Permintaan Ayah

2 1 0
                                    

Setelah pembicaraan dimobil, Ayah maupun aku tidak pernah mengungkit masalah perceraian mereka. Aku memilih tidak mengungkitnya, Ayah pun tidak terlihat mau membahasnya.

Meja makan dirumah terlihat sepi. Sepertinya Ayah sudah berangkat bekerja. Aku memutuskan untuk membereskan dulu rumah sebelum berangkat ke kedai.

Dari luar kulihat kedai sudah dikunjungi pelanggan, padahal waktu baru menunjukan pukul 9 lewat 5 menit dimana kedai baru buka pukul 9 tadi. Suara denting pintu berbunyi saat aku memasuki kedai, ternyata pelanggan yang sudah nangkring di jam kedai baru buka itu adalah Gio.

"Baru lewat 5 menit buka, udah nangkring aja"

Gio meliriku sekilas. Aku melewati Gio, memasuki ruang khusus karyawan dan menyimpan tasku di tempat yang sudah disediakan.

"Pagi, bang" sapaku pada Guntur. Si pemilik kedai yang sudah ku anggap sebagai Kakakku sendiri sekaligus pemilik dan kenalanku. Lebih tepatnya tetanggaku sih. Rumah kami tidak berdampingan, tapi kami tinggal di satu perumahan yang sama. Itu yang membuat aku mengenal bang Guntur.

"Pagi, G" jawabnya sambil fokus mengelap alat tempur pembuat kopinya itu. Biasanya dia akan membuat kopi untuk dirinya sendiri dan aku.

"Maaf ya aku telat, tadi beberes dulu biasa" kataku meminta maaf sambil membantu. Enaknya kerja sama Bang Guntur adalah karyawan paling telat masuk 9.15 padahal kedai buka pukul 9. Karyawan yang cuma ada dua, tiga dengan Bang Guntur.

"Santai, masih jam segini"

"Nih" Guntur mengulurkan segelas kopi.

Aku menerima satu gelas kopi dari Bang Guntur dang mengucapkan terimakasih. Bang Guntur juga memberikan segelas untuk Gio yang sedang duduk di bangku biasanya.

"Makasi, bang" Gio menerima satu gelas kopi dari Guntur.

"Temenmu si Gio pagi-pagi udah ngerusuh aja di kedai"

Aku tersenyum. "Suruh bantu-bantulah kalo masih pagi udah ngerusuh"

Aku menyeruput kopiku. "Ngapain sih?"

"Mau ujian gue, butuh energi" kata Gio meminum kopi digelasnya.

"Energen tuh harusnya bukan ngopi" aku meledek Gio.

Gio memang sudah kecanduan kopi sepertinya, pikirku.

"Pelanggan sama pegawai bisa-bisanya cepetan pelanggan yang dateng" Gio mencibirku karena datang disaat kedai sudah buka.

Aku mendelik. "Belajar, keruh banget tuh otak keliatannya"

Aku menyimpan gelas kopiku, membantu Nisa --teman kerja-- mengeluarkan beberapa kursi yang disimpan di luar kedai. Membantunya membersihkan kedai sebelum pelanggan benar-benar datang.

Kedai kopi milik Bang Guntur terletak di dekat salah satu Universitas dimana Gio dan Guntur adalah salah satu mahasiswanya. Pelanggan biasanya mulai berdatangan sekitar pukul sepuluh.

"Bang Guntur hari ini ngampus?"

Aku bertanya sambil membawa gelas kopiku dan duduk bergabung bersama Gio dan Guntur.

"Iya, nanti jam 1 sampe sore kayaknya. Jaga kedai sama Nisa ya"

Aku mengangguk. Mencari Nisa untuk diajak bergabung sebelum ada pelanggan.

"Sini, Nis" Aku memanggil Nisa yang baru keluar dari ruang karyawan. Nisa tersenyum kepadaku dan menghampiri kami, ikut bergabung bersama kami.

Kami tidak lama mengobrol. Gio berpamitan setelah menerima panggilan telepon, mungkin dari Karin atau temannya yang mengabarkan kelas.

G!Where stories live. Discover now