07. Abang terus, aku kapan?

274 28 0
                                    

"Engga, Chandra. Dunia masih sayang sama lo. Kalaupun dunia udah ga ada yang buat lo merasa tersayangi, inget, kita disini senantiasa bareng sama lo. Kita yang bakal sayang sama lo."

Chandra Baskara, seorang pemuda berkulit agak hitam dan badan sedikit berisi. Seorang 'matahari', mood maker, dan segalanya yang positif. Haechan, nama bekennya. Haechan yang sangat positif, selalu menebar senyum dan kegembiraan.

Orang akan menilai, "Haechan ini pasti menang disemua bidang. Ia jago di bidang menari, dan kemampuan vokalnya jangan diragukan. Apalagi dengan dia sangat pintar dalam siasat. Haechan pemenang di semua game yang ia ikuti."

Tapi mereka tidak tahu satu hal. Satu hal penting.

Haechan tidak akan pernah menang mendapat perhatian dari orang tuanya. Haechan tidak akan pernah menang dari kakak laki lakinya. Haechan akan selalu kalah dalam urusan keluarga.

Tidak, Haechan tidak selalu positif dan banyak tertawa. Tidak, Haechan bukanlah seorang pemuda yang selalu menang. Haechan, hanyalah seorang pemuda biasa, yang menginginkan perhatian dari orang tuanya.

Ah tidak, kalau kalian kira Haechan tipe pemuda yang gampang depresi, kalian salah besar. Haechan mungkin berpura pura menutupi kesedihannya, Haechan mungkin berpura pura bahagia, namun bukan berarti ia selalu berpura pura.

Setidaknya, Haechan memiliki 6 orang yang senantiasa ada di sisinya, ya kan? 6 orang yang memainkan peran yang cukup penting dihidupnya.

Mark, si sulung, yang tentunya sudah menghadapi banyak tantangan hidup, tempatnya meminta nasihat tentang kedepannya. Renjun, pemuda dengan pemikiran yang dewasa, tempatnya untuk meminta pendapat. Jeno, pendengar yang sangat baik. Jaemin, tempat Haechan menaikkan moodnya. Chenle, si kaya yang sangat pengertian. Lalu terakhir si bungsu yang polos menyerempet bodoh, yang seringkali menjadi sasaran kejahilan Haechan, tapi Jisung tidak peduli.

___

"Chandra, maaf lain kali saja. Abangmu tadi datang, kasih tau nilai ujiannya sangat memuaskan."

Haechan tersenyum pahit. Ah, lagi lagi abangnya. "Ya.. ayah." Sang ayah hanya tersenyum, entah palsu atau tidak, lalu berlalu, meninggalkan Haechan termenung.

Satu tahun berlalu, semenjak Haechan masuk rumah sakit karena maag nya kambuh, tapi ia tidak kunjung makan. Semenjak Haechan terus terang kepada orang tuanya, kalau ia lelah dengan perlakuan orang tuanya itu. Ya, walau ia harus dipaksa teman temannya saat itu.

Saat itu, Haechan hanyalah seorang lelaki berusia 14 tahun. Tapi cobaannya benar benar. Ia lelah, tapi ia mencoba bertahan. Senyum palsu ia gunakan. Topeng bahagianya ia pasang. Haechan kala itu, hanya pemuda bertopeng, yang akan melepas topengnya saat ia sendiri.

Haechan iri dengan abangnya. Benar benar iri. Iri, karena abangnya itu selalu diperhatikan. Seakan tidak ada celah ke tidaksempurnaan.

Haechan itu tampan kok! Kenapa selalu diolok? Haechan itu tinggi kok! Buktinya dia saat itu yang tertinggi dari antara ke enam temannya. Haechan itu jenius kok! Ia bisa menyelesaikan soal soal dengan mudah. Nilai Haechan itu memuaskan, banyak mendapat nilai A, kenapa masih dianggap jelek?

Kenapa seolah, dunia buta dengan segala pencapaiannya? Kenapa dunia tidak mau melihat sisi sempurnanya? Kenapa mereka malah menganggap sisi sempurnanya itu tidak ada?

Dan kejadian itu, terulang sampai masa kini. Haechan harus menyaksikkan sendiri, bagaimana sang kakak dielus kepalanya dengan penuh kasih sayang- hanya karena nilai nilainya sangat memuaskan. Di kejauhan, Haechan meremat kertas yang ada ditangannya.

kita ini apasih ? • 7dream ✓Where stories live. Discover now