa bahwa Adrian memang saudara yang akan selalu mengibarkan bendera perang dengannya. Jangankan membelanya mati-matian, mendapatkan perlakuan khusus saat dibangunkan dari tidur saja sudah luar biasa bagi Lia. Tapi, coba lihat bagaimana dua makhluk astral itu membangunkan adiknya, dengan tanpa bersalahnya mereka menyiramkan air ke wajah adiknya yang terlelap dan mau tak mau Lia harus terseret kembali ke dunia nyata.
"Bang, beli bakso yuk," ajak Lia saat posisinya mencapai sofa yang Adrian duduki. Mencoba menirukan bagaimana tadi di dalam mimpi ia mengajak Adrian, kali saja mimpinya benar-benar kenyataan.
"Ajak Bang Rega sono. Enggak liat apa abang lagi nonton?" jawab Adrian tanpa melihat ke arah Lia sedikit pun, matanya terus terfokus pada layar TV yang menyala.
"Maunya sama Bang Adrian," rengek Lia sekali lagi.
"Enggak usah kayak anak kecil, deh!" Suara Adrian meninggi, tapi tak sampai membuat Lia terhenyak. Karena ia tahu marahnya Adrian tak lebih dari bentakan semata.
Lia terus membujuk abangnya sampai akhirnya Adrian benar-benar terpaksa pergi, mengikuti permintaan Lia karena sepertinya ia tak tahan mendengar perkataan Lia yang terus berulang-ulang. Tentu saja Lia senang sekali, setidaknya perjuangannya membuahkan hasil.
Seperti yang ia lalui dalam dunia mimpi, Lia membawa Adrian ke warung bakso yang benar-benar sama persis dengan warung yang ia kunjungi di dalam mimpi. Sekali lagi Lia berharap satu kali saja ia bisa mendapatkan kasih sayang dari Adrian. Ia ingin merasakan bagaimana selayaknya diperlakukan sebagai seorang adik, bukan seperti badut yang selalu ia gunakan sebagai bahan tertawaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Brother [Complete]
Humor⚠️[Bukan cerita sis-con]⚠️ "Cium pipi dulu!" Adrian menoel-noel pipi kirinya sendiri. Entah sejak kapan helm-nya sudah terlepas dari kepala. "Dih! Najis." "Biasanya juga lo cium gue kalau lagi ada maunya. Sekarang sok-sokan bilang najis." "Lah? Itu...